Cara Baru Menagih Utang ke Teman
Kantin penuh sesak saat jam istirahat, selalu begitu. Butuh perjuangan ekstra keras hanya untuk mengambil beberapa makanan guna mengisi perut yang gejolaknya amat terasa bahkan hingga ke otak.
Utta berdesak-desakan di lautan manusia itu. Ada yang mendorong dari depan, ada juga dari belakang, ada yang badannya tinggi besar dan ada juga yang hampir terinjak karena saking kecilnya.
Kantin sekolah semengerikan itu, ternyata.
Dengan kegigihan dan tekad yang kuat untuk sekantung makanan dan kudapan, Utta akhirnya berhasil tiba di penjual makanan favoritnya. Tetapi, Utta harus menelan pil asam karena ayam geprek dan makaroni sambal balado kesukaannya sudah ludes dari meja penjual. Habis, katanya. Ingin menangis saja, tapi di sana ramai oleh adik dan kakak kelas. Bisa viral dia nanti.
Alhasil, gadis bermata empat itu pun kembali menerobos lautan manusia, bersusah payah menuju penjual yang lainnya.
Utta menghela napas lega ketika berhasil tiba di penjual makanan lainnya. Dengan cekatan, ia mengambil makanan yang ia inginkan dengan dibantu Bibi penjual untuk memasukkannya ke dalam kantung plastik.
“Semua delapan belas ribu,” kata si Bibi penjual. Utta mengangguk, merogoh sakunya untuk mengambil uang yang sudah ia siapkan dari kelas tadi. Namun, lagi-lagi Utta harus menelan pil asam. Saku kemeja, bahkan saku roknya kosong. Tidak ada isinya. Kemana uang jajannya lari?
“Woy! Kalo udah selesai pergi sana! Ngantri, nih, di belakang!”
Teriakan dari seorang kakel bertubuh bongsor di belakangnya membuat Utta semakin panik dan gelagapan. Hingga akhirnya ia mendapati teman sekelasnya, Albert, sedang memasukkan gorengan tahu ke dalam plastik. “Albert! Pinjem duit lu bentar, ntar gue balikkin.”
“Oh, mau pinjam berapa?” balas Albert.
“Sebanyak uang yang dua minggu lalu lu pernah pinjem dari gua buat bayar tunggakan LKS! Cepetan!”
Albert meringis sambil buang muka ketika beberapa anak mengalihkan perhatian ke arahnya. Siapa suruh Utta ngomongnya keras-keras? ‘Kan, malu jadinya.
“Albert, cepetan, Nyet!”
“Iya, iya, ah! Selo ae kali!”
“Selo, selo! Ini banyak yang ngantri, Kambing!”
Bukan Utta yang jawab, tapi para kakel yang terpaksa nungguin aksi penagihan utang secara implisit itu selesai.
- Tamat -
Ditulis oleh: tatauttakatta
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro