─➛✎﹏ || Flaw
❊ᬼ Strelica Project ❊ᬼ
Obi x Female Readers.
© Sorata Akizuki.
Love Story by Ann.
Enjoy, guys.
.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
“Obiiiii~!”
Pria dengan rambut hitam pendek menolehkan kepala. Melihat ke arah seorang gadis dengan gaun cantik kerajaan yang berkibar karena berlari ke arahnya.
“Ya, Nona.” Senyuman lantas si pria sunggingkan kala gadis itu berhenti tepat di depannya.
“Kamu di sini lagi? Kamu tidak bosan, ya, Obi?”
Namanya adalah Obi. Tanpa marga. Hanya itu. Mantan pembunuh bayaran yang sering berganti-ganti tuan sebab tidak ada sesuatu yang mengikatnya untuk menjadi pengikut setia. Itu dulu. Sekarang, dia adalah salah satu pengawal di sebuah kerajaan besar. Menjaga seorang putri di tempat ini.
“Tidak. Nona sendiri kenapa ke sini?” Obi meletakkan kedua tangan ke belakang kepala. Berbicara santai pada orang yang lebih muda dari dia meski gadis itu adalah seorang putri.
“Aku datang untuk mengunjungimu.”
Ia adalah [Name]. Seorang putri kerajaan besar ternama. Periang dan cerdas adalah dirinya meski kadang teledor dan pelupa. Ia tidak begitu menyukai yang namanya kehormatan. Karena itu, dia mencoba berbaur dengan orang lain bahkan kalangan bawah. Berteman dengan mereka semua. Makanya, Obi bersifat santai-santai saja saat bersamanya.
“Nona lagi bosan, ya? Mau memainkan sesuatu?” Obi membungkukkan tubuh. Mengikis jarak antara ia dan [Name]. Wajahnya tepat ada di depan sang gadis. Hanya beberapa senti saja sampai hidung mereka berdua saling bersentuhan.
“Boleh!!”
Si pria menegakkan tubuhnya. Kemudian, mengapit dagu–memasang tampang berpikir. “Bagaimana kalau memanah? Bidikan Nona masih belum sempurna ‘kan?”
“Eh ... masih belum, ya?”
“Ya. Nona harus menyempurnakan itu. Lalu, aku akan mengajarkanmu cara menggunakan pisau.”
“Aku tahu cara menggunakan pisau, Obi.”
“... Bukan pisau dapur, Nona.”
“Hehe~”
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
“Lihat bidikan dengan baik. Tarik tangan Nona, lalu lepaskan panahnya.”
Obi memberikan instruksi seraya menyentuh tangan mungil [Name] untuk mengarahkan anak panah ke arah yang tepat agar gadis di depannya ini paham dengan maksudnya. Meski ini bukan yang pertama kali, si pria sering melihat [Name] masih salah bidik bahkan keluar dari papan berbentuk lingkaran.
“Lepas!” pinta Obi. Netra dengan pupil mata vertikal miliknya dengan tajam melihat ke arah anak panah yang melayang. Kemudian, tertancap pada titik merah di tengah-tengah papan bidikan.
“Waah~” Obi bertepuk tangan sembari melihat [Name] yang mengangkat kedua tangannya ke atas seraya tersenyum lebar.
“Aku berhasil!!” ucap sang gadis.
Kedua tangan Obi lantas digenggam oleh tangan mungil. [Name] mengangkat kedua tangannya sampai ke depan dada seraya menatapnya dengan pandangan bercahaya yang sangat terang. Hingga membuat Obi tertegun menatap mata yang memancarkan binar kesenangan. Disusul rona merah tipis yang perlahan menghiasi wajah.
Suara detakan jantung kian berdetak kencang hingga terdengar sampai ke pendengarannya. Si pria lantas mengalihkan pandangan ke arah lain. Tidak menatap sang gadis lebih dari ini. Jika tidak. Itu akan berdampak bagi dirinya sendiri. Perasaan yang ia rasakan sekarang tidak boleh tenggelam jauh lebih dari ini.
Ia jatuh hati pada [Name].
Entah sejak kapan. Obi tak tahu. Mereka sudah bersama selama dua tahun. Dekat sebagai teman juga pengawal dan tuannya. Namun, selama kebersamaan itu, Obi tanpa sadar mulai melihat [Name] sebagai seorang gadis. Bukan sebagai Nonanya. Ia tahu ini salah. Makanya, sebisa mungkin dia tidak jatuh hati semakin dalam.
Sebab ... Obi hanya seorang pengawal.
“Ne ... Obi.”
Obi membeku kala suara yang menahan getar terdengar mengalun sampai ke telinganya. Netra layaknya kucing itu melirik ke arah [Name] yang tampak menundukkan kepala. Si pria mendapati wajah sang gadis bersemu merah. Dengan kedua mata yang bergetar entah karena apa. Pandangan Obi perlahan berubah menajam. Tampak dingin. Setelah sadar apa maksud dari tatapan itu.
“Iya, Nona~?” balas Obi. Nadanya terdengar ceria. Disusul dengan senyuman ramah yang sebisa mungkin ia tunjukkan.
“Itu ... ada sesuatu yang mau kukatakan padamu.”
Lengkungan bibir menghilang dari wajah Obi. Ia menatap [Name] cukup dingin. Memerhatikan si gadis yang kini gelagapan. Mata indah berwarna hitam keabuan itupun menatap sekitaran dengan acak. Si pria mengembuskan napas. Perlahan, ekspresinya berubah. Melunak. Menatap [Name] dengan lembut.
“Kurasa Nona harus pergi sekarang. Tuan besar pasti mencarimu ‘kan?”
“Eh, tapi—”
“Aku juga punya urusan yang penting,” potong Obi dengan cepat. Ia melambaikan tangan. Kemudian, segera pergi dari sana dengan cepat.
Ah ... sial.
Obi melompat dari batang pohon satu ke batang lainnya. Setelah semua kemampuan yang ia latih selama menjalankan misi. Tubuhnya jadi lebih mudah digerakkan. Dia keluar dari area hutan kerajaan. Obi meloncat turun ke atas rerumputan luas. Tempat para prajurit kerajaan ini berlatih dengan giat. Namun, kali ini tak ada seorang pun yang latihan. Mungkin karena para pengawal itu sedang berjaga menunggu tamu dari kerajaan lain yang akan datang ke istana ini.
Si pria mendudukkan diri di atas rumput. Pandangan melihat ke atas. Menatap langit cerah yang cukup membakar kulit. Obi berbohong pada [Name]. Jadwalnya kosong hari ini. Dia diberi cuti oleh sang Raja sebagai apresiasi karena telah menjaga [Name] dengan sangat baik. Alasan sebenar ia pergi dari sana karena ingin menjauh dari sang gadis. Obi tak tahan bila harus menatap pandangan yang dilayangkan [Name] padanya.
Gadis itu juga menyukainya.
“Sial ...!”
Jujur saja. Obi senang menyadari itu. Setidaknya, perasaannya dibalas. Namun, keadaan mereka tak mendukung. Sebagai seorang putri kerajaan. Apalagi satu-satunya. Jelas [Name] mendapat perlakuan ketat. Apalagi dalam hal hubungan kasih. Obi tahu itu. Makanya, menjalin hubungan dengan gadis itu akan membawa masalah besar.
Ia juga tahu. [Name] sudah dijodohkan. Karena itu tamu dari kerajaan lain akan datang ke tempat ini. Untuk membahas perihal pernikahan [Name] dengan pria yang tidak diketahui namanya.
“Obi!!”
Si pria tersentak. Lantas membalikkan tubuh ke arah belakang. Netra layaknya kucing itu melebar. Mendapati sang gadis berdiri agak jauh darinya. Dengan keringat yang bercucuran pada kulitnya yang putih layaknya salju, serta napas yang tak beraturan. Pandangan mata gadis itu tampak berkaca-kaca. Membuat Obi perlahan menatap datar. Ia melihat dengan tatapan datar, [Name] yang berlari ke arahnya. Kemudian, duduk tepat di belakangnya.
“Obi ....”
“Ada sesuatu yang anda perlukan, Nona?” Obi tersenyum ramah.
“Itu ... anu—”
Obi memandangi wajah cantik [Name] yang perlahan kembali bersemu. Meski begitu, kedua matanya masih berkaca-kaca. Bahkan suaranya terdengar bergetar. Mungkin sedang menahan tangis. “Aku tahu,” ucap Obi. Dia tersenyum kecil.
“Eh?”
“Nona ... kau tahu kita tidak bisa bersama.” Obi mengalihkan pandangan. Tatapan mata tampak malas.
“Kamu ... sejak kapan menyadarinya?” Mata [Name] terlihat bergetar.
“Entahlah. Aku juga tidak tahu kapan melihatmu sebagai seorang gadis.” Obi menutup kedua mata.
“Aku tidak mau menikah dengan orang lain.”
“Meski begitu tetap harus, Nona.”
“Apa ... kau tidak bisa membawaku pergi dari sini?” [Name] menatap. Berharap Obi menyetujui ucapannya.
“... Tidak.”
Si gadis menggigit bibir bawah. “Kenapa?” tanyanya.
“Aku tidak bisa membawamu ke dunia luar. Di sana ... lebih kejam dari apa yang kau dapat dari tempat ini. Dunia itu luas. Tidak semua memiliki tempat yang indah. Perampok liar berkeliaran demi mendapatkan keuntungan mereka sendiri. Orang-orang saling membunuh dan berkelahi.
“... Meski kau bilang aku bisa menjagamu dengan baik. Lebih baik singkirkan pikiran itu. Kabur dari tempat ini dan meninggalkan semuanya juga bukan keputusan yang bagus. Aku yakin, kau tidak akan mau meninggalkan Ayahmu di sini.” Obi melirik. Mendapati [Name] menunduk dalam. Bahu gadis itu tampak bergetar. Suara tangisan kecil mulai terdengar. Perlahan ... raut wajah Obi juga mulai melunak.
“Aku mencintaimu ... [Name].”
Kedua tangan mungil langsung melingkar di lehernya. Disusul dengan kehangatan yang perlahan menjalar dalam dirinya. Bahunya agak basah. [Name] menangis di pundaknya. Tangan Obi terangkat mengelus-elusi surai indah milik sang gadis dengan lembut.
“Aku juga ... Obi.” Suaranya terdengar parau.
Obi melepas pelukan. Jempolnya bergerak menghapus air mata milik [Name] yang masih sesenggukan. Lantas, atensinya teralihkan pada bibir mungil milik si gadis. Ibu jarinya tanpa sadar bergerak mengelusnya dengan lembut. Obi perlahan mengikis jarak. Memajukan wajahnya hingga hidung mereka saling bersentuhan. Dan saat kedua bibir hampir saling menyatu. Obi menghentikan gerakan. Diam membeku dalam posisinya. Merasakan deru napas sang gadis yang terasa hangat. Seraya menarik diri dari sang gadis.
Ah ... benar juga. Aku tidak bisa melakukannya, batin Obi seraya terkekeh. Namun, itu terdengar seperti menahan rasa sakit.
“Obi ....” Tangan [Name] terangkat. Menyentuh pipi dan mengelusnya. Membuat Obi menutup mata seraya menikmati kelembutan sang gadis.
“Berbahagialah, [Name]. Untuk dirimu sendiri.”
Si gadis menggigit bibir bawahnya. Napasnya terasa sesak. Ia kembali menahan tangis yang hampir keluar. Namun, perlahan ia menunjukkan sebuah senyuman hingga kedua mata tertutup. Dengan tetes air mata yang jatuh dari ujung mata sang gadis.
“Kamu juga, ya?”
Obi membalas senyumannya. Mereka kembali berpelukan. Saling berbagi kehangatan untuk yang terakhir kalinya.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
Suasana pernikahan terasa. Suara sorakan gembira dan alat musik yang dimainkan terdengar memenuhi area istana yang ramai oleh rakyat. Hari pernikahan [Name] dengan pria dari kerajaan sebelah. Berinisial GS.
Obi memandang dari jauh. Melihat [Name] yang kini saling berciuman dengan pria yang telah menjadi suaminya. Senyuman bahagia mereka berdua sunggingkan. Obi menutup mata seraya tersenyum. Meski begitu, ia sedang menahan perasaan sesak.
‘Bahagia, ya ...?’ batinnya. Ia membuka mata. Tepat saat itu ... netra kucingnya bersirobok dengan manik milik sang gadis. Jantungnya kembali berpacu.
Di bawah sana. [Name] memandangi selama beberapa saat dengan pandangan sedih. Lantas, ia tersenyum. Mengukir lengkungan indah yang manis.
Hingga membuat Obi menahan napasnya.
“Aah, tak apa. Aku bisa melupakan ini.” Obi memalingkan tubuh. Membelakangi [Name].
Tangannya terangkat menyentuh dada. Meremas pakaian yang ia kenakan. Perasaan sesak kian memenuhinya. Membuatnya agak sulit untuk bernapas. Disusul ... satu air mata yang jatuh dari pipi kanannya.
“Semoga bahagia ....”
Cinta itu memang indah. Namun, tak selalunya. Ada cinta yang terkutuk. Cinta yang tak terbalaskan. Cinta pada hal yang mustahil. Dan ... cinta yang sebenarnya ditakdirkan untuk saling membalas, tapi tidak bisa bersama dan memiliki.
.
.
.
❛Meski saling mencintai ... kita tidak ditakdirkan untuk bersama.❜
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro