Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 - Yang Terlihat Baik-Baik Saja

Belum sempat Kai membaca lebih lanjut laporan diagnosis dari rumah sakit itu, teleponnya sudah berbunyi.

Kai menarik napas panjang untuk menenangkan pikirannya, sebelum mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, Kai. Berkasnya udah ketemu?" tanya Marcel di seberang sana.

"Iya, Pa. Udah ketemu."

"Papa udah suruh sopir untuk jemput kamu, ya. Nanti kamu langsung ke ruangan Papa aja. Papa tunggu."

"Iya, Pa."

Setelah itu, panggilan terputus. Kai menggeletakkan ponsel di atas meja, kembali memperhatikan surat yang mampu mengguncang pikirannya itu. Dibanding mengembalikan surat itu pada tempatnya, Kai lebih memilih untuk menyimpannya. Ada hal yang harus Kai cari tahu mengenai laporan diagnosis tersebut.

Kai lantas meninggalkan ruangan kerja Marcel, lalu menghampiri sopir yang sudah menunggu di halaman rumah.

"Berkasnya pak Marcel sudah dibawa, Non?"

"Sudah, Pak."

Selama perjalanan dari rumah menuju kantor Marcel, Kai menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Pikirannya benar-benar tidak bisa beralih dari setiap tulisan yang ia baca dari surat itu.

Jika memang benar itu milik Marcel, lantas kenapa selama ini Kai tidak tahu bila papanya itu sempat memiliki masalah dengan kesehatan jantungnya yang mengharuskan Marcel bertemu dengan dokter spesialis Jantung. 

"Non, sudah sampai."

Kai begitu fokus pada pikirannya hingga merasa bahwa jarak dari rumah ke kantor yang harusnya ditempuh dalam waktu setengah jam, kini menjadi begitu singkat.

"Permisi, saya Kaianna. Putri pak Marcel. Saya ingin mengantarkan berkas kepada papa saya. Apakah bisa?"

Begitu resepsionis mendengar nama Kaianna, ia langsung mengarahkan Kai menuju lift.

Lift terus bergerak menuju lantai 6, di mana ruangan Marcel berada. Setelah pintu terbuka, Kai lalu mengikuti arahan dari resepsionis tadi dan dengan segera menemukan ruangan Marcel.

"Pa," panggil Kai setelah mengetuk pintu ruangan Marcel.

Ternyata benar, Marcel sudah menunggu kedatangan Kai. Terlihat dari pria itu yang segera menghampiri Kai dan mengambil berkas yang dibawa oleh putrinya.

"Papa ada rapat dulu, Kai. Kamu mau tetap di sini nungguin Papa atau gimana?"

"Kai mau duduk bentar aja dulu, nanti baru pulang, Pa," ujar Kai.

"Kalau begitu, kamu pulang sama pak Bambang aja, ya. Nanti Papa kasi tahu pak Bambang. Papa mau rapat dulu. Kamu baik-baik di sini, ya. Kalau butuh apa-apa, telepon aja pakai telepon di meja Papa."

Marcel lalu meninggalkan Kai di ruangan besar tersebut. Gadis itu lantas melihat-lihat pada ruangan Marcel, sebelum duduk di sofa panjang di sudut ruangan.

Baru saja Kai mendaratkan tubuhnya di sofa, terdengar suara ketukan pada pintu ruangan. Kai menoleh menuju sumber suara, mendapati siapa yang baru saja mengetuk pintu.

"Pak Marcel meminta saya ke sini untuk menemani kamu," ujar Steven, orang kepercayaan Marcel yang telah bekerja belasan tahun dengan Marcel.

Dan, barangkali, seharusnya Steven tahu sesuatu tentang laporan diagnosis Marcel.

”Pak Steven, ada yang ingin saya tanyakan,” Kai menggantung kalimatnya sejenak, ”Ini ada kaitannya sama papa saya.”

”Boleh, tapi sepertinya tidak di sini. Bagaimana kalau kita bertemu setelah saya pulang kerja di kafe sekitar sini?”

Tanpa banyak berbasa-basi, Kai menyetujui hal tersebut, meski itu artinya ia harus menahan diri beberapa saat lagi untuk bisa mengetahui semuanya.

🌟

”Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan tentang pak Marcel?”

Kai mengeluarkan laporan diagnosis yang tadi ia temukan dari dalam tas, kemudian menyerahkan kepada Steven agar pria itu bisa membaca isinya.

Raut wajah Steven berubah menjadi begitu serius. ”Kamu dapat laporan ini darimana?”

”Di antara berkas papa. Jadi, Bapak tahu tentang laporan diagnosis ini?”

”Saya tidak tahu tentang laporan diagnosis ini,” ungkap Steven.

”Pak Steven, saya tahu Bapak sudah bekerja begitu lama dengan papa saya. Saya juga tahu, Bapak adalah satu-satunya orang kepercayaan papa. Dan, rasanya, sedikit aneh jika Bapak tidak mengetahui tentang ini. Jadi, saya mohon, tolong jangan sembunyikan apa-apa dari saya.”

Kai dapat melihat Steven menghela napasnya. Sepertinya, pria itu memang mengetahui sesuatu.

”Saya tidak berbohong kalau saya tidak tahu tentang laporan diagnosis ini. Tapi, sepertinya hari itu, pak Marcel memang pergi ke rumah sakit sendirian untuk memeriksakan kesehatan beliau.”

”Hari itu? Bapak masih ingat kapan?”

”Pagi menjelang hari ulang tahun perusahaan, pak Marcel meminta saya untuk pergi terlebih dahulu mengecek semua persiapan dan dekorasi, sementara beliau berkata ingin pergi ke suatu tempat. Awalnya, saya tidak mengikuti pak Marcel, tetapi karena jalan kami sejalur, saya sempat melihat mobil pak Marcel memasuki parkiran rumah sakit. Saya pikir, beliau ingin menjenguk kerabat yang berada di rumah sakit. Keesokan harinya, pak Marcel juga hampir seharian tidak berada di kantor untuk urusan yang tidak saya ketahui.”

”Kenapa tiba-tiba papa pergi ke rumah sakit? Apa sebelum-sebelumnya papa memang pernah mengalami masalah dengan kesehatannya?”

”Setahu saya, pak Marcel pernah mengalami kondisi yang mirip dengan gejala serangan jantung. Karena, anggota keluarga saya pernah mengalami kondisi serupa.”

”Bapak ingat kapan kondisi itu terjadi?

”Sewaktu mendengar kabar bahwa bu Mariam memilih mengakhiri hidupnya.”

Kai terdiam mendengar penuturan Steven. Saat kepergian mamanya, Kai selalu mengira papanya itu baik-baik saja. Terlihat dari Marcel yang tidak menangis bahkan saat di pemakaman Mariam. Namun, jika apa yang dikatakan Steven benar, maka harusnya Marcel merasakan pukulan yang jauh lebih besar dari yang dirasakan Kai.

”Jadi, udah selama itu kejadiannya? Tapi, kenapa papa baru mengecek kesehatannya baru-baru ini?”

”Sedari dulu, meskipun ia selalu mengadakan pemeriksaan rutin setiap 6 bulan untuk karyawan-karyawaannya, pak Marcel paling tidak pernah ikut serta. Sebab, beliau paling tidak suka memeriksa kesehatan. Dan, dugaan saya, malam sebelum hari ulang tahun perusahaan, pak Marcel mengalami kondisi yang serupa dengan tingkat yang lebih parah sehingga pak Marcel memilih untuk memastikan kesehatannya.”

Seketika, Kai merasa tubuhnya menjadi lemas. Malam itu, bukankah malam di mana Kai memilih kabur dari rumah? Apa kondisi Marcel disebabkan karena tindakan Kai waktu itu?

”Kai, mungkin, sekarang informasi yang saya berikan hanya bisa sebatas itu. Karena, yang paling tahu dengan kondisi pak Marcel adalah beliau sendiri. Tapi jika saya boleh berpesan, lebih baik kamu berpura-pura tidak tahu tentang kondisi pak Marcel. Saya yakin, pak Marcel sedang mencoba menyembunyikan ini dari kamu maupun saya, karena beliau selalu tidak ingin membuat orang terdekatnya khawatir.”

🌟

Kai meluruhkan tubuhnya di atas kasur. Mata gadis itu terlihat begitu layu. Barangkali sejak dirinya menemukan laporan diagnosis tersebut. Ditambah lagi dengan beberapa keterangan lain yang diberikan oleh tangan kanan papanya itu.

Serangan jantung ringan. Kenapa bisa Marcel menyembunyikan hal besar tersebut dari Kai? Terlebih, kenapa Kai tidak menyadari hal tersebut? Apa Marcel begitu lihai menyembunyikan hal yang dialaminya sehingga Kai sama sekali tidak menaruh curiga?

Rasanya, Kai ingin bertanya langsung kepada Marcel. Tapi, apa yang dikatakan Steven juga barangkali benar. Marcel yang pergi memeriksakan kesehatannya sendiri tanpa mau diketahui Steven dan juga tidak memberitahu hasil diagnosis itu kepada Kai. Hal itu sudah cukup membuktikan bahwa Marcel sedang ingin menyembunyikan penyakitnya dari orang terdekat.

Yang harus Kai lakukan hanyalah bersikap pura-pura tidak tahu tentang semua ini. Meski Kai sendiri tidak yakin apakah ia bisa melakukannya.

🌟

Author's Note:

Pak Marcel kenapa sembunyikan hal sebesar itu dari Kai🥲 Kai pasti kaget dan nggak tenang jadinya karena mikirin papanya😔

Semoga saja, Pak Marcel baik-baik saja ya.

Jangan lupa berikan jejak berupa vote dan komen ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro