Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16 - Tekad yang Bulat

"Besok sepulang sekolah, Papa jemput, ya. Sekalian, Papa mau ajak kamu ketemu sama seseorang," ujar Marcel tadi malam, seusai mereka makan malam bersama.

Hingga pagi menjelma, Kai masih tidak memiliki clue dari perkataan Marcel kemarin. Tentang siapa yang akan mereka temui hari ini.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Di halte depan sekolah, di sinilah Kai masih setia menunggu Marcel datang menjemputnya. Tadi pria itu sudah mengirimkan pesan kepada Kai bahwa ia akan telat sedikit karena ada urusan mendadak dan meminta Kai untuk tetap menunggunya.

Lima menit kembali berlalu dan Marcel belum kunjung tiba. Terik matahari yang begitu panas membuat Kai merasa gerah.

Tidak lama setelahnya, sebuah mobil berhenti di depan halte. Lebih tepatnya, berhenti di hadapan Kai. Jendela mobil terbuka, menampilkan wajah Marcel yang melambaikan tangan kepada Kai.

Kai dengan segera menenteng ranselnya dan masuk ke dalam mobil.

"Kai, kamu udah nunggu lama?" tanya Marcel setelah Kai duduk di sebelahnya.

"Nggak terlalu sih, Pa."

"Papa minta maaf, ya. Tadi ada beberapa berkas yang mesti Papa tandatangani, jadi Papa agak telat keluar dari kantornya."

"Iya nggak masalah, kok, Pa. Kai ngerti."

Marcel lantas mengelus puncak kepala Kai seraya tersenyum penuh bangga. Tidak ia sangka, bila putrinya ini sudah sedewasa ini.

"Kalau gitu, kita berangkat sekarang, ya."

Marcel lalu melajukan mobilnya, turut membelah jalan raya yang ramai karena jam pulang anak sekolah.

"Kita mau ketemu sama siapa sih, Pa?"

Sebetulnya, kemarin malam Kai sudah menanyakan hal serupa yang dibalas Marcel dengan jawaban, "Ada, deh."

Kai pikir, semakin dekat dengan waktu pertemuan, Marcel akan membocorkan siapa orang yang dimaksud. Atau, paling tidak memberikan sedikit clue. Namun, Marcel masih tetap dengan jawabannya kemarin malam. Mau tak mau, Kai hanya bisa duduk manis di dalam mobil hingga tiba di tujuan dan melihat langsung siapa orang yang akan mereka temui.

Mobil milik Marcel mulai memasuki area parkiran dari sebuah kafe. Sepertinya, kafe bernuansa minimalis yang didominasi warna putih gading itu baru dibuka. Sebab, masih ada beberapa papan bunga yang terpajang di depan kafe sebagai ucapan selamat atas hari pembukaan.

Dari beberapa papan bunga yang ada, Kai mendapati sebuah papan bunga yang menarik perhatiannya. Nama PT. Victoria Group tertulis di bagian bawah papan sebagai nama pengirim.

Apa mungkin pemilik kafe ini merupakan rekan kerja dari Marcel?

"Kai, kenapa diam aja? Ayo masuk," ajak Marcel.

Kai lantas mengekori Marcel dari belakang seraya mencoba menebak siapa pemilik kafe ini.

Setelah memesan minuman dan makanan berat—mengingat ini jam makan siang—, keduanya duduk di meja kosong yang terletak di dekat pintu bagian belakang kafe. Sepertinya, pintu itu terhubung ke area outdoor kafe ini.

Selagi menunggu pesanan mereka siap, Kai memandangi pintu kafe, berniat mengamati pelanggan yang baru masuk, dan menerka siapa orang yang kemungkinan akan bergabung ke meja mereka.

Namun, 5 menit berlalu, tidak ada orang yang menghampiri meja mereka.

"Hai, Marcel. Sorry telat, ada urusan sedikit di dalam."

Kai menoleh ke sebelah kiri, mendapati seorang wanita yang sepertinya datang dari ruangan pegawai kafe. Jika memang betul begitu, maka pemilik kafe ini ialah ...

"Tante Anisa?"

Ternyata, orang yang ingin Marcel pertemukan dengan Kai sekaligus pemilik kafe itu ialah Anisa. Wanita yang sempat Kai benci karena merupakan orang kedua di hubungan Marcel dan juga Mariam. Namun, itu dulu. Sebelum Kai mengetahui semua kebenarannya.

Barangkali, Anisa secara tidak langsung juga menjadi penyebab dari kepergian Mariam. Akan tetapi, ia tidak bisa sepenuhnya disalahkan, sama seperti Kai yang tidak bisa menyalahkan Marcel.

Lagi-lagi, Kai memilih untuk berdamai dan menganggap bahwa kepergian Mariam sudah menjadi takdir dari alur semesta.

Lagi pula, terlalu menyalahkan salah satu pihak juga tidak akan mengubah apa pun dari kenyataan itu. Kenyataan bahwa Sang Pencipta lebih menyayangi Mariam lebih dari yang Kai rasakan.

"Halo, Kai," sapa Anisa seraya memasang senyum. "Kayaknya, ini pertama kali kamu mau nyapa Tante. Terakhir kali kita ketemu, sepertinya kamu masih marah sama Tante, ya?"

"Iya, Tan. Sebelumnya, Kai minta maaf karena Kai baru tahu ceritanya dari Papa."

"It's okay, kok. Tante paham. Tapi, syukurlah jika kamu udah tahu cerita aslinya. Meski begitu, Tante tetap minta maaf. Harusnya waktu itu, Tante bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan untuk minta papa kamu nyembunyiin semua itu dari siapa pun."

"Ngomong-ngomong, kamu udah gede, ya. Sekarang udah kelas berapa?"

Perbincangan itu terus berlanjut hingga 2 jam mendatang. Dari perbincangan tersebut, Kai dapat melihat sisi Anisa yang lain. Dibandingkan saat pertama kali Kai melihat Anisa dengan kesan wanita jahat, ternyata wanita ini cukup baik. Kesan lain Kai terhadap Anisa adalah wanita ini cukup pekerja keras. Kafe yang baru dibuka dua hari yang lalu ini merupakan impian Anisa bersama sang suami.

Kai akui, dirinya cukup menikmati perbincangan dengan Anisa. Selain gaya bicara Anisa yang terkesan santai, Anisa juga. Sayangnya, perbincangan tersebut harus terhenti. Anisa yang memiliki janji lain harus pamit undur diri terlebih dahulu.

"Enjoy your time, ya Marcel, Kai," ucapnya lantas berlalu pergi.

Setelah Anisa pergi, Kai lantas melihat Marcel. "Pa, kenapa Papa nggak bilang dari awal kalau orang yang Papa mau ajak ketemu itu tante Anisa?"

"Papa takut kamu bakalan nolak kalau Papa bilang langsung, Kai."

Kai tidak bisa tidak membenarkan alasan itu. Sebab, situasi sebelumnya mungkin membuat Kai sedikit enggan bertemu dengan Anisa.

"Harus Papa akui, tante Anisa itu baik. Dia mau membantu Papa agar tidak terjebak sepenuhnya dalam penawaran mendiang ayahnya. Tapi ya ini kesalahan kami berdua, karena mama kamu sampai nggak tahu kebenaran tentang ini." Marcel meneguk kopi dalam cangkirnya yang tersisa sepertiga gelas, kemudian kembali bersuara.

"Sebenarnya, ada satu hal lagi yang Papa ingin bicarakan sama kamu, Kai. Apa kamu benar-benar ingin kuliah psikologi?"

Mendengar pertanyaan Marcel, Kai sedikit bingung. Kenapa tiba-tiba papanya itu membahas perihal jurusan kuliah?

"Iya, Pa. Kai serius mau kuliah psikologi."

"Kenapa, Kai?

"Karena Kai ingin bisa membantu orang-orang seperti mama, Pa. Kai ingin semua orang bisa hidup dengan sebaik-baiknya dan menghilangkan semua pikiran untuk mengakhiri hidup. Terlebih, ketika Kai tahu kalau mama punya riwayat depresi. Tekad Kai semakin bulat. Kai ingin membantu orang-orang dengan masalah kesehatan mental untuk sembuh, Pa."

Untuk jawaban yang diberikan Kai, Marcel merasa tidak bisa berkata-kata. Kehangatan menjalari hati pria itu. Rasanya, ia sudah melewatkan banyak momen bersama putrinya. Dari Kai yang masih duduk di bangku SD hingga Kai yang kini sudah dengan berani mengutarakan impiannya.

"Selama ini, mungkin kamu menganggap Papa sebagai orang tua yang membatasi mimpi kamu. Tapi, sebetulnya Papa punya alasan untuk itu. Tujuan Papa bersikeras ingin kamu meneruskan perusahaan karena Papa hanya nggak mau kamu berusaha terlalu keras untuk mengejar mimpi kamu. Selama ini, Papa udah buat kehidupan kamu sengsara. Dan, hanya dengan cara ini Papa menebus segalanya, Kai."

"Tapi,  Papa sekarang sadar. Papa nggak bisa terus-terusan mengekang impian kamu. Kejar impian kamu, Kai. Papa yakin kamu pasti bisa meraihnya. Papa akan selalu mendukung kamu."

Kalimat terakhir yang diucapkan Marcel membuat Kai merasa terharu. Ternyata, apa yang dipikiran Kai tentang Marcel yang selalu membatasi impiannya itu salah. Marcel memiliki alasan untuk itu. Sekali lagi, Kai merasa bersalah karena tidak pernah mencoba mencaritahu alasan Marcel.

Karena perbincangan itu, Kai semakin bertekad untuk mengejar impiannya. Namun, Kai juga berjanji kepada Marcel akan meneruskan perusahaan. Bagaimanapun juga Victoria Group merupakan hasil jerih payah dari Marcel yang memang sengaja diperuntukkan untuk Kai. Victoria Group, berasal dari nama yang sama dengan nama belakang Kai.

Maka, atas persetujuan Kai, beberapa hari setelahnya, pada rapat bulanan pemegang saham, Marcel secara resmi memperkenalkan Kai sebagai penerus dari Victoria Group di masa yang akan datang. Keputusan tersebut tentu mendapatkan dukungan dari para pemegang saham.

🌟

Author's Note :

Yeay, akhirnya Kai sudah bisa berdamai dengan semua orang yang pernah membuat dia marah dulu.

Mungkin nggak mudah untuk berada di titik ini. Karena, untuk bisa berdamai dengan keadaan, terkadang kita harus merasakan beberapa fase, seperti fase denial terlebih dahulu.

Semoga teman-teman yang memiliki amarah atau dendam di hatinya bisa segera berdamai dengan keadaan, ya.

See you next chapter!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro