Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Androphobia

Dokter Starla kini menatap kamar yang hancur berantakan. Dia tidak pernah menduga akan ada kejadian seperti ini. Untuk pertama kalinya juga dia menangani pasien dengan perilaku ekstrem seperti Stella Scheinen.

Menghela napas panjang, dia mengomeli para perawat yang sudah teledor dan ceroboh dalam penanganan pasien. Jika dihitung, jumlah para medis untuk penanganan Stella Scheinen ada enam. Lima perawat dan keenam dia sebagai dokter. Dari lima perawat, terdapat tiga orang wanita dan dua orang pria.

Tiba-tiba Starla menyadari sesuatu, lantas dia mulai mengingat-ingat bahwa selama ini ketika Stella Scheinen terbangun. Yang selalu melayaninya adalah dia dan para perawat wanita. Karena para perawat pria dia meminta mereka mengerjakan sesuatu diluar ruangan.

Kalau benar dugaannya. "Siapa yang tadi bersama Stella Scheinen saat ia terbangun?" tanya Starla.

"Triton dan Astrid." Seketika itu juga Starla menemukan hal yang janggal. Jikalau perkiraannya tidak salah. Bisa jadi Stella Scheinen mengalami gejala Androphobia.

Androphobia adalah gangguan psikologis yang menyebabkan penderita takut pada pria. Entah itu disebabkan trauma, kejadian buruk, dan tindak kekerasan yang dilakukan pria pada korban yang menyebabkan kondisi tersebut berlangsung.

Setelah melihat perkembangan yang dia lakukan pada Stella Scheinen. Stella Scheinen memiliki gangguan psikologis yang lebih besar di banding pasien yang pernah dia tangani selama ini. Yang sudah bisa terlihat jelas gangguan psikologis yang di alami Stella Scheinen, adalah;

- PTSD (Post-traumaticstressdisorder)
- Androphobia
- Kilas balik
- Depresi

Itulah yang bisa disimpulkan Dokter Starla melihat perkembangan Stella saat ini. Stella Scheinen juga selalu merasakan kilas balik kejadian yang dia alami saat mengalami kejadian buruk tersebut setiap melihat pria.

Starla memijat pelipis pelan. Entah apalagi yang akan terjadi kedepannya. Mungkin saja kedepannya dia bisa menemukan gejala gangguan lain pada diri Stella Scheinen.

Begitu banyak gangguan psikologis yang dialami Stella Scheinen. Ini juga mungkin karena lingkungan dia berada. Jika pada awal sebelum kejadian dia adalah gadis sempurna dengan kecantikan, harta, sosial, serta keturunan yang tidak memiliki cela.

Apa yang dia lalui bisa saja pukulan, ataupun dobrakan baru dalam hidup yang bisa menjatuhkannya. Itu sedikit menyedihkan sebenarnya. Tapi itu adalah penjelasan masuk akal setelah apa yang terjadi selama ini.

"Triton dan Aries. Kembalilah ke pusat kedokteran Bhav-bhooti. Lalu minta pusat kedokteran untuk mengirim perawat wanita untuk menggantikan kalian," perintah Starla bergerak cepat, setelah mendapatkan diagnosis yang tepat. Ini adalah pilihan yang harus dilakukan.

Para perawat saling lirik tidak mengerti. Hingga akhirnya Triton mengangkat tangan, bertanya. "Apa ini semua disebabkan kejadian barusan dokter?" Starla menggeleng tersenyum, mungkin para perawat menganggap hal tersebut adalah hukuman karena kelalaian. Tapi bukan itu tujuan keputusan ini diambil.

"Bukan, sepertinya pasien mengidap Androphobia. Karena itu kita hanya memerlukan perawat wanita saat ini," jelas Starla. Membuat mereka menghela napas, mengangguk-angguk mengerti.

"Kasihan sekali.., Putri. Jika bukan oleh ahli ditanganinya. Mungkin saja mereka sudah memasukkannya ke rumah sakit jiwa," celetuk salah satu perawat melirik iba.

Starla mengerutkan dahi, tidak mengerti apa yang dimaksudkan perawat bernama Carina. "Apa maksudmu?" Carina yang mendapatkan pertanyaan buru-buru menggeleng, lantas menjelaskan maksud sebenarnya. "Oh, itu, sebenarnya negeri kita tidak mengerti akan gangguan psikologis. Mereka kebanyakan akan langsung menyebut mereka gila tanpa toleransi. Putri adalah salah satu yang beruntung ditangani oleh ahlinya."

"Bukan, bukan itu. Aku juga sudah tahu akan hal itu. Aku pikir kamu punya penjelasan lain." Dokter Starla mendekati Carina yang menegak ludah. Starla yakin, bukan hanya itu maksud dari perkataan perawat Carina.

"Hm, sebenarnya.., diam-diam saya mencari tahu sifat asli putri Stella Scheinen sebelum kejadian tersebut. Tapi anehnya para pelayan kediaman Scheinen tidak ada yang tahu sifat asli beliau. Selain pengasuhnya yang sudah tewas saat kejadian tersebut. Mereka hanya bilang, putri adalah wanita bangsawan yang memiliki etiket dan perilaku sempurna seorang bangsawan. Beliau tidak memiliki cela sama sekali. Bahkan di antara mereka tidak ada yang tahu apa yang disukai atau tidak oleh putri. Karena beliau sangat pandai mengatur emosi dan perilakunya sejak dini."

Carina menjelaskan panjang lebar yang dibalas anggukan yang lain. Itu sangat masuk akal, pada dasarnya putri bangsawan harus dididik dengan keras. Tapi sedikit janggal, jika putri benar-benar bisa sempurna seperti itu bahkan di kediamannya sendiri. Itu bukan hal wajar.

Dokter Starla terdiam, dia baru menyadari kalau dia belum tahu apa-apa tentang pasiennya. Bagaimana mungkin bisa dia menyembuhkan pasien sedangkan dia tidak tahu apa-apa tentang sifat asli yang dimiliki pasiennya?

Dan bagaimana pula dia bisa membantu pasien tersebut jikalau orang-orang terdekatnya saja tidak mengetahui sifat atau perilaku asli sang pasien? Dokter Starla menggeleng. Itu tidak mungkin. Selain pengasuhnya yang tahu akan sifat asli beliau. Pasti keluarganya juga tahu bukan?

Starla buru-buru mengambil buku dan pena. Menatap para perawat yang menunggu perintah darinya. "Triton dan Aries. Cepat kemas pakaian kalian dan kembalilah sekarang juga ke pusat kedokteran. Dan kamu Carina, coba sampaikan pada ketua pelayan. Aku ingin menemui Archduke saat ini juga. Sisanya bantu para pelayan membersihkan kamar dan rawat luka pasien." Starla memberi perintah.

Semua mengangguk menjalankan tugas masing-masing. Sedangkan Starla, dia mulai mencorat-coret buku yang mulai penuh semenjak dia berada di sini.

.

.

.

Di balik meja kerja, Ilios terduduk, berhadapan dengan Amaris. Keduanya tengah berbincang tentang pendirian Akademi Kesatria Aencas di Ibukota. Amaris tengah membicarakan masalah izin serta tempat yang strategis untuk pendirian.

Di tengah perbincangan soal akademi. Kepala Pelayan Sky Perseus, seorang butler yang sudah mengabdi turun menurun di keluarga tersebut datang. Memberi salam dan mulai mengatakan maksud kedatangannya.

"Yang Mulia, Dokter Starla meminta izin untuk bertemu." Ilios yang mendengarnya mengangguk, isyarat membiarkan dokter masuk. Tanpa sadar matanya melirik tangannya yang dibalut perban sendu. Sepertinya kondisi Stella memburuk setelah insiden mengamuk tadi.

"Baiklah, sampai sini perbincangan kita soal akademi." Amaris mengangguk, menatap ayahnya yang berjalan menuju sofa. Amaris menatap setiap gerak-gerik orang yang paling dia hormati selama ini. Semenjak insiden Stella perasaannya terus semakin memburuk.

Dengan langkah ringan, Amaris ikut duduk di samping ayahnya. Sepertinya dia tidak harus langsung pergi, dia harus tahu apa yang dialami Stella. Karena perasaannya tidak enak semenjak Stella mulai kehilangan kewarasan.

"Salam, Yang Mulia Archduke. Salam, Tuan Muda Scheinen." Starla menunduk hormat pada keduanya yang duduk bersebelahan di sofa.

Keduanya membalas salam. Mereka kemudian duduk berhadapan. Starla terdiam, menatap pelayan yang menyajikan teh. Lantas ketika pelayan itu pergi dia mulai berbicara serius.

"Saya tidak akan basa-basi, Yang Mulia. Saya akan menjelaskan perkembangan kondisi Nona Stella Scheinen saat ini." Ilios tahu ini akan terjadi, kondisi terakhir putrinya sangat buruk. Pasti bukan kabar baik yang bisa dia dapatkan saat ini. "Baiklah, jelaskan."

Starla menjelaskan kondisi fisik Stella yang sudah membaik. Mungkin perlu tiga sampai empat hari hingga penyembuhan fisik benar-benar selesai. Fakta itu membuat Ilios menghembuskan nafas lega, bahwa ternyata perkiraannya salah. Namun, setelah dijelaskan tentang psikis Stella yang labil dan tidak teratur. Itu mengundang tanda tanya pada kedua pria bermarga Scheinen tersebut.

"Apa maksudmu? Androphobia? Takut pada pria? " Ilios tidak mengerti apa yang dijelaskan wanita di hadapannya. Dia benar-benar butuh penjelasan lebih lanjut.

"Benar, Yang Mulia. Kemungkinan trauma tersebut membuat putri takut pada semua pria. Termasuk Anda berdua, keluarganya. Kemungkinan besar juga setiap putri melihat pria timbul kilas balik akan kejadian tersebut. Yang artinya, setiap pria yang dilihat putri akan terlihat sebagai pelaku kekerasan di saat peristiwa yang menimbulkan trauma itu berlangsung." Stella berusaha menjelaskan dengan sederhana, agar membuat ayah dari pasien paham.

"Itu tidak mungkin, bagaimana dia tidak bisa membedakan kenyataan dan tidak?" Ilios membantah penjelasan Starla. Walau putrinya seperti itu, mustahil jika dia benar-benar dalam tahap 'gila'.

"Tapi itu adalah penjelasan yang paling mendekati kondisi putri selama ini." Dokter berusaha meyakinkan dengan memberikan pernyataan. Tapi yang didapat hanyalah senyuman sinis ayah pasien, tetap menyangkal, penjelasan Starla.

Sedangkan Amaris sedari awal pembicaraan hanya diam. Tidak bermaksud ikut campur soal masalah Stella. Karena baginya itu bukan sesuatu yang harus dilakukan.

"Kalau Anda tidak percaya. Bisakah anda katakan sifat putri sebelum tragedi? Jika memang putri Anda adalah orang yang ekspresif dan selalu menunjukkan perasaannya secara jelas. Anda boleh menyangkal bahwa saya salah." Starla yang terlihat sedikit kesal mulai mengajukan pernyataan dengan lantang.

"Dia seorang yang ramah, memiliki kemampuan mengendalikan emosi dengan baik, dewasa, pintar, beretika, dan berpendidikan." Itu adalah jawaban Ilios secara spontan. Baginya Stella adalah putri yang sempurna.

"Tentu saja, Anda adalah Ayahnya. Pasti tahu sifat asli putri Anda. Tapi, Yang Mulia. Anda bilang putri mampu mengendalikan emosi dengan baik. Lalu bagaimana anda bisa tahu? Emosi apa yang dia rasakan sebenarnya? Bukankah dia mampu mengendalikannya dengan baik?" Starla tersenyum tidak percaya. Kata-kata pedas keluar dari mulutnya, membuat suasana menjadi panas. Tampak sekali Ilios tidak menyukai pernyataan yang diberikan dokter.

Starla menghela napas. Menenangkan diri dan bertanya sekali lagi. Dia harus memastikan apakah pria di hadapannya ini benar-benar tahu tentang putrinya atau tidak. "Saya ingin bertanya satu hal saat ini. Apa yang putri Anda sukai?"

Kali ini Ilios tidak menjawab, mulutnya bungkam. Sementara Amaris merasa suasana semakin memburuk dengan dokter wanita yang kini menatap tidak percaya.

Benar. Selama menjadi seorang ayah, Ilios sama sekali tidak tahu apa yang putrinya sukai. Itu semua membuat Ilios berpikir keras. Selama tujuh belas tahun putrinya hidup. Dia sama sekali benar-benar tidak tahu apa yang putrinya sukai.

"Bagaimana dengan Anda? Tuan Muda Scheinen?" Kali ini Starla melirik Amaris. Kali ini wanita itu menaruh harapan bahwa sang kakak bisa mengetahui lebih soal putri.

Tanpa banyak pikir Amaris menggeleng menandakan tidak tahu. Membuat Starla tercengang, tidak mengerti sebenarnya keluarga apa yang dimiliki putri selama ini.

Sementara fakta baru yang dia dapat membuat Ilios pertama kalinya berpikir. Keluarga apa yang selama ini dia bentuk?

Apakah keluarga hanya sekedar hubungan darah yang saling terhubung?

Bersambung...

22/06/2021

Edit: 15/03/2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro