13. Good Development
Satu pekan berlalu, hari baru menyambut dengan syahdu. Senyum cerah bertebaran, seakan mengisyaratkan pada dunia bahwa kabar bahagia yang berasal dari secercah harapan muncul.
Para medis yang berjaga kini dapat lebih beristirahat lebih lama. Pelayan-pelayan tidak perlu was-was kembali dengan tingkah putri. Benar. Kini Stella sudah mendapatkan kesadarannya kembali secara bertahap. Itu membuat suasana mansion menjadi lebih nyaman dari hari ke hari.
Tidak ada yang lebih bahagia di banding Dokter Starla. Rasa bangga, haru, juga lega meliputi dokter wanita tersebut. Dia berharap kondisi ini akan terus berangsur menjadi baik untuk hari esok yang lebih panjang. Itu adalah harapan kecil untuk pasiennya.
Dan sedikit tamu spesial akhir-akhir ini berdatangan. Kamar dengan aroma herbal yang kuat menghadirkan tamu spesial untuk sang putri. Ya, Juliet. Wanita garang yang jutek selain pada putri sehari sekali datang menemani gadis itu yang membuat keadaannya semakin baik setiap harinya.
Dokter Starla bahkan berkali-kali mengucapkan terima kasih atas kehadiran wanita yang menjadi harapan penyembuh bagi putri. Kedatangannya selalu disambut dengan hangat oleh para medis yang menganggapnya sebagai malaikat penyembuh bagi putri.
Stella Scheinen sudah pulih seutuhnya. Dia bisa menyadari kenyataan dan bersikap layaknya orang normal. Hanya saja untuk saat ini, Stella masih tidak mau bicara. Bukan berarti itu ada sebuah kemunduran. Tapi sedikit demi sedikit gadis itu berproses untuk sembuh. Bukan berarti kekurangannya itu merugikan. Karena dirinya dengan baik dapat merespon dunia nyata.
Tok, tok, tok.
Pintu diketuk, langit sudah menjingga menandakan hari beranjak sore. Tepat jam tiga lebih tiga puluh menit, Juliet selalu hadir dengan senyuman canggung dengan dekapan hangat untuk putri. Walaupun wanita itu tidak terlalu ramah juga pemarah. Namun, paramedis sudah hafal betul, wanita itu sangat menyayangi Stella.
Kedatangan Juliet disambut hangat oleh dokter dan para perawat. Bahkan putri manisnya dengan visual malaikat dengan surai perak menjuntai indah dengan iris merah darahnya yang menawan sudah menantinya sedari tadi.
"Stella. Bagaimana kabarmu?" Juliet mengusap wajah putrinya lembut. Jika saja orang tidak mengetahui siapa Juliet. Mungkin saja mereka mengira bahwa Juliet adalah ibu kandung dari Stella.
Tidak ada lagi ekspresi kosong tanpa jiwa. Yang ada hanyalah raut wajah tidak bertenaga namun menimbulkan ekspresi senang. Stella menjawab dengan mengangguk sembari tersenyum.
Juliet membalas senyuman putrinya tersebut. Kali ini dia membawa sekantung coklat putih untuk sang putri. "Tuan Archduke membelikan ini untukmu. Kamu mau, 'Nak?" tanya Juliet ramah menyodorkan hadiahnya pada putri.
Stella kembali mengangguk lemah tanda setuju. Dengan hati-hati Juliet menyuapi cokelat putih berbentuk hati pada putri. "Apa ini enak?" Juliet menatap Stella yang mengiyakan pertanyaan tersebut dengan anggukan cepat.
"Kamu tahu, 'Nak. Dulu sekali saat ibumu mengandung kamu. Dia membeli lebih dari sepuluh kotak cokelat putih untuk dia makan sendiri. Katanya, "Cokelat putih adalah makanan terenak sedunia." Padahal jelas-jelas itu terlalu mengandung banyak gula. Tidak baik untuk kesehatan." Juliet tertawa kecil mengusap kembali surai putrinya. Lagi-lagi tanpa sadar dia kembali menceritakan mendiang istrinya.
"Tapi, bukannya sakit. Ibumu malahan melahirkan bayi yang lebih manis di banding cokelat mana pun yang ada di dunia. Yaitu, kamu." Juliet melanjutkan ucapannya sembari mencuil hidung mancung Stella lantas tertawa.
Stella yang menatapnya hanya terdiam, mendengar dengan seksama dengan senyuman teduh. "Sayang sekali aku tidak bisa makan ini. Aku benci manis," ujar Juliet membuat Stella menatapnya heran.
Stella mengambil salah satu cokelat dengan polos. Lantas dia mendekatkannya ke mulut Juliet. "Kamu mau menyuapiku?" Juliet bertanya dengan bingung.
Stella mengangguk semangat, dengan arti membenarkan pertanyaannya. Tidak tahan melihat wajah bersemangat tersebut, Juliet dengan pasrah membuka mulutnya menerima suapan cokelat dari Stella.
Stella menatap Juliet antusias. Dengan menahan rasa sebal dan ingin muntah lantaran membenci makanan manis. Juliet tersenyum paksa, langsung menelannya sekaligus.
"Hm, manis," ujar Juliet.
Stella tersenyum. Lantas kembali menyuapi beberapa cokelat lagi ke mulut Juliet. Juliet tidak bisa menolak melihat antusiasnya sang putri menyuapi dia cokelat. Mau tidak mau dia kembali menelan makanan yang sudah dipastikan setelah ini akan segera dia muntahkan.
Setelah merasa disiksa dengan cara paling kejam. Juliet langsung menegak segelas penuh air putih untuk menghilangkan rasa mual dan manis yang memenuhi isi mulutnya.
Juliet hanya bisa tersenyum setelahnya, bersikap seakan semua baik-baik saja. Mereka kembali menghabiskan waktu bersama. Entah itu Juliet yang bercerita tentang Azura, atau dia menyisir rambut indah putrinya. Banyak hal yang dilakukan mereka bersama, walau Stella masih menggunakan bahasa isyarat yang membuat komunikasi mereka kadang terputus.
Dua jam setengah berlalu cepat. Sebelum pergi, seperti biasa dia mengecup dahi Stella. Dan berpesan agar selalu menjaga kesehatan. Juliet pergi meninggalkan Stella yang kembali merasa sendiri. Dokter Starla menyentuh pundak Stella lembut.
"Tidak apa-apa, besok Nona Juliet akan kembali," ucap Starla menenangkan pasiennya dengan usapan lembut pada kedua pundak sang gadis.
Stella yang mendengarnya mengangguk lesu, lantas menidurkan diri di kasur. Matanya berusaha terpejam, berharap dalam hati agar malam cepat berlalu, dan esok segera muncul.
.
.
.
Juliet kini kembali berubah menjadi Ilios Scheinen. Dikarenakan waktu sore dia pergunakan untuk menghabiskan waktu dengan putri. Dia jadi harus begadang untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak ada habisnya setiap hari.
Tapi Ilios sama sekali tidak merasa rugi atau pun menyesal. Walau jujur, dia sangat kelelahan. Senyuman putrinya tidak bisa dia hiraukan walau sesaat. Bagaimana dia bisa melihat senyuman bahagia pun manis putrinya. Itu seakan adalah anugerah yang diberi Tuhan sebagai imbalan atas lelah yang dia rasakan.
Wajah Ilios yang sudah lama terprogram dingin dan kaku. Kini menjadi lebih lunak dan santai. Orang pun tidak perlu takut lagi jika berhadapan dengannya karena auranya kini menjadi lebih bersahabat di banding sebelumnya. Walau tidak sepenuhnya. Ilios merasa menjadi orang baik untuk sekarang.
"Yang Mulia."
"Ada apa?" Ilios mengalihkan pandangan pada ketua pelayan yang memanggilnya.
"Anda kembali," gumam pria tua dengan senyum tulus di hadapan Ilios. Perubahan tuannya benar-benar menjadi lebih positif setelah dekat dengan sang putri.
Sementara Ilios yang tidak mengerti, mengerutkan dahi. "Apa maksudmu?"
"Sikap Anda melunak semenjak menjadi Juliet. Anda seperti diri Anda saat mendiang nyonya hidup." Penjelasan singkat dilontarkan ketua pelayan yang dibalas tawa lepas sang majikan yang membuatnya ikut tersenyum.
"Bagaimana aku tidak melunak? Setiap hari aku mendengar suaranya. Aku juga menghabiskan waktu bersama putri yang kucinta."
Kali ini ketua pelayan ikut merasa senang akan perubahan yang didapati Ilios saat ini. Karenanya keluarga yang sudah dia layani kembali berproses menjadi keluarga harmonis seperti sebelumnya.
Semua terasa begitu sempurna sekarang, damai, leluasa, tenang. Ah, siapapun pasti berharap suasana seperti ini tidak akan berakhir. Tapi, selagi di dunia, tidak ada yang abadi.
Itulah yang terjadi keesokan hari. Ilios yang mendapat gelar Archduke bukanlah sekedar pemberian, tapi tanggung jawab. Saat waktu dia seharusnya menghabiskan waktu dengan sang putri. Tiba-tiba istana memanggil Ilios untuk mengadakan rapat darurat.
Ilios yang merasa tidak enak pada sang putri. Hanya bisa menitipkan satu kotak cokelat putih dan permohonan maaf tidak bisa datang hari ini. Stella yang mendengar kabar tersebut, terlihat sangat kecewa. Tampak sekali dia sudah menunggu sosok Juliet sedari tadi.
Dokter Starla hanya menghibur sekedarnya. Hingga satu waktu, Stella menunjuk pulpen dan buku harian yang selalu dibawa Starla kemanapun dia pergi.
Starla yang cerdas langsung paham. Bahwa sang putri ingin menulis. Lantas dia meminta kertas dan pena dari pelayan Kediaman Scheinen. Setelah semua perlengkapan tulis siap, dia memberikannya pada Stella yang menunduk mengucapkan terima kasih.
Saat itu Stella menulis di atas kertas tentang perasaannya saat ini. Terlihat, bahwa Stella adalah bangsawan sejati. Tulisannya saja sudah begitu indah dan rapi.
'Aku ingin punya buku dan pulpen seperti itu untuk berkomunikasi.'
Itu adalah permintaan Stella dalam bentuk tulisan. Untuk pertama kalinya dia berikan pada Starla. Dokter langsung mengiyakan tanpa basa-basi. Dan memerintahkan pelayan membelinya di kota. "Malam ini sepertinya buku dan pena yang, Anda inginkan akan sampai. Tunggulah beberapa saat lagi," ujar dokter bersemangat.
Stella mengangguk, lantas dia menuliskan sesuatu lagi di kertas. 'Bolehkah aku minta amplop dan stempel untuk menulis surat?'
Starla mengangguk lagi. Lantas mempersiapkannya untuk Stella. Sementara Stella dengan rasa rindu kembali menulis deret-deret kata. Untuk mengungkapkan rasa rindunya pada wanita yang sudah dia anggap sebagai sahabatnya tersebut.
.
.
.
Ilios sampai di Kediaman Scheinen tepat larut malam. Tampak sekali raut wajah lelah dan tidak puas pada pria tersebut. Dia berjalan menuju ruang kerja dengan gontai. Sesampainya di sana, dengan cepat dia langsung menjatuhkan diri ke atas sofa.
Sebelum benar-benar memejamkan mata. Dia melihat sepucuk surat tergeletak di atas meja tepat dihadapannya.
Di amplop tersebut tertulis,
Untuk: Nona Juliet
Ilios yang penasaran langsung terduduk, membuka amplop yang ternyata pemberian dari sang putri.
Dear, Nona Juliet.
Bagaimana kabar Anda? Semoga Anda selalu sehat dalam lindungan Tuhan.
Nona Juliet, baru sehari saya tidak bertemu Anda. Rasanya saya merasa kosong dan memendam rindu tidak berkesudahan.
Nona Juliet, saya tahu Anda sibuk. Namun, sepertinya saya sudah mulai egois. Saya berharap Nona Juliet bisa hadir esok hari seperti biasanya.
Saya sudah merencanakan kegiatan-kegiatan untuk dilakukan bersama. Karena itu saya harap Anda datang.
Dari teman Anda. Stella Scheinen.
Ilios tersenyum lebar, setelah membaca surat dari putrinya tersebut. Rasanya amat bahagia, karena putrinya saat ini sudah menerima kehadirannya walau dalam sosok wanita.
Karena itu, Ilios kembali bangun. Dan berusaha menyelesaikan pekerjaan yang sudah menumpuk. Walau rasanya tubuhnya mati rasa karena kelelahan dia sudah tidak peduli. Karena dia sudah berikrar dalam hati. Bahwa dia harus menemui Stella esok hari bagaimana pun caranya.
Bersambung...
25/06/2021
Edit: 29/03/2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro