Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02 - Katanya, Beruntung

Jika ada hari paling menyeramkan seantero jagat raya, maka hari Senin adalah jawabannya. Rupanya, kebenaran tersebut tidak hanya berlaku di kebanyakan orang, namun juga berlaku bagi semua murid 11 IPA 1.

Bagaimana tidak, jika jadwal pelajaran pada hari ini benar-benar mematikan. Jam pelajaran pertama dipotong karena upacara bendera, jam kedua dan ketiga fisika, dilanjutkan pada jam keempat dan kelima setelah istirahat pertama pada pelajaran matematika, serta diakhiri pelajaran keenam dan ketujuh oleh kimia.

Benar-benar tidak ada kesempatan untuk sekadar me-refresh otak dari rumus-rumus yang memuakkan.

Semua murid selalu mengeluh untuk hari pertama pembuka minggu yang baru tersebut, kecuali Kai yang barangkali sudah terbiasa hidup berdampingan dengan pelajaran-pelajaran tersebut.

Jika pelajaran fisika diampu oleh guru muda nan killer, maka matematika sebaliknya. Guru yang mengajar sudah cukup berumur.  Rumornya, akan pensiun dalam beberapa tahun ke depan. Pak Bambang tidak killer. Meski begitu, matematika tetaplah menyeramkan di tangan beliau.

Saat mengajar, beliau tidak banyak berbicara. Masuk ke kelas, menuliskan rumus di papan tulis, memberikan waktu untuk mencatat, menjelaskan 5 menit, lantas meminta beberapa murid untuk maju ke depan guna menjawab soal. Dilanjutkan dengan latihan soal yang diambil dari buku paket dengan tebal 300 halaman.

Siklusnya selalu begitu, hingga semua murid harus menyiapkan mental yang kuat sebelum ditunjuk oleh Pak Bambang.

Beruntung, dari sekian jumlah murid di kelas IPA 1, ada Kai yang menjadi penyelamat ketika teman-teman di kelasnya menyerah untuk menjawab soal.

"Kai, bagi tips pintar em te ka, dong," bisik Sana, teman sebangku Kai sejak berada di kelas 10.

Berbeda dengan Kai, gadis dengan rambut sebahu itu selalu angkat tangan jika berurusan dengan pelajaran yang berbau matematika dan rumus. Namun, gadis tersebut sering mendapatkan nilai sempurna dalam pelajaran bahasa.

Mendengar bisikan Sana, Kai menuliskan sesuatu di sticky notes, merobeknya, lantas memberikan kepada Sana.

Sana menerima sticky notes itu dengan perasaan senang, sebelum kedua bola matanya resmi melihat apa yang dituliskan Kai.

Tips cepat pintar MTK.
1) Tuliskan rumus-rumus MTK di selembar kertas.
2) Bakar kertas dengan menggunakan gelas sebagai wadah.
3) Tuang air mineral sebanyak 100ml, kemudian larutkan abu kertas.
4) Minum setiap bulan purnama.

Sana memutar bola matanya, merasa menyesal sudah antusias menerima tips dari Kai. Sementara itu, Kai berusaha mengulum senyumnya.

Kai kembali menyodorkan sebuah sticky notes kepada Sana.

Bercanda, San. Jangan marah.
Kalau kamu mau belajar, kabari aja. Nanti kita belajar bareng.

Sana tersenyum membaca tulisan itu, lantas kembali berisik pada Kai. "Beneran, Kai?"

Kai hanya menganggukkan kepala, namun Sana senang bukan main.

"Otewe say goodbye to nilai merah matematika."

🌟

Sesuai dengan kesepakatan Kai dan Sana, mereka akan belajar bersama di hari Minggu, tepatnya di rumah Kai. Awalnya, Kai menyarankan untuk belajar di kafe. Akan tetapi, Sana yang belum pernah ke rumah Kai membujuk Kai untuk belajar di rumah gadis itu saja. Dengan beberapa pertimbangan, Kai menyetujuinya.

Seingat Kai, kesepakatan mereka adalah pada jam 4 sore. Namun, jarum jam baru menunjukkan ke angka 3 saat Sana menekan bel rumah Kai.

"Ini kali pertama aku ke rumah kamu setelah kita setahun berteman. Lagian, aku sengaja datang lebih awal, biar bisa lebih banyak rumus yang kita pelajari," ujar Sana memberi penjelasan ketika Kai bertanya.

"Rumah kamu besar banget, ya, Kai," ucap Sana seraya berjalan mengekori Kai menuju kamar Kai, tempat mereka akan belajar. Sebelum itu, Kai sudah meminta Bi Tuti agar membuatkan minuman serta menyiapkan cemilan untuk mereka berdua.

"Bahkan, kamar kamu aja seluas ini. Kalau aku jadi kamu pasti aku betah banget di kamar terus-menerus."

Sana terus berkomentar mengenai rumah Kai, sedangkan Kai hanya menanggapinya dengan senyuman.

Ini pertama kalinya Kai menerima kedatangan temannya ke rumah. Sebab, Kai lebih suka mengerjakan segala tugas belajar di luar daripada di rumahnya sendiri.

Pintu kamar Kai terbuka, menampilkan Bi Tuti dengan nampan berisikan 2 gelas minuman dan beberapa potong kue di atasnya.

"Silakan dicicipi, Temannya Non Anna," ucap Bi Tuti seraya meletakkan isi nampan ke atas meja. Anna merupakan panggilan khusus dari Bi Tuti kepada Kai. Panggilan tersebut mengingatkan Bi Tuti kepada mendiang anaknya yang juga bernama Anna.

"Terima kasih, Bibi," sahut Sana.

"Terima kasih banyak, Bi Tuti."

"Iya, sama-sama, Non. Kalau begitu, Bibi ke belakang dulu."

Bi Tuti pamit dari kamar Kai dan kembali menutup pintu ruangan berpendingin tersebut.

"Cobain kuenya, Sana. Itu buatan bi Tuti," ujar Kai.

"Oke, Kai." Sana mengambil sepotong kue brownies yang ada di atas piring, lantas mengacungkan jempol. "Ini enak banget. Kuenya lembut. Kamu beruntung banget bisa cobain kue buatan bi Tuti kapanpun kamu mau kalau kayak gini caranya," puji Sana yang membuat Kai tersenyum kecil.

"Ya udah, kita mulai belajarnya aja, ya. Coba kamu tunjukin rumus mana yang kamu kurang paham."

"Semuanya," jawab Sana menyengir.

"Kalau gitu, kita ulang sedikit dari bab 1 dulu, ya. Soalnya materi dalam matematika itu saling berkaitan. Kalau kamu kurang menguasai materi sebelumnya, kamu bakal kesulitan untuk materi lanjutan."

Kai mengambil selembar kertas HVS dan menuliskan beberapa rumus yang ada di bab pertama.

"Ini ...." Kalimat Kai terpotong kala pintu kamarnya kembali terbuka. Kali ini bukan Bi Tuti, melainkan papanya.

"Eh, ada temannya Kai, ya."

Sana buru-buru berdiri dan menyalami Marcel. "Saya Sana, Om. Temannya Kai."

"Saya Marcel, papanya Kai. Lagi belajar bareng, ya?" tanya Marcel.

Sana mengangguk cepat. "Iya, Om."

"Ya sudah, silakan dilanjut belajarnya, ya."

Pintu kembali tertutup. Sana segera menghampiri Kai dan berbisik kecil. "Itu serius papa kamu? Masih muda banget kelihatannya. Terus, kayaknya ramah."

Kai mengangguk kecil mendengar komentar Sana.

"Hidup kamu kayaknya beruntung banget, ya, Kai. Kamu punya otak yang jenius, rumah yang mewah, bibi yang jago buat kue, terus papa yang baik dan ramah. Komplit banget, deh," puji Sana.

"Enggak gitu, deh. Kamu terlalu melebih-lebihkan."

"Enggak melebihkan tahu! Eh, iya. Dilihat-lihat nih, ya, om Marcel pasti tipikal orangtua yang sayang anak dan mengikuti semua kemauan anak. Iya nggak, Kai? Tebakan aku pasti enggak salah."

Kai tersenyum tipis mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan Sana. Sayang anak? Mengikuti semua kemauan anak? Kai rasa, tebakan itu salah besar.

"Jadi, kita mau belajar atau mau bahas papa aku, nih?"

"Eh, iya-iya. Belajar dong!"

🌟

"Gak terasa ya kita belajarnya. Udah jam 7 malam aja. Untung tadi aku datangnya lebih awal. Jadi, menambah waktu satu jam lebih lama," kata Sana yang tengah membereskan peralatan belajarnya ke dalam tas.

"Eh iya, Kai, soal aku yang naksir sama cowok, diam-diam aja, ya. Aku malu kalau misalnya ketahuan sama orangnya," lanjut Sana.

"Kamu aja enggak ngasi tahu siapa orangnya, San. Gimana bisa ketahuan sama orangnya," balas Kai.

Sana terkekeh kecil. "Iya juga, sih. Tapi, pokoknya ada deh. Cowoknya idaman banget, hehe. Kalau kamu lihat dia, pasti kamu juga bakal naksir!"

Kai tersenyum seraya menggelengkan kepala. Di tengah-tengah acara belajar mereka tadi, Sana bercerita bahwa dirinya tengah menyukai seorang teman sekolahnya. Namun, Sana hanya menceritakan ciri-cirinya secara umum, tanpa membeberkan siapa nama orang yang dia sukai.

"Ayo, aku antar kamu ke depan."

"Eh, aku belum pamit pulang sama papa kamu, Kai."

"Enggak perlu, San. Lagian, papa pasti lagi sibuk di ruangan kerjanya."

"Malam gini, papa kamu masih kerja? Benar-benar gila kerja papa kamu. Keren!"

Mengabaikan kalimat Sana, Kai beralih bertanya. "Kamu pulang sama siapa, San?"

"Aku udah pesan ojol. Bentar lagi abangnya sampai. Kalau gitu, aku pulang duluan ya, Kai. Dadah."

Kai melambaikan tangan pada Sana yang perlahan berjalan menjauh. "Dah."

Setelah Sana bertemu dengan abang ojolnya, Kai lantas masuk ke dalam rumah dan disambut dengan Marcel yang entah sejak kapan berdiri di sana.

"Teman kamu sudah pulang, Kai?"

"Udah, Pa," jawab Kai singkat lalu berjalan melewati Marcel.

"Sebentar, Kai. Ada yang ingin Papa bicarakan sama kamu."

Kai menghentikan langkahnya, lalu membalikkan tubuh, berujar dengan wajah datar. "Papa mau ngomong apa?"

🌟

Author's note :

Huu, seremm. Gak kebayang deh, ya kalau berada di kelas 11 IPA 1. Kayaknya, belum apa-apa udah meninggoy duluan liatin jadwal yang penuh dengan aura-aura kematian itu!

Pliss, Kai, bukan cuma Sana yang butuh tips pinter em te ka, kita semua juga mawuuu! Hahaha

See you next chapter, Man teman!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro