Chapter 9
Hari-hari yang ditunggu satu sekolah pun datang. Ya, hari dimana keempat idol papan atas berkumpul dan melakukan konser di sekolah mereka, siapa yang tidak bahagia?
Erin : GUE YANG GA SHIAWASE
Akira : Loh, kenapa?
Erin : TAR TENN-SAN DIBAGI, GA LAIK!
Sanchie : Idih, mentang lu ye.
Okeh, kita lupakan obrolan gaje diatas dan kembali ke cerita.
"Nanase-san, tolong tetap rileks dan jangan banyak bekerja," ujar Iori saat melihat Riku mengotak-atik tas bawaannya sambil berdiri. "Kau ini.. Lebih lebih ibunya ya," ujar Mitsuki sambil menghela nafasnya.
"Tenanglah Ichi, Riku tidak akan kambuh hanya karena berdiri," ujar Yamato menenangkan Iori agar tidak over.
"Aku tidak akan mati hanya karena berdiri, Iori," ujar Riku lelah karena Iori terlalu ketat padanya, ya walaupun itu tanda perhatian Iori kepada Riku.
"Sepertinya acaranya sudah dimulai, di bawah sudah sangat ramai," ujar Sogo sambil menunjuk jendela yang menampakkan pemandangan di luar itu. "Benarkah? Di sini tertulis kita akan tampil jam 13.30, jadi masih lama. Kau tenang saja Sou," ujar Yamato.
"Sebenarnya aku agak kasihan dengan TRIGGER, dia harus tampil jam 30 menit lagi.." ujar Mitsuki. "Yang berarti mereka tampil jam 12.30 ya," timpal Iori sambil melihat jadwal yang dipegang oleh Yamato.
"Untung saja kita masih lama," ujar Yamato.
"Kalau begitu aku masih bisa memakan 3 ousama pudding lagi kan?" tanya Tamaki tanpa dosa.
"Tidak," jawab semua orang serempak.
-: ✧ :-
"Aku ingin soba di bawah.."
"Stop menggila, yang ingin turun bukan hanya kau," kesal Tenn, sedari tadi dia hanya bisa mendengar gerutuan Gaku dan teguran Ryu, rasanya dia ingin keluar tampil sekarang.
Jadi rasa kasihan Mitsuki terhadap TRIGGER itu percuma saja.
"Lagipula kalau kita keluar, yang ada malah membuat kerusuhan di luar. Nanti acaranya tidak kunjung mulai dong," ujar Ryuu untuk yang kesekian kalinya. Ya, Ryuu sudah mengatakan itu berkali-kali kepada Gaku yang selalu merutuk meminta soba layaknya anak kecil yang tidak diberi mainan.
Mereka tau kalau leader mereka menyukai soba, tetapi sejak kapan dia menjadi gila soba seperti sekarang?
Tok tok tok..!
Bunyi ketukan pintu yang agak keras dan kasar memberhentikan aktifitas tidak jelas mereka sementara. Ryu menjadi yang pertama sigap dan langsung membukakan pintu, "ya? Ada apa--"
Kata-kata Ryu terpotong saat melihat Erin berlari masuk ke dalam ruangan mereka dan menutup pintu ruangan secepat mungkin. "A-Ada apa, Erin-chan?" tanya Ryu yang melihat Erin bernafas tersengal-sengal dan keringat di sekujur tubuh yang membasahi tubuhnya.
"Erin, ada apa?" tanya Gaku. Erin berusaha menenangkan nafasnya sebelum menjawab pertanyaan yang diberikan kakak sepupunya, "shh.. Diam dulu! Intinya, kalau ada yang mencari ku bilang saja--"
"Permisi!"
Teriakan seseorang membuat Erin kembali panik dan bersembunyi di belakang sofa tempat Tenn duduk. Ryu yang kebingungan pun hanya terpaku di tempat dan Gaku yang sama bingungnya pun hanya bisa membuka pintu, "ada apa.. Waa! Apa-apaan kau Ray?!" Gaku terkaget-kaget melihat Ray yang membawa parang-- canda, maksudnya bawa sekop dan lap jendela yang senantiasa berada di punggungnya dengan raut wajahnya yang kesal.
"Kau melihat Erin? Aku ingin memberi adikmu itu sedikit pelajaran hidup," ujar Ray sambil tersenyum aneh. Ryu dan Gaku pun bisa dibuat merinding olehnya, ya walaupun tidak seseram center mereka kalau marah sih.
"E-Erin? Dia.. Dia tidak ada disini, cari saja di tempat lain," ujar Gaku tergagap-gagap. Maniknya yang melirik ke segala sudut ruang tanpa menatap mata Ray membuat Ray curiga terhadap Gaku, sekaligus melihat partnernya yang tidak berani menatap matanya menambah kecurigaan laki-laki bersurai merah itu. "Kalian berusaha menipuku?" tanya Ray sambil menatap selidik mereka berdua.
"Payah.. Pada gabisa acting apa gimana sih? Gaku-nii juga kan acting filmnya bagus, kok disini kek orang ga pernah acting sih?" batin Erin menggeruru panjang lebar, mengumpat juga dalam hati. Rasa ingin melampiaskan langsung, tapi nanti dia malah langsung ketahuan.
"Erin tidak ada disini."
Ketegangan dalam ruangan itu sedikit berkurang saat Tenn membuka suaranya, terlebih saat Tenn berbicara tidak ada keraguan dalam matanya, dan tentu saja membuat Ray sedikit percaya. "Tenn-san, kau memang keren!" batin Erin berbinar.
"Oh ya? Baiklah kalau Kujo-san bilang begitu.. Maaf mengganggu waktunya, aku keluar dulu ya," ujar Ray. Tetapi langkah Ray tertahan saat mendengar kata-kata Tenn yang selanjutnya, "tetapi aku berbohong. Erin ada disini, di belakangku. Silahkan ambil dia, berikan dia pelajaran hidup sesukamu," lanjut Tenn. Dua member TRIGGER lain dan Erin pun terkejut terjungkal-jungkal, mereka mengira Tenn ingin membantu, tetapi malah sebaliknya.
"Sudah kuduga dia memanglah setan berwujud manusia.." Erin pun berdiri dan keluar dari tempat persembunyiannya sambil menahan kesal, perempatan merah imajiner pun telah muncul di pelipis gadis bersurai kuning itu. "Tenn-san, kau itu memanglah set-- WAA!"
Erin yang baru saja ingin mengumpat habis-habisan Tenn langsung tergelincir karena di sebelah sofa tempat Tenn duduk terdapat genangan air dan dia tidak sengaja menginjaknya. "Kena karma kan, salah sendiri kau mengataiku-- WAA!!" teriak Tenn saat melihat Erin jatuh ke samping dan mengenainya yang sedang bersantai, membuat Tenn terbaring di sofa. Beruntung Tenn sigap jadi dia tidak jatuh dari sofa dan bisa menahan tubuh Erin, toh dia tidak berat-berat amat.
Tetapi sekarang posisinya malah menjadi sedikit ambigu, dengan Erin yang berada di atas dan Tenn yang berada di bawah. Tiga orang lainnya yang menyaksikan itu pun hanya bisa ternganga, tidak dapat berkata satu patah kata pun.
"Shh.. Bisakah kau lihat-lihat saat ingin jatuh? Apakah ada orang atau tidak, aman atau tidak. Beruntung aku bisa menangkapmu, jadinya kita tidak jatuh berdua," protes Tenn kesal. Erin pun terdiam sejenak saat melihat posisi mereka, dan sedikit tersenyum miring saat menyadarinya. "Hee.. Bukankah kau yang bilang kalau kau tidak akan menyelamatkanku seperti yang ada di film?" cibir Erin, tentu saja tidak lupa menambah smirk di wajahnya.
"Kau benar-benar gadis yang tidak tau diuntung ya," ucap Tenn. Ia pun kembali duduk sambil sedikit tersenyum miring, lalu Tenn memegangi wajah Erin menggunakan satu tangannya dan mendekatkan wajahnya terhadap Erin. Tentu saja hal itu membuat raut wajah gadis sekolah menengah itu tak karuan.
Tetapi ternyata ekspektasi Erin ketinggian, karena ternyata Tenn hanya sengaja mendekatkan wajahnya untuk membuatnya gila sementara, lalu Tenn langsung mendorong Erin ke samping dan terjatuh dari sofa.
"Itu yang kau inginkan kan, gadis aneh? Jadi bagaimana rasanya jatuh dari sofa? Apa rasanya sesuai ekspetasimu?"
Erin yang terjatuh hanya bisa terdiam, sekaligus tidak menyangka kalau si setan di depannya akan benar-benar menjatuhkannya ke lantai. "Dasar tidak punya rasa kemanusiaan!" teriak Erin emosi, sekaligus memegangi kepalanya yang sakit karena terhantuk ujung sofa.
"Aku sudah menolongmu, tetapi kau malah begitu. Salahmu sendiri kan, Erin-san?" ujar Tenn dengan senyum miring menghiasi wajah laki-laki surai pink itu.
"Tch.. Terserahlah! Oi Ray, kau mau memberiku pelajaran hidup kan? Berikanlah sekarang, apapun aku tidak peduli. Harusnya sedari tadi aku menerimanya daripada aku harus masuk ke dalam ruangan yang berisi setan kepala dua seperti makhluk ini!" ucap Erin emosi. Tenn pun ikut terpancing setelah mendengar kata-kata Erin barusan, "siapa yang mau panggil 'makhluk'?" tanya Tenn yang merasa tersindir.
"Tentu saja kau, memangnya siapa lagi setan berwujud manusia yang ada disini?" jawab Erin santai. "Kau..!" Tenn yang sudah terpancing pun langsung ingin menyemburkan semuanya, tetapi tidak jadi.
"Ck, tidak jadi. Untung sayang," ucap Tenn tanpa sadar. Erin dan semua orang yang ada disana pun terdiam mendengar kata-kata Tenn, "apa?"
"Apa Tenn-san? Boleh diulangi?" tanya Erin kaget sekaligus bingung. Tenn yang baru sadar dengan perkataannya tadi pun langsung berdehem dan kembali normal, "sekali lagi bicara kubunuh kau," ujar Tenn. Kini aura hitam khas milik Tenn sudah menyebar di seluruh sudut ruangan itu.
"... Ray, cepat bawa aku. Berilah aku pelajaran hidup, sapu pel, atau apapun itulah."
"Hah? Tidak akan, itu mah terlalu mudah," ujar Ray. Erin pun menatap Ray dengan bingung, "lalu apa?"
"Kau harus.." Ray pun mengeluarkan kotak makanan yang berisi bekal untuknya nanti siang, lalu membukanya. "Makan ini!"
Erin pun terkejut mati-matian melihat isi bekal itu, Ryu dan Tenn menatap bingung Erin karena reaksinya yang aneh, sedangkan Gaku sedang berusaha menahan tawanya.
Kenapa Erin menjadi gila? Tentu saja, yang Ray suruh Erin untuk makan adalah udang, dan Erin sangat amat membenci udang. Saat dia kecil dia mati-matian menolak diberi udang, dan saat dipaksa dia menangis sekencang-kencangnya yang membuat udang itu ditarik kembali dari piringnya.
"Sekarang makanlah, nona."
"YADAAA...!!!!"
To be continued..
Kasian, dicekokin udang. Yah, aku juga gasuka udang sih, jadi kita sama sajah :>
Btw gimana chapter 9 nya? Maaf bila ada kesalahan tulisan atau typo.
Makasih juga buat yang udah baca sampe abis, jangan lupa ngasih vote and comment juga kalau berkenan, makasih yaa 🤍
Okeh sekian sampe sini, see you in the next chap, bye bye~
- Author
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro