Chapter 1
"...jelas tak mungkin. Ini Indonesia negara tropis dengan dua musim saja. "
(Name) memukul perlahan kepalanya, menertawakan harapannya yang jelas tak akan terkabul. Sepertinya ia mulai kehausan dan mungkin sedikit dehidrasi karena terlalu lama berada diluar ruangan. (Name) kembali mengambil tas besar yang beberapa waktu yang lalu ia letakkan, mengusap keringat yang memenuhi dahi lalu lanjut berjalan.
Rasa panas didadanya sedikit terobati karena hembusan angin yang menerbangkan perlahan anak rambutnya, seakan sedikit demi sedikit ikut menghempaskan beban dan emosi yang memenuhi pikiran (Name).
Sedikit senyum muncul dibibirnya, dalam hati berterima kasih pada angin yang muncul tiba-tiba setelah tadi bak menghilang dan tak sudi mendinginkan suasana siang ini.
(Name) menghentikan langkahnya, sedikit merasa janggal. Memang udara terasa lebih sejuk karena hembusan angin, tapi rasanya terik matahari khas siang hari Indonesia berangsur menghilang bertepatan dengan berembusnya angin tadi.
(Name) mendongak, menatap langit yang sekarang bergulung-gulung, awan gelap memenuhi langit seakan bersiap menumpahkan air bah kebawah mereka tanpa ampun.
"Eh?! Akan hujan?! "
(Name) berteriak panik, ia harus segera bergegas. Bisa gawat jika kebaya yang berada diatas besarnya itu kehujanan, sudah cukup potong gaji dan 'paksaan' melembur yang diturunkan dengan kejam oleh Haruto, ia tak ingin menambah daftar hukuman yang secara perlahan akan membuatnya sengsara.
Kakinya mulai berlari, berusaha mengindahkan berat yang terasa dipundak. Orang-orang disekitarnya mulai melakukan hal yang sama dengan (Name) berjalan cepat atau berlari, berusaha sampai ketempat tujuan atau mencari tempat berteduh sementara agar butiran air tak membasahi busana yang mereka kenakan.
Wajah mereka yang terpaksa berlari untuk segera sampai ditempat tujuan sepertinya atau kepanikan mencari tempat berteduh beberapa kali tertangkap oleh manik (Name). Ia juga harus semakin mempercepat larinya, awan diatasnya semakin menggelap.
Tuk
(Name) menghentikan larinya sambil refleks mengaduh. Mengelus dahinya yang baru saja dilempari sesuatu. Entah darimana. Terasa keras tapi dingin secara bersamaan
Ia berjongkok, memungut sesuatu yang baru saja menghantam dahinya. Kerutan segera hadir didahinya, kebingungannya bertambah ketika sesuatu itu barang yang tak mungkin random dilemparkan orang padanya. Orang iseng mana yang meleparkan sebongkah kecil es ke dahinya orang yang berlari menghindari hujan?
(Name) meneliti bongkahan mungil es itu, rasa dingin menjalar dari es menuju jemarinya yang menjapit es itu.
"Kenapa bisa ada bongkahan es terlempar ke dahiku? "
(Name) berkata pelan dengan sambil tetap menatap es yang ia japit dijemarinya, memang ia pernah mendengar tentang fenomena alam jatuhnya bongkahan es dibeberapa negara tropis.
Indonesia sendiri memang pernah mengalaminya di beberapa daerah. Tapi jika memang ada kejadian seperti itu disini, maka mana bongkahan lain? Mengapa hanya satu buah bongkahan ini yang terjatuh dan terantuk ke dahinya.
Menatap sekitar, (Name) tak menemukan sesuatu yang janggal. Jalanan tetap bersih, tanpa bongkahan es. Yang ada hanya orang-orang yang sibuk berlarian mencari perlindungan, keadaan masih sama dengan beberapa menit yang lalu.
"Aneh sekali... "
(Name) masih kebingungan, pertanyaan masih melayang-layang dalam benaknya. Menanti dirinya menemukan jawaban. Tapi kepada siapa ia bertanya? (Name) tidak mau dicap 'Perempuan aneh' ketika menanyakan darimana datangnya bongkahan es yang menghantam dahinya kepada salah satu pejalan kaki.
Scenario terburuk ia diseret ke tempat yang biasa disebutkan ketika mengejek Haruto yang berteriak histeris ketika mendapatkan majalah favorit yang membahas model kebaya paling baru.
(Name) masih ingin memiliki masa depan cerah, jadi ia tak akan bertanya macam-macam pada pejalan kaki.
"Abaikan saja. Toh hanya es, mungkin memang ada seseorang yang kurang kerjaan melemparkan ini ke dahiku. "
Mengucap kalimat itu, (Name) mengedikkan bahu. Memilih tak memperdulikan kejanggalan yang baru saja ia alami, es itu ia genggam dikepalan tangannya. Sebelum kembali melangkah sesuatu membuat maniknya melebar dengan mulut terbuka lebar, orang-orang yang berlarian ikut menghentikan langkah. Mengadahkan kepala dengan pandangan kagum.
Yang berteduh mulai melangkah keluar dari tempat berteduh mereka, berdecak kagum dengan manik berbinar.
Fenomena yang amat sangat tak mungkin terjadi di Indonesia kini benar-benar terjadi, nyata dan bukan khayalan.
(Name) mengadahkan tangannya, sekeping salju yang indah bak kapas lembut jatuh perlahan ditangannya. Sekejap kemudian meleleh karena panas yang berasal dari tangannya.
"Salju... Indah sekali... "
(Name) mengeluarkan ucapan kekagumannya, antara percaya tak percaya dengan fenomena yang terjadi baru saja terjadi.
"Iya. Salju itu memang indah. "
(Name) terlonjak kaget, segera kepalanya yang menunduk untuk mengagumi sekeping salju terangkat cepat. Lagi-lagi maniknya melebar, kini tepat dihadapannya berdiri seorang laki-laki berambut abu dengan mata sayu.
(Name) mengangga lebar, paras laki-laki ini...
BAK DEWA YUNANI!!!
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro