Chapter 5
"Yuki~ Kenapa kau diam saja? "
(Name) yang sedang mengebut menyelesaikan pekerjaan memasang manik-manik di baju kebaya terakhir yang ia ambil dari Haruto bertanya pelan. Matanya melirik Yuki yang duduk menyender ke pundaknya.
Hari ini tak seperti biasanya, Yuki terlihat tak bersemangat dan memasang wajah murung. (Name) tahu jika ada hal yang salah dengan Yuki.
Memang Yuki itu bukan tipe yang aktif berlarian kesana-kemari dan memiliki stok semangat yang tinggi tapi ia juga bukan seseorang yang akan duduk diam tak mengeluarkan satu suara apapun.
Pasti ada yang salah dengan Yuki, pikir (Name).
Pelan (Name) menempelkan punggung tangannya pada dahi Yuki, merasakan suhu tubuh laki-laki yang menyender lemas dipundaknya. (Name) menanyakan apakah Yuki merasa sakit atau yang lain, namun laki-laki itu hanya menggeleng lemah. Melepas perlahan punggung tangan (Name) yang menempel didahinya.
Yuki bangkit berdiri, meninggalkan (Name) yang termenung dengan pikiran kalutnya yang berusaha memahami kegundahan hati Yuki.
'•'
"Yuki? "
(Name) memanggil pelan, berjalan mendekat kearah Yuki yang memandang langit kelabu yang sedikit menurunkan salju. Salju yang turun Di Indonesia mulai sedikit reda, mungkin hanya turun sedikit dan membuat pinggir jalanan tertutup salju sekitar tiga sentimeter.
Berbeda dengan keadaan pingir jalanan ketika salju baru-baru saja turun. Tumpukan itu bisa setinggi delapan sentimeter, dan menjadi sasaran empuk bagi anak-anak kecil untuk bermain-main dengan dingin dan lembutnya salju yang sama sekali belum mereka rasakan.
"...Salju akan sebentar lagi berhenti turun. "
(Name) menoleh kearah Yuki, laki-laki itu masih betah memandang langit kelabu. Manik senada rambut sebahunya dipermainkan angin, bergoyang perlahan. (Name) menatap penuh tanda tanya apa maksud dari ucapan Yuki.
"Kenapa Yuki bisa tahu? "
Yuki tak langsung menjawab pertanyaan (Name), kedua kelopak matanya tertutup pelan lalu mengadahkan kepala. Membiarkan beberapa tetes salju jatuh kewajahnya yang menimbulkan sensasi dingin.
"Karena aku sudah mengetahui tiga macam emosi yang paling penting. "
Alis (Name) menyatu setelah mendengar jawaban Yuki, ia sedikit tak paham dengan maksud perkataan Yuki. Jadi salju di Indonesia akan reda ketika Yuki sudah memahami seluruh emosi utama?
(Name) menepuk pelan bahu Yuki, mengembangkan senyum tipisnya.
"Bukannya bagus? Yuki jadi paham berbagai macam emosi yang ada dihati tiap makhluk hidup yang berakal? "
Yuki meraih tangan (Name), meremasnya perlahan dengan raut wajah sedih. Kemudian tangan mungil (Name) ia tautkan dengan tangannya sendiri, Yuki merasakan rasa hangat yang menjalar dari tangan mungil (Name).
"Harusnya begitu... "
(Name) memiringkan kepala, semakin tak paham dengan maksud Yuki. Setelah perkataan Yuki yang tadi terpecahkan sekarang Yuki kembali melemparkan ucapan yang membuat ia kebingungan.
Otaknya mulai berusaha memproses maksud dari ucapan Yuki, namun nihil. Ia sama sekali tak paham dengan maksud ucapan Yuki.
Tapi yang jelas, akan ada sesuatu yang tak mengenakkan hati yang akan datang ke hubungan aneh dirinya dan Yuki. Dan ia tak tahu hal tak mengenakkan apa yang akan menerjang mereka berdua.
"
Aku tak suka jika harus berpisah dengan (Name). Rasanya sesak dan tak enak. "
(Name) mengelus perlahan rambut Yuki, memberi senyum penuh kelembutan. Satu lagi emosi muncul dijiwa Yuki, dan ia merasa lega dan senang. Kini lengkap sudah emosi yang harus dirasakan oleh Yuki.
"Yuki merasa sedih jika berpisah denganku? "
Yuki menolehkan kepalanya sedikit menatap (Name) dengan pandangan sendu, tangannya memeluk (Name) dengan erat. Menggusakkan kepala pada leher (Name) dengan pelan.
"Iya. Jadi jika aku benar-benar mencair, (Name) jangan sedih, ya? "
Hati (Name) serasa diremas ketika kalimat bernada putus asa yang keluar dari mulut Yuki mengalun pelan dan masuk ke gendang telinganya.
Apa benar mereka akan berpisah karena salju itu tak bertahan lama?
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro