Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. Archduke

Tirai dalam ruang kerja ketua keluarga Scheinen dibuka. Cahaya mentari menerobos ruangan kacau dengan kertas bertebaran. Sementara sang pemilik tempat mengerjap netranya yang silau dengan cahaya.

"Yang Mulia, bangunlah!" Sky menggoyang-goyangkan tubuh Ilios yang tertidur di meja kerjanya. Pria itu dengan malas menutupi wajahnya yang terkena cahaya. Matanya terasa sangat berat untuk terbuka sekarang.

"Ah, jam berapa sekarang?" Ilios yang menyadari waktu terlewat dengan cepat tersentak, terburu-buru terbangun.

Ketua pelayan melirik jam kembali menatap majikannya. "Jam enam pagi," jawabnya. "Ngomong-ngomong Anda tidur jam berapa semalam?"

"Entahlah." Ilios yang mengetahui waktu belum terlewat lebih dari perkiraan melemaskan tubuh kembali menjatuhkan diri ke atas meja.

Seingat Ilios dia tengah mengurus tumpukan dokumen semalam. Namun, Ilios malah ketiduran di tengah pekerjaannya walau sudah dibantu dengan lima cangkir kopi bahkan lebih. Hingga saat ini tersisa dokumen setinggi dua jengkal atas kerja kerasnya begadang semalaman ini.

"Ah, saya mengerti. Anda ingin bertemu dengan putri, ya? Hingga anda bekerja sangat keras semalam." Ketua pelayan menggeleng-gelengkan kepala pelan dengan ujung bibir terangkat.

Pria itu hanya bisa menjawab dengan anggukan. Dia mengusap wajah kasar segera bangkit dari kursi, memaksa dirinya terjaga untuk bekerja hari ini.
"Saya akan siapkan sarapan. Dan jangan lupa jadwal Anda hari ini rapat dengan anggota parlemen kerajaan bersama yang mulia Raja."

Ilios kembali menguap, merenggangkan tubuhnya yang kaku. "Baiklah, siapkan semuanya. Aku akan membersihkan diri." Ilios berjalan menuju kamar mandi segera bersiap menuju rapat.

"Baik, Yang Mulia." Sky menjawab segera menyiapkan kebutuhan tuannya untuk pekerjaan hari ini.

.

.

.

Ilios sudah sampai di istana. Langkahnya yang cepat mengarah pada ruang rapat. Di sana sudah terdapat orang-orang penting kerajaan yang sudah hadir. Dari para menteri, bangsawan, hakim, penasehat, juga wakil dari kemiliteran negeri.

Di pintu masuk di disambut oleh beberapa orang yang mengenalnya. Di antaranya Hakim serta Marquiss Anaan. "Yang Mulia, senang bertemu dengan Anda." Hakim ketua mengulurkan tangan berjabat tangan.

"Senang bertemu dengan Anda, Pak Hakim." Ilios membalas jabat tangan ketua hakim tersebut secara formal hingga tatapannya beralih pada pria di samping hakim. Yaitu Marquiss Anaan yang tersenyum sopan.

Ilios mengulurkan tangan berjabat tangan dengan Marquiss Anaan demi sopan santun sebelum berbicara dengan suara rendah. "Senang bertemu dengan Anda, Marquiss Anaan."

"Senang juga bertemu dengan Anda. Yang Mulia, Archduke," balas Marquiss Anaan tidak kalah sengit dengan aura gelap di belakangnya.

"Kudengar putramu mencintai tunangan putraku." Ilios menuju poin utama dalam percakapan atas alasan keduanya yang saling membuat suasana tidak nyaman.

Benar. Walau saat mendengar kabar itu dan bertemu Amaris dia biasa saja. Ilios cukup kesal dengan kabar tersebut. Apalagi putranya itu terlihat muram setelah putus dari putri manja sang raja.

Sedang para bangsawan yang hadir mengetahui gosip hangat di kerajaan Bhav-bhooti pun tertarik mendekati Archduke yang memulai topik panas tersebut tentang kisah cinta dua pemuda bangsawan yang merebutkan putri bungsu kerajaan.

"Ah, Anda salah paham, Yang Mulia. Keduanya saling mencintai. Ini bukanlah cinta sepihak." Marquiss Anaan tetap membela sang putra yang jelas-jelas adalah orang ketiga dari hubungan Amaris dan Putri Ariel yang sudah bertunangan secara resmi.

"Oh, ya. Baguslah, mereka saling mencintai di belakang putraku. Syukurlah, putraku orang yang bijaksana dan perhatian. Mereka akhirnya memutuskan pertunangan. Selamat Marquiss Anaan. Anda akan menjadi besan Yang Mulia Raja." Ilios menatap tidak suka pria berstatus Marquiss tersebut dengan sindiran keras atas perbuatan putra pria bangsawan di depannya.

"Kalau begitu saya akan utus putra saya untuk datang ke pesta pernikahan putra anda nanti." Ilios mengakhiri percakapan segera duduk di salah satu kursi yang tersedia tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya.

Itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan bagi para bangsawan bahwa Ilios. Sang Archduke kerajaan menyayangi keturunannya yang memiliki reputasi sempurna. Jika ada orang yang menghina atau menghujat Ilios. Ilios akan bersikap bahwa itu tidak pernah terjadi karena tidak peduli. Tapi, begitu nama anaknya yang menjadi sorotan publik. Dia tidak akan ragu maju menghabisi siapa saja yang berani mendorong jatuh anak-anaknya tersebut.

Tentu saja, orang-orang mengira Ilios hanya mencari sensasi. Karena sifat dingin dan tempramental yang dia miliki. Yang notabenenya sama sekali tidak peduli perasaan orang lain.

Marquiss Anaan mengepalkan tangan hanya bisa tersenyum ramah kembali melirik Archduke yang membalas dengan senyuman tipis. Tidak ada siapa pun yang ingin mencari masalah dengan Archduke berdarah dingin. Tidak mampu mengendalikan emosi dan langsung menebas siapa saja yang dianggap musuh. Marquiss Anaan memberi catatan pada dirinya sendiri. Setelah ini dia harus berbicara pada putranya tersebut.

Ketika sudah kondusif serta damai kembali. Dari arah pintu utama. Yang Mulia, Raja Blitz Damarion hadir memasuki ruangan. Dengan jubah kebesarannya dia berjalan dengan dagu terangkat lantas duduk di kursi utama.

Begitu pula dengan Putra Mahkota Apollo yang berjalan berdampingan dengan sang ayah. Dia duduk tepat di sebelah beliau mengikuti rapat untuk menambah wawasannya sebagai penerus kerajaan.

Saat itu rapat segera dimulai.

Mereka membahas perekonomian yang stabil di kerajaan. Namun, tidak dengan keamanan. Para pemberontak kembali muncul di pesisir pantai kerajaan. Juga pendidikan yang kini masih diperdebatkan soal pendidikan gratis untuk masyarakat awam yang masih kontroversi di kalangan bangsawan.

Archduke yang memegang kendali sebagian kekuatan militer juga daerah kekuasaan di pusat ibukota kerajaan telah berhasil menjaga keamanan pusat kota dengan baik.

Begitu pula pasukan Kesatria Aencas. Pasukan ksatria yang didirikan Ilios semenjak perang dengan kerajaan tetangga tersebut menjadi perhatian Raja untuk membantu pasukan kesatria kerajaan yang dikepalai oleh Marquiss Anaan yang masih kekurangan kekuatan dalam menjaga keamanan luar ibu kota.

Mereka membahas perdebatan yang terjadi mulai dari masalah sekolah gratis hingga masalah keamanan yang mulai tidak stabil dikarenakan munculnya pemberontakan. Namun, suasana mulai memanas saat berdiskusi tentang para pemberontak yang kembali muncul membawa ide-ide liberal yang mulai mempengaruhi masyarakat umum.

Raja menenangkan dan memerintah Ilios untuk bersiap untuk kemungkinan terburuk jika saja Marquiss Anaan tidak bisa menangani para pemberontak untuk waktu yang akan datang. Setelahnya para bangsawan mulai tenang, karena jika Ilios yang memegang kendali. Sudah pasti akan selalu berhasil ditangani.

Hingga akhirnya mereka membahas pendidikan gratis untu masyarakat umum yang masih menjadi pro-kontra dari berbagai faksi parlemen kerajaan. Ada yang menentang, menyetujui, juga yang mengikuti keputusan Raja. Namun, Apollo. Sang Putra Mahkota tampak sekali mendukung rencana pendidikan masyarakat tersebut.

Hingga waktu telah menunjukkan waktu siang. Mereka mulai rehat pertama sebelum memulai kembali rapat.

Ilios yang terbiasa sendiri setiap kali pertemuan. Kini dihampiri Apollo, Putra Mahkota Kerajaan. Saat tenggang waktu masa rehat. "Apa yang kamu mau?" Ilios tidak basa-basi langsung bertanya dengan nada tidak senang.

Apollo hanya bisa tersenyum sopan sebagai formalitas. Memangnya siapa yang masih bisa tersenyum setelah mendapat sambutan tidak ramah pria tersebut? "Saya senang gaya Anda, Yang Mulia. Kalau begitu saya akan ke intinya. Saya ingin mengajukan proposal pertunangan dengan putri Anda. Stella Scheinen." Apollo berujar percaya diri mengajukan kerjasama untuk keluarga Scheinen.

Ilios mengangkat sebelah alis tidak suka. "Huh? Kamu? Ingin bertunangan dengan putriku? Jangan mimpi. Bukankah kamu akan bertunangan dengan putri kerajaan tetangga?" ujar Ilios terlihat tidak suka akan topik pembicaraan.

"Itu benar, namun jika kerajaan memperkuat hubungan di dalam bukankah akan lebih baik?" Apollo tidak menyerah. Tetap pada pendiriannya. Menurutnya ini ide yang lebih baik memperluas relasinya di dalam negeri. Lagipula negara tetangga sudah hampir roboh setelah perang beberapa tahun yang lalu.

"Jika kamu ingin bertunangan dengan putriku hanya karena adikmu putus dengan Amaris. Akan kukatakan tidak." Itu adalah kata-kata yang Ilios lontarkan sebagai jawaban. Dia tahu betul niat dari pria muda yang punya kekuasaan di hadapannya. Yang dipastikan hanya mementingkan keuntungan setelah kerjasama ini.

Apollo yang mendengarnya bungkam, mengetahui sepertinya Ilios paham dengan niat yang sebenarnya. "Baiklah, Yang Mulia. Saya hanya ingin menyampaikan penawaran. Semoga Anda menikmati waktu rehat Anda." Apollo mengakhiri pembicaraan, lantas pergi begitu saja dengan kesepakatan kosong.

Ilios menatap pemuda yang menjauh kemudian berpaling mendekati Raja yang di kerumuni para penjilat kerajaan yang menginginkan kebaikan raja untuk kepentingan pribadi mereka. Saat itu juga Ilios datang seakan menyelamatkannya.

"Hah, terima kasih, Ilios. Kupikir aku akan mati saat ini." Blitz duduk di kursi dengan lunglai.

Ilios yang menatap atasannya terdiam sebelum menyampaikan niatnya. "Saya ingin meminta Anda untuk mengijinkan saya pulang lebih awal."

Sementara Raja mengangkat bahu langsung mengangguk setuju. Lagipula jarang-jarang Ilios bersikap manis berdiri di sampingnya. "Itu mudah. Aku akan mengizinkan kamu pergi lebih awal. Rangkuman rapat nanti akan diberikan oleh Kesatria Aencas."

"Memangnya ada apa?" tanya Blitz heran. Walau dia mempercayai Ilios tidak akan berbuat hal aneh. Dia tetap penasaran dengan apa yang akan dilakukan teman sepermainannya itu.

"Aku harus menjadi wanita." Tanpa sadar Ilios menjawab dengan kata-kata ambigu yang bisa membuat orang yang mendengarnya salah paham.

Blitz mengerutkan dahi, tidak mengerti apa yang dimaksud Ilios. Karenanya dia kembali bertanya untuk mengetahui makna sebenarnya dari perkataan Ilios. "Maksud Kamu apa?"

Ilios terdiam sebentar untuk berpikir sebelum kembali menjawab. "Saya harus menjadi wanita. Dalam bentuk harfiah sebenarnya."

Keduanya sama-sama terdiam tidak mengerti dengan ucapan yang dilontarkan pria Scheinen. Suasana pun menjadi canggung.

Walau tidak mengerti Blitz hanya mengangguk, mencoba memahami. "Baiklah, selamat menjadi wanita," ucap Blitz sedikit canggung.

"Terimakasih."

Keduanya kembali terdiam.

"Apa kamu sebenarnya ingin menyamar menjadi waria?"

Entah kenapa pertanyaan itu terdengar aneh namun masuk akal dengan penjelasan ambigu yang dilontarkan Ilios. Barangkali pria itu hendak menyamar menjadi banci untuk keperluan informasi.

Bersambung...

26/06/2021

Edit: 03/04/2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro