Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

First Snowflake

Warning!

Adanya OOC tiap karakter, alur terlalu cepat

Happy Reading!

Suatu waktu menyelimuti sebagian bumi dengan kegelapan menurunkan sebuah kepingan kristal cantik dari langit, kepingan itu bergerak penuh keanggunan, berputar kecil lalu rebah di atas tanah. Ini merupakan kepingan salju pertama di malam penuh dingin, turunnya ia sebagai penanda bahwa musim dingin sudah tiba. Tak selang dari kepingan salju pertama turun, datanglah beberapa hingga ribuan kepingan menghujam bumi non khatulistiwa.

Meski kepingan salju dan dinginnya suhu di bulan Desember bisa membuat tubuh menggigil kedinginan, hal itu tidak membuat para penduduk untuk menahan diri tidak bepergian, baik ke rumah teman, pulang dari kantor maupun yang lain.

Drrt! Drrt!

Deringan telepon dari salah satu pemilik ponsel menghentikan kegiatan membaca naskah, tangan kekar nan putih bergerak menuju meja di depannya, mengambil ponsel dan menjawab telepon dari seseorang.

"Moshi-moshi."

"Kau ingin kita bertemu?"

"Di café biasa?"

"Baik, aku akan ke sana."

"Sampai bertemu, Hoshiko."

Tuk!

Percakapan terputus oleh kedua pihak, berakhir sudah mereka berbincang via telepon. Sang pemilik ponsel, laki-laki berambut cream dengan wajah begitu ayu meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Netra merah delima kembali menatap beberapa carik kertas berisi dialog untuk ia lakonkan nanti.

Tok! Tok!

Ketukan pintu kembali menghentikan kegiatannya, netra cantik melirik pintu yang berada di sebelah kanannya, menanti seseorang yang telah mengetuk pintu ruangannya.

Kriet!

"Natsume-san, sudah waktunya Anda kembali untuk syuting."

Pintu terbuka menampakkan seorang wanita dengan pakaian seperti staff pada umumnya berkata demikian pada salah satu aktor, yakni dirinya. Laki-laki itu, Natsume Minami mengangguk mengerti, diselipinya poni ke belakang daun telinga disertai senyum tipis penuh keteduhan.

"Hai'!"

ྀ ҉ °

"Cut!"

Suara penuh ketegasan dari sutradara menghentikan lakonan para aktor dan aktris di sebuah halaman luas, mereka saling mengembuskan napas lega sehingga mengeluarkan kepulan asap putih di musim dingin.

"Kita cukupkan syutingnya sampai sini, hasilnya cukup memuaskan. Itu semua berkat kerja keras kalian, otsukaresama!" ucap sang sutradara

"Otsukaresama!"

Seruan yang begitu kompak tersirat rasa kelelahan terucap di masing-masing para partisipan, beberapa di antara mereka bertepuk tangan, berangkulan sembari berbincang ringan. Setelahnya membubarkan diri, kembali masuk ke dalam ruangan untuk mengambil barang dan pergi meninggalkan lokasi syuting.

Begitupula dengan seorang aktor sekaligus idol dari salah satu grup idol terkenal, Zool. Lelaki itu mengemas semua barang dan memasukkannya ke dalam tas ransel, seusai itu, kedua tangannya membenahi mantel cream yang sedikit berantakan. Tangan kanan bergerak menuju meja, mengambil ponsel lalu menyalakannya. Terlihat sebuah notifikasi muncul di layar, tertera nama dan isi pesan yang ditujukan padanya.

Hoshiko [Name]

Mi-kun, apa syutingmu masih belum selesai?

Isi pesan cukup singkat telah dibaca oleh lelaki bermarga 'Natsume', Minami mendiamkan sejenak, setelahnya jemari digerakkan begitu lincah untuk menjawab pesan tersebut.

Hoshiko [Name]

Sudah.

Aku akan segera ke sana.

Dua buah pesan sebagai balasan telah terkirim melalui jaringan komunikasi, Minami memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, mengambil tas lalu menggendongnya dan kemudian berjalan keluar, meninggalkan lokasi syuting.

Tap!

Ketukan kaki milik Minami terdengar kala keluar dari mobil dan memijak trotoar, netranya menatap sejenak pada papan nama café tempat dituju sekaligus bertemu dengan seorang gadis. La Devyra Café namanya. Café dengan model khas Eropa abad pertengahan membuat siapa saja betah untuk berlama-lama dan merasakan suasana abad pertengahan. Pondasi yang seluruhnya berasal dari kayu kokoh serta ornament di sudut bangunan menambah kesan klasik dan elegan, mencerminkan khas Eropa abad pertengahan.

Minami kembali melangkah setelah puas menatap bangunan di depannya, meraih kenop pintu lalu membukanya.

Klincing!

Dentingan manis menyambutnya untuk masuk, kakinya yang memijak trotoar kini memijak lantai pualam cokelat. Netranya mengawasi seisi ruangan, melirik ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan sang gadis. Keadaan café cukup ramai, banyak keluarga, teman dan pemuda-pemudi menyambangi tempat ini untuk sekadar menghangatkan diri maupun menikmati sensasi yang ditawarkan La Devyra Café. Dikarenakan cukup ramai, Minami merasa kesulitan menemukan gadis yang mengajaknya bertemu.

"Mi-kun!"

Seruan manis selayaknya madu memanggil dirinya, ditolehnya ke arah kiri dan melihat seorang gadis berambut [h/c] sebahu tengah melambaikan tangannya. Gadis itu masih melambaikan tangan, senyuman tipis terlukis di wajahnya. Segera Minami menghampiri gadis yang memanggilnya, menarik kursi yang tersedia lalu duduk di hadapannya. Tangan kanan bergerak menuju depan wajahnya, menarik secarik kain yang menutupi sebagian wajah ke bawah dagu. Netra merah delima menatap gadis di depannya dengan teduh, tangan kirinya berada di atas meja.

"Konbanwa, Hoshiko."

Minami mengucapkan sapaan lembut padanya disertai senyuman samar di wajah tampan nyaris cantik.

"Konbanwa mo, Mi-kun."

Gadis di depannya membalas sapaan dengan manis, wajah cantik menampilkan mimik berseri pada Minami. "Bagaimana kabarmu, Mi-kun?" tanya gadis bermarga 'Hoshiko'.

"Cukup baik." Minami menjawab begitu singkat. "Bagaimana denganmu, Hoshiko?" tanyanya berbalik.

"Aku juga baik, bahkan sangat baik saat bertemu denganmu, Mi-kun!" jawab [Name] riang.

"Souka ...."

Seusai itu, seorang pria dengan usia sekitar 30 tahun menghampiri meja mereka. Tangan kanannya memegang beberapa buku menu dan tangan kiri berada di belakang punggungnya, pakaian yang dikenakannya pun cukup klasik. Sekilas pelayan itu seperti salah seorang dari abad pertengahan khas Eropa. Pelayan itu menyerahkan dua buku menu pada Minami dan [Name] yang diterima baik oleh mereka.

Kedua insan di satu meja yang sama segera membuka buku menu, memilih makanan ataupun minuman mana yang akan disantap.

"Hvad maa jeg byde paa?" tanya pelayan berbahasa Denmark begitu sopan.

"Bestille varm chokolade og te," jawab [Name] sembari tersenyum tipis. Pelayan itu mengangguk, mengambil kembali dua buku menu lalu pergi meninggalkan meja mereka.

"Arigatou sudah membantu memesan minuman untukku, Hoshiko."

[Name] mengangguk pelan, senyuman tipis masih tersemat di wajahnya. "Douita, Mi-kun."

Mereka saling berdiam diri, bersitatap sejenak sebelum [Name] memutuskan tatapan. "Emm ... kau tidak ingin membuka maskermu?" tanyanya sembari tangan membuka sling bag-nya.

"Hum, bagaimana kalau ada yang mengenalku berada di sini?"

"Tenanglah, tak ada yang mengenalmu." [Name] berujar tenang dengan tangan mengambil sesuatu di dalam tas miliknya. "Kalaupun ada itu akan ditampik oleh temannya, aku jamin itu." lanjutnya sembari mengeluarkan setumpuk kertas yang dilipat. Dibenahilah tumpukan kertas itu, kemudian menyerahkannya ke Minami dan diterima dengan baik.

"Baiklah," sahut Minami dengan arah pandang tertuju kertas pemberian gadis di depannya. "Apa ini hasil karyamu?"

"Yes, this is my work." [Name] menjawab demikian, tubuhnya agak dicondong ke depan dengan kedua tangan berada di atas meja untuk menahan berat tubuhnya. "Can you read it and leave a comment?"

Minami terdiam, menimang-nimang hasil karya seorang gadis sekaligus teman baru di hadapannya. Ditatapnya sebuah judul beserta penulis di halaman paling depan dengan teduh, tangannya menyibak satu halaman kemudian membacanya. Baru beberapa paragraf pertama, dahinya mulai mengerut. Tangan putihnya kembali menyibak, lebih tepatnya melompati halaman sebanyak 15 dan terus membaca. Minami semakin mengerutkan dahinya, tatapannya mulai berubah menjadi datar, seperti menyiratkan ketidaksukaan terhadap yang dibacanya.

"Bagaimana?"

Suara manis dan penuh penasaran sedikit menyentakkan dirinya, diliriklah orang yang telah membuatnya tersentak.

"Apa itu bagus, Mi-kun? Katakan padaku!"

Minami masih melirik gadis di depannya, tangannya menutup lembaran kertas lalu menyerahkannya. "Kau ingin mendengar kepalsuan atau kejujuran, Hoshiko?"

[Name] lantas berpose orang berpikir, meletakkan jari telunjuknya di dagu, "Jika bisa keduanya."

Laki-laki berambut cream sedikit menghela napas, memikirkan tiap komentar dan balasannya untuk [Name] tanpa menggoreskan perasaannya.

"Kau yakin, Hoshiko?" tanya Minami dibalas anggukan penuh dari [Name].

"Hum, aku yakin! Katakan saja pendapatmu, tak apa jika kau ingin menghujat hasil karyaku, aku sudah siap untuknya!" tegas [Name] membuat dirinya kembali menghela napas.

"Baiklah ... akan kuberitahu pendapatku."

Kala Minami siap untuk memberikan pendapatnya, datanglah seorang pelayan tadi sembari membawa nampan berisi pesanan milik mereka. Ia berhenti tepat di meja, sedikit menurunkan nampan yang dibawa dengan tangan bergerak mengambil pesanan dan meletakkan di atas meja.

"Dette er ordren," ucapnya dibalas anggukan dan senyuman dari [Name].

"Tak!" balasnya berterima kasih. Pelayan itu melemparkan senyuman ramah pada mereka, kemudian berlalu dan mengambil pesanan pelanggan lain.

Sepeninggalan pelayan, dengan cekatan ia memberikan secangkir teh ke Minami sembari berkata, "Minumlah, Mi-kun."

"Terima kasih," ujar Minami berterima kasih, tangan kanan meraih secangkir teh, membawanya di depan wajah. Dihirup aroma menenangkan yang dikeluarkan oleh teh, meniup untuk menghilangkan setidaknya sedikit rasa panas kemudian mengesap minuman itu begitu khidmat.

Tindakan Minami ditatap lekat [Name], mata [e/c] menatap tiap inchi perbuatan lelaki berparas rupawan serta mempelajarinya. 'Mi-kun seperti seorang bangsawan saja,' komentar gadis berambut sebahu dalam hati.

Sang aktor sekaligus idol menyudahi minum teh, ditataplah gadis di depannya bingung. "Doushite, Hoshiko?"

"Hm? Iie," jawab [Name] disertai gelengan kecil. "Ja, apa bisa kau beritahu pendapatmu? Aku sangat penasaran," tuturnya dibalas anggukan singkat.

"Akan kuberitahu dan maaf saat aku mengatakannya membuat perasaanmu terluka, Hoshiko."

🌿

"Itulah pendapat terjujurku, kuharap kau mengerti dan segera membenahinya."

Minami mengakhiri pendapatnya mengenai hasil karya milik [Name], kedua tangan berada di atas meja, menumpu sebagian berat badan di sana. [Name] terlihat tertunduk, matanya menelusuri setiap kalimat dan paragraf yang sebagian besar dicoret ataupun dilingkar Minami. Di salah satu sudut kertas, terdapat sebuah tulisan membuatnya merasa sesak tiap kali dibaca.

'Buruk.'

"Tetapi ... keluarga dan teman dekatku bilang ini bagus," gumam [Name] yang masih didengar oleh Minami.

"Pendapat tiap orang berbeda-beda, jangan kau samakan." Minami memberikan sanggahan, matanya menatap teduh ekspresi sedih dari teman barunya. "Apa yang dikatakan orang lain belum tentu sama dengan yang dikatakan orang terdekat. Karyamu buruk di mataku."

[Name] semakin tertunduk, tangannya bergemetar kala mengambil kembali novel buatannya lalu memasukkan ke dalam sling bag. "Souka ...," lirihnya terdengar sendu.

"Segera dibenahi, Hoshiko. Aku tak ingin membaca novel buruk seperti itu lagi!" tegas Minami membuat gadis di depannya merasa semakin remuk di hatinya.

"Hai', akan segera aku benahi." Perlahan gadis itu bangkit dari duduk, mengenakan kembali mantel [f/c] yang sedaritadi tersampir di kursi. Kepalanya didongakkan, menatap Minami dengan senyuman khasnya, menutupi perasaan hancur dari hadapan Minami. "Kalau begitu, aku pulang dulu."

Saat melangkah kaki berniat pulang ke rumah, teguran pelan menghampirinya sehingga membuat dirinya menghentikan langkah.

"Aku antar."

ᘡ✦ᘞ

"Tadaima."

Salam dari sang aktor mengiringi kakinya menjelajah tempat tinggal bersama rekannya lebih jauh, matanya mengawasi tiap sudut ruangan, mencari keberadaan rekan-rekannya.

"Touma, apa ada camilan?"

Alunan nada berisi pertanyaan membuatnya memelankan langkah, mata merah delima menatap sebuah ruangan di dorm. Dalam penglihatannya terdapat seorang pria berambut cokelat tengah duduk di sofa sembari menonton acara tv, diikuti seorang pria berambut merah scarlet dengan setoples camilan dari dapur. Kedua orang itu tampak fokus dengan acara ditonton sehingga tak menyadari keberadaan dirinya.

Minami semakin mendekat ke mereka, berdiri di belakang dengan pandangan tak lekang dari layar kaca tv. "Sedang menonton apa?"

"Gyah!"

Teriakan kaget sebagai balasan, berpelukan sebagai bentuk refleks. Mereka saling berpelukan, mata pun ikut terpejam walau sedikit. Minami, sang pelaku hanya terkekeh pelan melihatnya, merasa kelakar akan refleks yang diberikan kedua orang temannya.

"Fufufu~ aku tak menyangka kalian bisa terkejut seperti ini, ya," ledeknya diringi kekehan pelan.

Dikarenakan merasa familiar dengan kekehan dan nada bicara, salah seorang dari mereka menengok ke belakang, menatap Minami dengan perasaan terkejut sekaligus kesal.

"Astaga! Ternyata kau, Mina!" seru seorang pria berambut cokelat, Mido Torao. Mendengar seruan dari salah seorang temannya, membuat pria yang masih berada di pelukan ikut menoleh ke belakang.

"Tentu saja ini aku, kalian pikir siapa?" tanya Minami penasaran.

"Kupikir orang iseng yang secara diam-diam masuk ke dalam dorm," sahut seorang pria berambut merah scarlet, Inumaru Touma sembari mengelus dada.

"He? Begitukah?"

"Sou!"

Minami mengangguk paham akan penuturan singkat dari temannya, bola mata seketika bergulir, menelusuri tiap sudut ruangan dengan telinga yang siap menangkap suara lain.

"Di mana Isumi-san?"

Satu pertanyaan meluncur begitu saja tanpa cela, membuat kedua temannya saling bertatap lalu kembali menatap dirinya.

"Dia belum pulang, sepertinya ada kegiatan mendadak atau tugas kelompok yang belum selesai."

"Begitu, ya ...."

Touma menatap aktor di depannya, melihat dari atas ke bawah. "Apa kau baru selesai syuting sampai pulang hampir lewat dari biasanya?"

Minami sedikit melirik ke atas lantas menggeleng pelan, "Sudah 2 jam lalu aku selesai syuting, Inumaru-san."

"Lantas, kenapa pulang di pukul 9.00 malam?"

"Apa kau habis berkencan dengan seorang wanita, Minami?" Torao ikut menimpal, memberikan sebuah pertanyaan tersirat tebakan dengan senyuman jail khasnya.

"Lebih tepatnya hanya bertemu, berbincang mengenai novel." Minami menjawab lugas, kakinya kembali melangkah menuju kamarnya. Beberapa waktu kemudian, ia menghentikan langkahnya, berbalik badan dan menatap temannya begitu teduh. "Aku ingin istirahat, jika Isumi-san pulang, berikan saja ia roti bakar, Gomennasai karena aku tidak masak untuk malam ini," tuturnya dibalas kibasan tangan dan anggukan mengerti.

"Wakatta, oyasumi, Minami."

Di sebuah kamar nuansa cream, terbaringlah sang pemilik kamar di atas tempat tidur empuk. Ia, Natsume Minami menatap langit-langit kamar dalam diam membisu. Pikirannya yang sedaritadi melalang buana menuju serpihan memori mengenai ia telah berkata begitu menyakitkan terhadap seorang gadis yang saat ini menyandang status sebagai 'teman barunya'.

Perkataan begitu jujur lolos begitu saja, perkataan bahwa novel buatan temannya, Hoshiko [Name] begitu buruk. Setidaknya 3 kali mengatakan kata yang sama, 'buruk'. Dalam ingatan segarnya, terbayang wajah murung penuh sendu milik [Name] tengah menatap tumpukan kertas berisi karyanya di bidang sastra. Tatapan sendu itu perlahan membuat hatinya teriris, meringis pelan disertai rutukan kecil untuk dirinya sendiri.

"Seharusnya aku tak mengatakannya terlalu jujur," gumamnya merasa bersalah. "Dan seeharusnya pula, aku memberikan kalimat semangat untuknya, dia masih kategori pemula untuk hal ini dan pasti sangat dibutuhkan olehnya."

Minami menggerakkan tangannya, menutup sebagian wajah dengan lengan. Akalnya mulai berpikir, mencari cara bagaimana ia bisa meminta maaf sekaligus memberi dukungan untuk [Name]. Selintas sebuah ide untuk menemui gadis itu menghampirinya, membuat laki-laki berusia 19 tahun berpikir sejenak.

"Jika aku menemui dirinya, aku belum yakin akan terjadi." Bibirnya bergerak, melontarkan gumaman kecil sebagai hasil berpikirnya. "Bisa saja dia menolak dengan alasan sibuk."

Dirinya terus berpikir sembari bangun dan duduk di tempat tidur, sesekali ia melirik ke sana dan kemari, mencari sesuatu yang membuatnya tertarik sekaligus menyelesaikan perasaan bersalahnya. Sejenak lirikan sang aktor berhenti ke sebuah pena yang berada di atas nakas, dahinya dikerutkan, menimang apakah sebaiknya menggunakan cara ini atau yang lain.

Setelah cukup lama menimang, akhirnya ia memutuskan untuk menggunakan cara biasa namun tersampaikan begitu jelas untuk penerima. Ya, apalagi kalau bukan menulis surat. Diambillah sebuah pena dan secarik kertas lalu dibawa menuju meja yang berada di sudut ruangan, kemudian duduk dengan rileks.

Tangan kanan yang memegang pena mulai digerakkan, membentuk guratan-guratan berisi rangkaian kalimat puitis untuk teman barunya. Sesekali berhenti untuk membaca ulang, memastikan setiap ditulisnya tidak membuat [Name] semakin sedih. Waktu terus bergulir begitu cepat, jarum jam menunjukkan angka 11 dan 12. Pukul 11.00 malam, dan belum ada tanda-tanda ia sudah selesai menulis surat.

Hingga pukul 11.30 malam, aktor sekaligus idol berparas rupawan meletakkan penanya di atas meja. Ia sudah selesai menulis surat dengan kertas berjumlah 2 halaman, ditatapnya dua carik kertas sembari tersenyum simpul, merasa cukup puas dengan hasilnya. Minami mulai merenggangkan tubuhnya, merasa pegal karena beraktivitas terlalu lama dengan waktu istirahat cukup terbatas.

Seusai itu, ia menyimpan dua kertas tersebut ke dalam laci, bangkit lalu kembali menuju tempat tidurnya. Berbaringlah ia di atas gumpalan kapuk yang empuk dan nyaman, menaikkan selimut hingga dada. Atensinya menatap langit-langit kamar dengan berat, menandakan bahwa tubuhnya membutuhkan istirahat cukup. Sebelum dirinya benar-benar memejamkan mata sempurna, digumamkanlah sebuah kalimat penuh harapan untuk esok hari dan seterusnya.

"Akan kukirimkan sepucuk surat permintaan maaf dari lubuk hatiku, semoga kau menerimanya dengan senang hati dan memaafkan atas ucapanku malam ini."

Fin!

Noted :

"Hvad maa jeg byde paa?" : "Ingin pesan apa?"

"Bestille varm chokolade og te." : "Pesan cokelat panas dan teh."

"Dette er ordren,": "Ini pesanannya."

"Tak!" : "Terima kasih."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro