Mantan Mantan Mantan Pacar
Kemarin malam, pacarku menelepon. Aku yang sedang menyelesaikan naskahku dengan senang hati menerima panggilannya. Kupikir dia menelepon karena tak kuasa menahan rindu padaku yang cantik ini. Awalnya kuingin beritahu dia, naskahku hampir selesai jadi kita bisa pergi berkencan akhir pekan nanti. Tetapi tidak jadi, sebab pacarku langsung bilang: "Kita putus saja ya—"
Hah? Apa? Kenapa? Aku ingin membalas, namun panggilan dimatikan begitu saja. Saat aku menelepon balik, nomornya tidak aktif.
Tanpa penjelasan apa pun, hubungan kami selama lima tahun kandas secara konyol.
Menyedihkan sekali kalau harus kuakui aku menangis. Selain patah hati, aku sibuk mencari kesalahan apa yang telah kubuat. Biasanya, perempuan kalau putus langsung mengumpat: "Bangsat! Semua laki-laki sama saja!" atau meng-update media sosial dengan status galau. Tapi tidak denganku, maaf-maaf saja. Aku mencintainya, jadi aku tak akan memakinya atau uring-uringan tak jelas seperti perempuan bodoh di luar sana. Kepercayaan adalah pondasi kami dalam menjalin hubungan, jadi dugaan dia bosan padaku atau berpaling ke yang lain sangat mustahil.
Oh, siapa yang sedang bercanda? Aku mengenalnya selama lima tahun, tahu! Hanya ada aku di hatinya! Meski sudah putus, aku masih mempercayai itu! Sebelum tidur, aku mengirimnya pesan singkat.
Hari ini, aku bekerja seperti biasanya. Mata sembab dan wajah lesu? No way! Sesakit apa pun, aku harus tetap semangat.
Mencapai tengah hari, pesanku masih belum dibalas. Tak mengapa, akan kutemui dia sepulang kerja nanti.
Tetapi, aku tidak berbohong ketika kukatakan dia malah menungguku di kantor sepulang kerja. Itu … di depan koridor!
"Hei," sapanya saat melihatku.
Duh, apa sih. Wajahku memerah (entah menahan malu, rindu, atau air mata aku tak tahu). Kita sudah putus! Tolong, bersikaplah cool.
Dia mendekatiku, tapi aku memalingkan wajah. Iya, iya, bukankah aku ingin menemuinya? Dasar bodoh!
"Marah, ya?" tanyanya, sambil menunduk. "Ucapanku kemarin belum selesai."
"Kita kan, ppp-putus."
"Iya, soalnya aku mau ngelamar kamu," tuturnya sambil tersenyum. Dari dalam saku celananya, ia mengambil kotak merah kecilㅡdan aku sudah tahu itu apa!
"KAMU NGE-PRANK AKU YA!!! DASAR!!!" teriakku, entah sambil menangis atau marah. Intinya, aku mau memakinya sampai puas! Aku tak peduli kalau ada rekan kerja, satpam, dik bayi, nyamuk, cicak, semut, laba-laba, sampai lihat.
Hanya saja, aku merasa menang. Lihat kan, aku adalah satu-satunya perempuan di hatinya!
Ia menenangkanku. "Bukan gitu, Sayang. Dengerin dulu deh. Itu bukan prank, kemarin ada adikku lagi main bola terus bolanya kena ponselku dan jatuh. Rusak deh, hehe."
- Tamat -
Ditulis oleh: Lynaynan
Note: drabble ini adalah anekdot, hahaha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro