#7
Aku memenuhi panggilannya.
Iya. Aku. Mahasiswi asing yang mengikuti program pertukaran mahasiswa hanya enam bulan di Seoul, malah melakukan hal konyol, bukannya fokus belajar.
Kukira ia hanya main-main denganku. Nyatanya, aku benar-benar melihat seseorang yang mengenakan jaket, topi, dan masker hitam tengah berdiri menyandarkan punggung pada dinding. Sibuk dengan ponsel.
"Anjrit. Gue ketemuan ama idol."
Emang bener ya. Orang yang tidak ngefans kadang lebih beruntung daripada fans. Wk.
"Ehem." Aku berdeham, menyita perhatiannya. Cowok itu mengangkat kepala. Aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas kecuali matanya yang kecil.
Ia tampak celingukan, terlihat melihat keadaan sekitar. Ya lagi pula siapa sih orang yang lalu lalang di belakang gedung universitas yang berdekatan dengan hutan dan bekas lapangan. Seram jir.
Btw. Kok aku mau-mau saja sih ketemu orang ini di tempat sesepi ini? Akal sehatku sudah lari ke mana?
Cowok itu menurunkan maskernya sedikit sehingga bisa kulihat wajahnya. Sedikit. Aku sampai memiringkan wajah. Mencermati dengan saksama dan menyamakannya dengan visual yang kulihat di internet.
Anjing. Beneran Suga BTS.
Gila apa. Udah kayak Y/N di Wattpad ini mah.
Aku jadi kehilangan kata-kata. Nyaliku mendadak menciut.
"Anu. Anuku kembalikan dong," kataku yang tanpa sadar ternyata menggunakan bahasa Indonesia.
"Aku tidak paham bahasamu," katanya dalam bahasa Korea. Suaranya begitu dalam dan rendah. Seperti palung samudra. Jir. Aku jadi merinding.
"Maaf," kataku yang pada akhirnya berpegang teguh pada kesadaran. Aku mulai mengumpulkan fokus. "Tolong kembalikan gelangku. Itu gelang keberuntunganku."
Ia terkekeh kecil sambil merogoh sakunya dan mengeluarkan gelangku dan memamerkannya. Mataku membulat. Aku tersenyum dan hendak meraih benda itu. Namun, ia menjauhkannya dan menggenggamnya erat.
"Yah!" Aku membentaknya.
"Silakan berikan pembelaan soal statusmu sebagai buronan agensiku. Sebagai sasaeng." Dari balik topinya itu, aku melihat tatapannya yang tajam.
"Aku bukan sasaeng!" seruku. "Ihhh. Dibilangin kok ngeyel seh, Mas?" Aku mendecak lidah saking kesalnya. "Jadi begini, aku tidak sengaja mengirim pesan ke nomormu. Aku berencana menghubungi seniorku untuk meminta bantuan. Aku bahkan tak tahu kau siapa dan tak peduli dari grup mana." Aku mendesis.
Ia tampaknya mencari kejujuran dari ucapanku. Pandangannya masih terpaku padaku.
"Bahasa Koreamu bagus."
Aku tertawa bukan main. YA DIPIKIR AJA KALAU GUE NGGAK BISA BAHASA KOREA GIMANA BISA DAPAT BEASISWA KE UNIVERSITAS YANG KELASNYA NOTABENE NGGAK PAKE BAHASA INGGRIS.
"Sinikan." Aku mengulurkan tangan. "Cepat!"
Ia melempar gelangku dan kutangkap dengan sigap.
"Siapa namamu?" tanyanya. Masih menjaga nadanya cukup rendah dan tenang.
"Penting?"
Ia mengembuskan napas panjang. "Baiklah. Aku panggil sasaeng saja. Tidak keberatan?"
Aku mendecak lagi dan memberi tahu namaku. Aku tahu ia pasti kesulitan dengan nama panjangku. Untuk memudahkannya memanggil namaku—daripada ia memanggilku sasaeng mulu—, aku minta saja ia memanggil nama depanku.
"El," ulangnya.
"Hm. Jangan sebut aku sasaeng lagi. Oke?"
"Kau tidak tahu Bangtan Sonyeondan?"
"I don't like K-Pop. It's like shit. I prefer K-Indie."
Mendengar nada mengejekku, ia tertawa. "Kau pernah mendengar lagu kami?"
"Buat apa?"
"Kalau belum dengar, jangan menjustifikasi." Ekspresinya berubah mengintimidasi. "You will like our music if you listen without prejudice."
Woah. Aku tak sadar menanggapinya dengan mulut ternganga. Aku menggelengkan kepala.
"Sudah, kan? Aku balik ya. Jangan ganggu dan menyebutku sasaeng lagi. Itu sangat mengganggu, tahu. Aku minta maaf kalau sempat salah kirim." Aku menjentikkan jari, mengingat sesuatu. "Ah. Tolong minta agensimu untuk menghapus namaku sebagai daftar buronan mereka!"
"Kau banyak bicara."
"Aku hanya menjelaskan. Ish." Aku memandang gelangku dan tersenyum. Akhirnya penderitaanku kelar. Aku tak akan mau berhubungan lagi dengan orang ini. Bikin pusing saja. "Daaah."
Sebelum melenggangkan kaki pergi, ada suara langkah kaki menginjak dedaunan kering menghampiri tempat kami. Dan bersamaan dengan itu, lenganku dicengkeram. Aku diseret menjauh untuk bersembunyi di dalam bangunan kecil terbengkalai.
"Yah!"
Belum sempat aku mengomel, mulutku dibekap.
"Ssshh."
Mataku memelotot. Aku menurunkan tangannya dengan kasar. "Apa?" Aku memelankan suara.
Cowok itu mengintip dari balik dinding. Benar saja. Ada dua orang bertopi yang sedang mengintai di depan sana. Salah satu dari mereka membawa kamera besar.
"Itu siapa?" bisikku.
"Dispatch."
"Hah?"
Ia tak lagi menjawab.
"Serius. Aku tadi melihat Suga di sini. Kau pikir dia sedang janjian dengan pacarnya?" Salah satu dari mereka yang membawa kamera celingukan.
Yang satu lagi mengisap rokok sebelum menjatuhkannya. "Ckck. Kau salah lihat, kali. Sudah berapa kali kau bilang begini, eh? Dulu, kau bilang lihat Jeon Jungkook pergi dan berasumsi janjian dengan pacarnya. Tapi, kenyataannya dia ke dokter gigi. Naik sepeda. Aigoo."
Orang yang bawa kamera menggaruk kepala. Keduanya akhirnya pergi, masih dengan gerutuan.
"Itu... wartawan?" tanyaku.
"Hm."
Aku baru sadar tengah menggenggam lengannya. Buru-buru kulepas tanganku dari jaketnya.
"Ah...." Aku menggaruk kepala. "Aku harus kembali. Temanku pasti mencari." Aku melongokkan kepala lebih dulu, melihat keadaan sekitar. Sudah aman. Orang-orang Dispatch sudah tak terlihat. Pandanganku berpindah ke cowok itu lagi. "Suga-ssi..."
"Yoongi."
"Hah?"
"Panggil aku Yoongi."
******
YA ALLAH KENAPA SIH JANTUNGKH DUGEUN-DUGEUN NULIS KEHALUAN BEGINI 😭😭😭😭😭😭😭
GUE SALTING SENDIRI BANGSAT 😭😭😭
Ada yang masih baca nggak sih? 🌚 Gue janji bakal rajin apdet kalo like nyampe 300 🌚
Kalo ketutupan begini aku ga bisa melihat kegantenganmu sayangku 🤧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro