Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01 - Pertemuan Pertama?

Upacara bendera Senin ini sepertinya akan berbeda dengan minggu-minggu sebelumnya. Jika biasanya posisi pembina upacara akan diisi oleh wali kelas dari kelas petugas, maka hari ini posisi tersebut diisi oleh kepala SMA Perdana Khatulistiwa, Pak Januar.

Hanya ada dua kemungkinan Pak Januar naik sebagai pembina upacara. Pertama, apabila upacara bendera bertepatan dengan hari kebangsaan atau hari penting lainnya. Kedua, apabila salah satu murid berhasil membawa pulang kemenangan bagi sekolah.

Hari ini tidak bertepatan dengan hari penting mana pun, maka jelas tujuan Pak Januar menjadi pembina adalah karena alasan kedua.

Seluruh murid di lapangan sudah berbisik-bisik, menebak kali ini prestasi apalagi yang dibawa pulang untuk sekolah. Sebab, rasanya, SMA Perdana Khatulistiwa sudah terlalu banyak membawa pulang kemenangan.

"Selamat pagi dan salam sejahtera murid-murid Perdana sekalian," sapa Pak Januar yang mendapat jawaban serentak dari ratusan muridnya.

"Tentu kalian sudah tidak asing lagi jika Bapak yang menjadi pembina upacara pada pagi hari ini. Tanpa banyak berbasa-basi, Bapak ingin mengumumkan suatu prestasi yang begitu membanggakan sepanjang sejarah SMA Perdana Khatulistiwa."

Senyuman Pak Januar tidak luntur sedari awal ia berdiri di hadapan murid didikannya.

"Jika tahun lalu, sekolah pernah mendapatkan juara 2 olimpiade matematika tingkat nasional, maka pada kesempatan yang berbahagia ini, Bapak ingin mengumumkan bahwa SMA kita berhasil menduduki juara 1 olimpiade matematika tingkat nasional!"

Lapangan yang awalnya hening karena menantikan pengumuman dari kepala sekolah kini menjadi riuh akan suara tepuk tangan.

"Dan, semua itu berkat kerja keras dan usaha dari salah seorang murid berprestasi Perdana. Silakan maju ke depan, Kaianna Victoria."

Gadis yang namanya disebut menyunggingkan senyum sesaat, sebelum teman-teman sekelas mendorongnya—dengan perlahan—untuk maju ke depan.

Sudah bukan hal asing lagi di bidang akademik, jika Kaianna Victoria kembali merebut kemenangan untuk sekolah. Kaianna atau akrab disapa Kai adalah definisi otak komputer yang sesungguhnya. Si jenius yang setiap semester membawa nama baik bagi sekolah.

"Selamat, Kaianna," ujar Pak Januar memberi selamat kepada salah seorang murid kebanggaannya.

"Terima kasih, Pak."

Kegiatan berikutnya adalah penyerahan secara simbolis piala dari Pak Januar kepada Kai, serta medali yang dikalungkan ke leher Kai. Setelahnya, kepala sekolah beserta jajaran guru berfoto bersama dengan Kai.

"Sebelum kembali ke barisan, silakan Kaianna untuk menyampaikan sepatah dua patah kata terlebih dahulu. Barangkali, ada yang ingin kamu sampaikan. Lihat, banyak fans kamu di situ." Pak Januar berkelakar, seraya menunjuk ke barisan kelas 11 IPA 1, kelas Kai.

Gadis dengan rambut panjang yang selalu dikuncir itu tersenyum kecil seraya menerima mikrofon dari Pak Januar.

"Pertama-tama, saya ingin memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena, saya diberikan kesempatan untuk membawa pulang kemenangan ini untuk sekolah. Saya juga ingin berterimakasih kepada Bapak kepala sekolah beserta jajaran guru yang sudah banyak memberikan dukungan kepada saya. Tentu, saya tidak akan berada di sini tanpa didikan mereka semua. Lalu, saya juga ingin berterimakasih kepada teman-teman kelas saya, IPA 1," Kai mengangkat sebelah tangan untuk melambai ke arah kelasnya, "yang tetap berteman baik dengan saya meski saya jarang masuk ke kelas karena mengikuti bimbingan olimpiade. Terima kasih semuanya."

Kai mengakhiri kalimatnya, lantas mengembalikan mikrofon tersebut kepada Pak Januar.

"Bagaimana perasaan kamu ketika mengetahui kamu menjadi orang nomor 1 di olimpiade kemarin, Kaianna? Barangkali, kamu bisa membagikannya kepada murid-murid lain agar termotivasi."

Kai kembali menerima mikrofon dari Pak Januar.

"Tentu saya merasa senang. Tapi, saya tidak ingin menjadikan rasa senang ini sebagai rasa puas saya dalam belajar. Saya akan terus belajar dan saya harap kita semua bisa berkembang bersama."

"Sebuah pernyataan yang luar biasa, Kaianna.  Apakah bisa dibilang pernyataan itu yang menjadi pedoman kamu selama ini?"

Kaianna menganggukkan kepala. "Iya, karena saya percaya, kegagalan bukanlah musuh utama yang membuat kita berhenti, tapi rasa mudah puas yang membuat kita merasa cukup dan memilih berhenti."

"Kita berikan tepuk tangan sekali lagi untuk Kaianna," seru Pak Januar diiringi suara tepuk tangan yang mengudara.

"Baik, Kaianna, silakan kembali ke barisan."

Upacara kembali dilanjutkan dengan menyanyikan salah satu lagu wajib nasional, mars sekolah, dan berdoa.

🌟

Kehadiran Kai ke dalam kelas disambut dengan pujian dari teman-teman sekelasnya. Bahkan, banyak dari mereka yang meletakkan beberapa cemilan kecil di atas meja Kai sebagai bentuk apresiasi.

"Aku gak nyangka bisa satu kelas sama si nomor satu olimpiade nasional."

"Sama aku juga."

"Ini mesti diceritain ke sepupu aku, pasti mereka cemburu karena aku sekelas sama orang jenius."

"Kai, kayaknya habis ini kamu harus bikin konten reels, a day in my life as si juara satu olimpiade matematika nasional, deh."

"Bener tuh bener. Aku pasti bakalan jadi orang pertama yang nonton. Terus, nanti aku bakal share ke teman-teman SMP dulu."

Kai yang mendengar semua celotehan tersebut hanya bisa tertawa tiada henti. Teman-teman sekelasnya memang selalu begini jika ada salah satu di antaranya yang membawa pulang prestasi. Seperti saat Hendro dan geng yang membawa pulang prestasi di turnamen futsal. Satu kelas kompak memberikan kejutan pada Hendro dengan menghias kelas dengan penuh foto Hendro saat berada di lapangan.

Padahal, kalau dipikir-pikir, Kai jarang ada di kelas apabila sudah memasuki waktu persiapan olimpiade. Namun, mereka tetap sekompak ini untuk membuatnya bahagia.

"Terima kasih banyak, Teman-teman. Sebetulnya, enggak perlu repot-repot belikan banyak cemilan kayak gini. Aku jadi bingung gimana habisinnya nanti," kata Kai berlagak pusing.

"Tenang, Kai, kalau gak habis, nanti dibantu sama Tino," sahut Andre, si ketua kelas.

"Nah, betul tuh! Sini biar aku bantu." Tino menyetujui.

"Yeee, awas aja kalau berani habisin, ini semua itu untuk Kai yang otaknya habis berperang bersama rumus matematika!"

"Nah, betul. Kalau aku jadi Kai, pasti otak ini udah keluar asap saking enggak kuat ngelihat em te ka."

"Berarti kalau ketemu fisika, enggak bakal berasap dong, ya?"

Mendengar suara tersebut, sontak semua murid berlarian menuju meja masing-masing dan duduk dengan rapi.

Yang baru saja bersuara itu adalah Bu Feli, guru muda yang sayangnya cukup killer di seantero sekolah. Tidak cukup dengan hal itu, Bu Feli juga mengampu mata pelajaran fisika. Mata pelajaran paling mematikan setelah matematika.

"Ketua kelas, siapkan."

"SIAP! Beri salam."

"Selamat pagi, Bu Guru."

"Silakan duduk. Siapkan selembar kertas, kita kuis."

Dan, satu hal lagi yang tidak luput dari guru fisika tersebut. Kuis mendadak mematikannya.

🌟

Setelah diberitahu oleh teman berbeda kelasnya bahwa dirinya dipanggil oleh Pak Januar, Kai segera bergegas menuju ruangan kepala sekolah yang berada di sebelah kantor guru. Di sana, Pak Januar duduk di kursi goyangnya seraya tersenyum menyambut Kai.

"Bapak memanggil saya?" tanya Kai.

"Iya, silakan duduk, Kai."

Kai mengangguk, lantas mendaratkan tubuhnya di kursi yang berseberangan dengan kepala sekolah.

"Baru-baru ini sekolah mengeluarkan keputusan bahwa akan memberikan uang apresiasi kepada setiap murid yang berhasil membawa pulang prestasi bagi sekolah, di luar uang olimpiade yang diterima oleh murid itu sendiri. Maka, itu tujuan Bapak memanggil kamu kemari, untuk memberikan kamu ini. Silakan diterima,," ujar Pak Januar sembari menyerahkan amplop berwarna putih.

Kai menatap amplop itu sesaat, sebelum menerimanya. "Terima kasih banyak, Pak."

"Uang apresiasi ini diberikan untuk memberikan motivasi dan semangat kepada para murid untuk lebih bisa berprestasi kedepannya. Dengan harapan, prestasi yang dibawa pulang kali ini tidak serta-merta menciptakan kepuasan lantas berhenti, seperti kalimat singkat yang kamu berikan tadi pagi saat upacara. Jadi, Bapak harap, kamu bisa memberikan teladan dan contoh kepada teman-teman kamu untuk bisa mengikuti jejak kamu. Siap, Kaianna?"

Kai mengangguk kecil, "Siap, Pak. Saya akan berusaha."

Pak Januar tersenyum melihat murid kebanggaannya ini. Bukan sekali dua kali, Kai menyumbangkan prestasi bagi sekolah. Saat duduk di kelas 10, Kai sudah berhasil menyumbangkan 4 prestasi di bidang akademik, 3 di antaranya bertingkat provinsi dan 1 bertingkat nasional. Tidak hanya itu, bahkan saat di SMP dulu, Kai sudah mendapatkan cukup banyak kejuaraan di bidang akademik.

"Kaianna, apakah kamu sudah memiliki target selesai masa SMA ini?"

Pertanyaan Pak Januar cukup membuat Kai kaget. Karena, biasanya guru-guru hanya akan bertanya demikian kepada murid yang sudah duduk di bangku kelas tiga. Walau begitu, Kai tentu tidak kesulitan menjawabnya. Sebab, ia sudah mempunyai target sejak jauh hari.

"Saya ingin melanjutkan studi ke jurusan psikologi, Pak."

"Psikologi? Itu bagus. Dengan prestasi yang sudah kamu dapatkan selama ini, tentu kamu tidak akan kesulitan untuk masuk ke jurusan dan juga universitas yang kamu inginkan."

"Amin, terima kasih, Pak."

"Baik, kalau begitu, kamu boleh kembali untuk beristirahat."

"Saya izin pamit, Pak."

Sebelum keluar dari ruangan, Kai terlebih dahulu menyalami Pak Januar dan juga memasukkan amplop tadi di saku rok abunya.

Saat keluar dari ruangan, Kai berpapasan dengan seorang laki-laki yang kini berhenti tepat di depannya.

Laki-laki dengan potongan comma hair itu tersenyum, lantas berbicara kepada Kai. "Hai, Kaianna. Selamat untuk prestasinya. Juga, untuk kata-kata kamu di lapangan tadi. Kamu keren."

Kai yang tidak mengenal lelaki itu tetap memasang senyum ramah. "Terima kasih."

"Oh iya, pasti kamu gak kenal aku." Lelaki tersebut mengulurkan tangannya, "Aku Sean. Sean Arka Galileo. 11 IPS 1. Salam kenal."

Tanpa ragu, Kai menerima uluran tangan itu. "Kai—"

"Kaianna Victoria," sambung Sean cepat. "Kamu enggak perlu repot-repot memperkenalkan diri. Siapa yang nggak kenal kamu?" ujarnya tertawa kecil.

Lagi, Kai membalasnya dengan tersenyum. "Kalau gitu, aku duluan ya, Sean. Mau ke kelas."

"Oke. Semoga kita bertemu lagi, Kaianna."

🌟

Author's Note :

Etciee, Kai diajak kenalan sama Sean. Gimana perasaannya? Degdegan tidaksss?

Kalau author jadi Kai sih pastinya deg-deg serrrr!! Apalagi kalau ketemu sama cowok yang gantengnya setara oppa-oppa Korea. Beh, itu sih langsung istirahat di tempat, alias pingsan! Hahaha

Anyway, gimana bab 1 nya? Oke gak okee gakk? Hehe. Semoga pada suka yahh.

Okedeh, see you next chapter, Guys!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro