Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#60

Aku memandang layar laptop cukup lama. Di sana, ada e-ticket pesawat yang sudah diterbitkan. Jemariku mengetuk-ngetuk meja. Lalu, aku mengembuskan napas panjang. Ah... sebentar lagi, ya? Aku harus mulai membuat rencana baru. Rasanya, jantungku akan copot saking tak sabar untuk segera memulai lembaran baru.

Aku sudah memutuskannya.

Maka, kukeluarkan ponsel untuk mengetik sesuatu.

Aku segera mematikan laptop dan keluar dari kamar Naina.

Anyway, hari ini dia memintaku untuk ikut dengannya. Kami sedang merencanakan sesuatu. Aku harus segera menyelesaikan masalah di sini sebelum meninggalkan Seoul.

Begitu keluar menuju ruang tamu, aku memandang Naina yang sudah siap sejak tadi. Ia memandangku dengan lekat. Aku mengangguk memberikan jawaban pasti bahwa aku akan menyelesaikan ini bersama dirinya tanpa membawa pihak lain. Meski, kami tak tahu akan jadi seperti apa, aku tetap yakin ini yang paling aman dan terbaik untuk menyelesaikan masalah.

*

"Bagaimana dengan ini? Bagus, tidak?"

"Bagus."

Aku mengamati Naina yang kini disibukan dengan memilih film yang akan ditonton bersama teman-teman fangirlnya. Di sofa, aku memandangi Naina dan Mijin yang mulai memainkan film thriller pilihan Naina.

Mataku berpindah ke satu arah di mana Areum dan Dahye sedang asyik bermain kartu.

"Oh iya, Naina, kau mau ikutan undian fansign lagi?" tanya Mijin tiba-tiba.

"Tidak tahu."

"Ayo ikut. Aku ingin menitip salam kalau kau menang lagi." Dahye mencebikkan bibir penuh harap.

Naina tertawa pelan. "Aku sedang mengurangi kebucinanku, tahu. Aku lagi fokua dengan kuliah dan karier biar nanti bisa masuk agensi lagi. Siapa tahu, aku bisa kerja di Big Hit." Ia tersenyum-senyum.

"Tumben bisa bilang begini. Padahal kebucinanmu dengan Tae sudah tidak bisa terselamatkan lagi," sahut Mijin.

"Karena Tae punya pacar, ya?" Tiba-tiba saja Areum menyeletuk hingga membuat suasana berubah. Ia segera meralat ucapannya. "Yah, kalian kan sudah sering dengar rumor kencan dia."

Naina mengerucutkan bibir. "Tidak. Mau dia punya pacar atau tidak, itu tak akan jadi alasanku berhenti menggemarinya. Tenang saja." Ia tersenyum.

Aku malah khawatir dia benar-benar menaruh rasa pada Taehyung selain sebagai fans. Itu... akan berakhir buruk. Naina harus sadar bahwa ia hanyalah seorang penggemar.

"Aku ke toilet dulu ya," kataku, memisahkan diri dari mereka.

Naina kembali memandang layar untuk menonton film.

Rumah ini tampak sepi. Areum memang tinggal sendirian karena orangtuanya sibuk kerja di Gyeonggi.

Sebenarnya ini bukan sesuatu yang sopan, tapi aku tak tahan lagi. Aku segera masuk ke kamar Areum dan mencari-cari sesuatu. Kamarnya banyak poster-poster dan merchandise. Aku sih tidak akan heran karena Naina juga seperti ini—sebelum melepas semua posternya beberapa bulan lalu dengan alasan bosan melihat desain kamarnya.

Pandanganku terpaku ke salah satu arah. Aku melihat laptopnya dan segera membukanya. Namun, laptop itu dibekali password sehingga aku tidak bisa mengaksesnya. Aku mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan passwordnya yang berhubungan dengan Bangtan.

"Passwordnya ramen."

Jantungku berdetak cepat mendengar suara di belakangku. Seketika, aku beranjak berdiri dan melihat Areum yang sudah menatapku lekat.

"Kau mau membuka laptopku, kan? Passwordnya ramen. Coba ketik saja."

Aku mengumpulkan keberanianku, lalu maju beberapa langkah mendekatinya.

"Kenapa kau lakukan itu?" tanyaku. "Kau dalang dari semua itu, kan? Kau sasaeng."

Areum tertawa kecil. "Kalau iya, kau mau apa? Lapor polisi?"

"Polisi mungkin tidak akan memedulikan laporanku dan aku tidak mau melibatkan orang lain. Aku hanya ingin bertanya, kenapa kau melakukan itu? Kau yang memprovokasi sasaeng lain di grupmu sehingga mereka mulai menyerangku."

"Beruntunglah kau tidak dibunuh."

"Apa?" Aku sudah kehabisan kesabaran. Dengan tegas, aku maju dan melayangkan tamparan. "Kau... berani sekali bilang seperti itu tanpa penyesalan."

Ia malah terkekeh seolah tak menyesali perbuatannya. "Aku punya banyak sekali bukti yang belum aku sebarkan di internet."

"Bukti apa? Kau sudah menyebarkan bukti kalau aku pacaran dengan Yoongi di grup anehmu itu."

"Bukan itu." Ia mengusap pipinya. "Apa jadinya kalau permasalahanmu jadi skandal, ya?"

"Apa maksudmu?"

"Bayangkan kalau media massa tahu kalau pacar seorang bintang yang sedang naik daun... adalah seorang pelacur?"

Praktis saja aku menjambak rambut gadis sialan ini. Tanganku mencengkeram rambutnya.

"Apa yang kau lakukan, hah?!" Aku menarik dan mengguncang badannya. Ia berusaha melepaskan diri sambil tertawa.

"Masa kau tidak tahu kalau video asusilamu diunggah di situs ilegal?"

Aku berhenti mengguncang badannya. "Video... apa?" Suaraku berubah ketakutan.

Areum menepis tanganku dan merogoh ponselnya. Ia menunjukkan sesuatu di depan mataku, sukses membuat mataku membelalak ngeri. Begitu banyak video yang diunggah dengan thumbnail yang seketika mengingatkan aku pada peristiwa-peristiwa itu. Bahkan ada benerapa video saat aku tidak sadarkan diri.

Lututku seketika lemas.

Kian... dasar bajingan!!!

Aku merosot jatuh dan tanganku menyenggol vas hingga jatuh dan pecah di sampingku.

"Coba bayangkan kalau rumor kencanmu tersebar, lalu jejak digital seperti ini diketahui oleh media... bahkan pacarmu?"

Aku tak sanggup berkata-kata lagi. Kepalaku langsung pusing. Aku bahkan tidak bisa mendengar jelas suara Naina yang masuk ke kamar diikuti yang lainnya. Telingaku pengang.

*

"El, bilang dong, dia ngelakuin apa sampe bikin lo begini?"Sejak kembali ke apartemen, aku membisu dan enggan membalas pertanyaan Naina.

"Rencana kita gagal, ya?" Naina mendesah panjang. "Nggak apa. Kita bisa pikirkan...."

"Na," aku memutuskan ucapannya. Badanku masih berbaring membelakanginya.

"Iya?" Naina bergerak mendekat.

"Gue pengen mati."

"Heh!!" Ia tiba-tiba memelukku. "Kenapa lo bilang gini? Nggak boleh!! Ayo bilang sama gue, cewek itu ngapain lo tadi?!" Ia mengeratkan pelukannya.

Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Semua seperti sia-sia. Rasanya, tidak ada cara lain selain mengakhiri hidup.

Sampai tengah malam, aku masih merasakan tangan Naina di badanku. Aku menyingkirkannya, lalu turun dari ranjang, berjalan dengan telanjang kaki.

Aku keluar dari unit apartemennya, menyusuri lorong yang gelap dan sepi, menuju tangga darurat, menaiki lantai demi lantai sampai tiba di lantai teratas. Di atap gedung apartemen. Rambutku yang mulai memanjang sejak terakhir kali kupangkas ketika pindah kemari, sedikit menari-nari diembuskan angin. Aku mulai naik ke pinggiran pembatas, memandang lampu-lampu di gedung yang mulai padam.

"Jangan mati."

Tiba-tiba, aku dikejutkan dengan suara seseorang di belakang.

"Ish... kalau kau lompat, aku akan dipanggil untuk dijadikan saksi, atau malah dipikir tersangka."

Dari kegelapan, muncul seorang lelaki yang seketika membuatku mengerjap. Ia menggaruk kepalanya dan mengulurkan tangan.

"Turunlah."

"Kau seharusnya tinggal pergi dari hadapanku dan berpura-pura tidak melihatku."

Tiba-tiba, tanganku dipegang, membuatku kaget dan hampir saja tergelincir.

"Aku sudah memegangmu. Aku terlibat sekarang. Kalau kau tidak mau menyusahkan orang, ayo turun."

Aku mendesah kesal, lalu turun dari pembatas dibantu oleh orang asing ini.

"Aku tidak tahu masalahmu apa sampai kau nekat begini. Tapi, aku akan mendengarmu bercerita atau menemanimu. Bagaimana?"

"Tidak."

Ia mendecak lidah. "Pikir dulu kalau kau mau mengakhiri hidup. Bagaimana keluargamu? Teman? Lalu, pacarmu?"

Duh, orang ini banyak bacot sekai. Aku sampai pusing mendengar celotegannya.

"Ya... ya... ini bukan drakor, jadi, pergi dari hadapanku sebelum kita terlibat cinta segi empat seperti di drama-drama."

Ia terbahak. "Pede sekali. Ya sudah kalau tidak mau. Yang pasti, aku tetap di sini dan kau kularang menghancurkan me time-ku."

Aku memutar bola mata. Tak kuhiraukan cowok ini dan segera meninggalkannya.

"Salam kenal, ya!" Ia berseru lagi.

*

Hari ini, sesuai dengan pesan janjian kami. Aku sudah menunggu di salah satu tempat makan yang biasa kami datangi. Tiba-tiba saja, aku gelisah. Sepertinya aku sedang tidak waras karena mengambil keputusan tanpa berpikir panjang dulu. Namun, aku sudah tidak tahan hidup begini.

Pintu digeser menampakkan sosok lelaki berjaket hitam yang menyembunyikan wajahnya dengan topi hitam. Ia lantas duduk di seberangku dan melepas topinya.

"Maaf sudah membuatmu menunggu lama." Yoongi tersenyum. "Pasti penting sekali sampai kau memaksaku datang sekarang. Kau tahu aku sedang padat sekali. Tapi, demi mendengarkan hal penting ini, aku akan meluangkan waktu."

Aku memandangnya dengan saksama. Ia balik menatapku bingung.

"Kau baik-baik saja, Bae?"

Aku mengembuskan napas panjang. "Aku...." Ia menungguku dengan sabar. Melihat ekspresinya yang seperti itu, aku jadi makin berat melanjutkannya. "Aku ingin kita break dulu."

"Break?"

"Iya. Aku ingin fokus kuliah di Eropa. Kau bisa fokus dengan pekerjaanmu. Jika memabg kita ditakdirkan bersama, kita akan bertemu lagi di sini."

"El, kau bercanda?"

"Tidak." Aku berdiri dari tempat duduk. "Jangan menolak. Dan, tolong, jangan hubungi aku selama kita break." Lalu, melenggang cepat meninggalkannya, mengabaikan dirinya yang memanggil namaku meminta untuk berhenti.

Begitu meninggalkan tempat makan, aku menumpahkan tangis sambil berjalan tergesa-gesa.

*

[20 panggilan tak terjawab]

[21 panggilan tak terjawab]


*******

OMG IM SO SORRY GUYS KARENA UDAH LAMA GA UPDATE 😭 BENER-BENER MAAP! LAGI MALES UPDATE JUGA GUE :( BUT I WILL TRY MY BEST BUAT UPDATE DEMI KALIAN!!!!!!!

BTW, SEASON 2 udah berakhir di part ini ya! Lanjut S3 ga nih? New Chapter 🥹

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro