Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#55

Halooo maaf ya karena udah lama ga update 😭 Gue lagi rawat jalan ke psikiater jadi masih belom stabil buat nulis dan masih sumpek karena mau resign 🥲 Tapi gw harap bisa lebih rajin buat up setelah resign nanti 🥰

BTW pengen bikin AU yang lain juga. Enaknya siapa lagi ya ceritanya? 🤔

***

Sejak beberapa waktu lalu, aku memandang layar komputer, merenung. Bibirku mengerucut. Aku menumpu dagu dengan punggung tangan.

"Bukannya sebentar lagi ada meeting?"

Aku buru-buru keluar dari situs itu dan memutar kursi, memandang rekan kerjaku yang sudah berdiri di samping mejaku.

"Oh. Ya. Aku akan menyusul."

"Jangan telat. Beri contoh yang baik. Ketua tim." Nadanya sedikit mengejek. Ia menyeringai dan melenggang meninggalkanku.

Aku memutar kursi lagi. Menghela napas panjang. Untuk sementara, aku mengesampingkan dulu surel yang kuterima dari beberapa kampus yang memberiku LoA (letter of acceptance). Padahal, aku tidak berharap mendapatkannya. Namun, LoA ini datang agak terlambat. Dulu, saking putus asanya, aku memasukkan banyak sekali proposal dan menghubungi dosen-dosen di beberapa kampus Eropa.

Meski pikiranku penuh dengan LoA, aku tetap menjalankan meeting sampai selesai. Mataku sempat menangkap Kyunghee yang memain-mainkan dan menggigit pulpennya. Begitu menutup pertemuan, anggota Tim Perencanaan bubar. Menyisakan aku dan Kyunghee.

"Kau lihat apa?" tanyaku pada perempuan itu.

Ia menyengir dan berdiri. "Aku dengar besok ulang tahunmu?"

Aku terkekeh. "Kenapa? Mau mengacaukannya seperti beberapa tahun lalu?"

Ia menyentuh dada. "Aku? Memangnya apa yang kuperbuat?"

"Keberadaan dan ancamanmu sudah membuat suasana hatiku langsung hancur." Aku mengambil buku catatanku.

"Ouch." Kyunghee menyingkirkan rambutnya yang jatuh menutupi alis. "Kalau begitu, aku ingin menebus kesalahan itu dengan. Aku akan mentraktirmu."

Aku menyatukan alis. "Really? Kau sangat aneh." Aku melipat tangan di depan dada. "Apa yang kau butuhkan? Perlakuanmu sangat tidak wajar."

"Jadi, mengancam dan menggertakmu itu lebih wajar, ya?"

Bola mataku berputar. Aku melangkah mengabaikannya. Namun, ia mengekor cepat dan sampai di sebelahku.

"Aku tidak bisa. Oke? Aku punya pacar dan akan menghabiskan waktuku yang spesial bersamanya." Aku tersenyum berlebihan.

Ia malah menyeringai. "I bet. Dia tidak akan bisa."

"Pede sekali."

"Karena aku tahu betul jadwal-jadwal mereka."

Langkahku terhenti. Aku menoleh. "Kau malah terdengar seperti sasaeng."

Ia tersenyum kecil. "Pamanku manajer mereka. Tentu saja aku tahu."

"Untuk apa kau tahu?"

Ia mengubah ekspresinya. "Untuk kujual."

Aku mengernyitkan dahi.

"Becanda!" Ia tertawa terbahak-bahak. "Kalau ternyata pacarmu tidak bisa, kau harus mau makan bersamaku." Ia mengedipkan sebelah mata dan melangkah pergi.

Aku mengamati kepergiannya dengan ekspresi tanya. Ia tidak sungguh-sungguh, kan?

*

"Maaf, Bae. Seminggu ke depan sepertinya aku tidak di Seoul."

Aku memandang ponselku. Seperti ucapan Kyunghee.

"Oke, oke. Tidak masalah. Have fun."

"Aku akan mengirimkan hadiahmu."

"Tidak mau. Kau harus mengantarnya sendiri meskipun terlambat."

Ia tertawa. "Ya sudah...."

Sambungan terputus. Aku mengerucutkan bibir mengingat ucapan Kyunghee. Apa aku menerima saja ajakan makannya biar bisa menyelidikinya?

Aku mengambil ponsel dan menekan nomor Kyunghee. Sebelum menekan panggilan, aku masih berpikir-pikir sambil mondar-mandir. Namun, detik berikutnya ponselnya berdering. Aku mengerjap melihat nama Kyunghee.

"Bagaimana?"

"Oke. Kita akan bertemu di...."

"Aku punya rekomendasi restoran yang bagus. Nanti aku bagikan lokasinya."

Mataku menyipit. "Oke...." Kalau ini salah satu akal bulusnya lagi, aku tak segan-segan mengikat tangannya dan menceburkan ia ke sungai Han.

*

Karena aku tidak sepenuhnya memercayai Kyunghee, makan keesokan harinya aku mengajak Han Geun. Pria itu menunggu di meja lain. Aku sengaja datang lebih dulu agar Kyunghee tak curiga aku membawa bodyguard.

Perempuan itu muncul tepat waktu. Ia duduk di depanku dan tersenyum simpul.

"Happy birthday," katanya.

Aku menyatukan alis. "Thanks?" Mataku melirik Han Geun yang mengawasi di mejanya.

Kami memesan makanan.

"Kau tidak sedang menjebak atau akan menaruh racun ke makananku, kan?"

Kyunghee tertawa. "Kau begitu skeptis dan membenciku, huh?" Ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Lalu mendorong ke arahku.

Hal itu makin membuatku terheran-heran. "Apa ini?"

"Hadiah ultah."

Sudut bibirku terangkat. Aku membuka kotak kecil itu dan mengambil isinya. Sebuah jepit rambut.

"What?" Nadaku naik setengah oktaf. Nih orang makin freak sumpah.

Kyunghee menumpu dagu. "Well well, aku tidak pernah melihatmu...." Ia menggerakkan tangannya. "Menata rambutmu yang kotor dan berantakan."

Aku mengedipkan mata beberapa kali, lalu menyeringai. "Thanks." Aku menyimpannya ke tas.

Makanan pesanan kami datang. Aku sempat memandang piringku sejenak.

"Aku tidak akan meracunimu," kata Kyunghee tiba-tiba.

"Terakhir kali aku ke nongkrong ke tempat umum, aku diracun sasaeng."

Kyunghee tertawa. "Ya itu risikomu."

"Kau bukan otak di balik semua itu, kan?" Aku langsung menembak pada sasaran.

Kyunghee berhenti menyendokkan makanan dan memandangku. "Kalau iya?"

"Aku akan membunuhmu," balasku.

Ia tertawa, lalu meraih gelas dan meminumnya. Ia mengepalkan kedua tangan jadi satu dan menumpu dagu. "Awalnya, iya, aku ingin sekali membuat hidupmu bagaikan di neraka. Aku benci melihat seseorang semenarik dirimu. Karena... itu menyiksa." Ia tersenyum. "Orang-orang menganggapku sebagai jalang sinting yang hobinya stalking dan terobsesi pada mantanku." Ia mendesah panjang dan menutar bola mata. "Kau percaya rumor itu?"

"Ya."

Kyunghee tersenyum. "Baguslah." Ia melanjutkan makannya.

"Jadi, memang benar kau dalang tindakan—"

"Bukan," balasnya cepat. "Tidak ada waktu bagiku melakukan hal sebodoh itu." Ia memandangku. "Aku hanya ingin berteman denganmu."

"Aku tidak percaya padamu."

"Tidak masalah."

Aku melirik Han Geun. Sejak tadi, aku tak menjamah makananku. Tiba-tiba Kyunghee menyendokkan makananku dan memasukkan ke mulutnya.

"Lihat? Aku tidak apa-apa. Makananmu tidak beracun." Ia mendesah panjang.

"Katakan yang sejujurnya, kau bukan berniat mengajakku berteman, kan? Itu alasan tolol."

Kyunghee menghela napas panjang. Kesal. Ia memandangku lurus-lurus. "Memang bukan."

"Jadi, kenapa kau sangat ingin mendekatiku?"

"Karena aku menyukaimu."

*

Aku masih mencoba memproses kalimat tadi ke kepala. Ucapan tak masuk akal yang membuatku bilang 'hah' 'heh' sejak tadi.

Bahkan, aku berulang kali memandang jepit rambut hadiah darinya. Masih dengan wajah bingung. Aku memasukkan jepit itu ke tas.

Aku melompat ke ranjang setelah mengaplikasikan skin care. Lalu, memandang layar ponsel. Menunggu kabar. Sampai pukul satu, tak ada apa-apa.

Btw, aku sedang menempati apartemen Yoongi untuk sementara. Selain karena menghindari dulu dari ancaman psikopat tak waras itu, juga untuk beradaptasi.

Aku meraih sebingkai foto yang bertengger di nakas. Foto yang diambil di pernikahan salah satu manajernya. Saat itu Yoongi mengajakku serta, tapi dengan kendaraan dan waktu yang berbeda. Maka, aku datang seorang diri belakangan. Aku tak bisa membaur dengan yang lain karena pesta itu dihadiri banyak orang. Aku hanya bisa memandangi dari jauh. Bahkan, saat tak sengaja menangkap bunga yang dilempar mempelai wanita, aku menyimpannya sampai bisa kugunakan di akhir acara.

Begitu banyak tamu yang pergi dan meninggalkan keluarga besar, barulah kami memberanikan diri bertemu dan mengambil gambar dengan aku yang membawa buket bunga itu dan ia di sebelahku dengan senyum kecil.

Padahal, ia tak memberi tahuku harus pakai apa (katanya terserah aku saja), tetapi kami malah muncul dengan baju yang serasi. Ia mengenakan kemeja satin biru navy, celana hitam, dan pantofel. Aku memakai dress tali tipis yang menggantung di pundang dengan warma yang hampir mirip (bedanya hanya beberapa tingkat di atasnya) dan rambut yang dikepang dari depan memutar ke belakang sampai ke depan lagi—Naina yang membantuku menata rambutku (ia agak sedih karena ingin datang dan melihat Taehyung, tapi ya akhirnya sadar diri, ia bukan siapa-siapa).

Saat itu, tak ada yang aku pikirkan. Aku hanya ingin menikmati momen dan rasa senang. Selang beberapa saat, ponselku berdering. Aku spontan mengangkat panggilan video dan tersenyum begitu layar menampakkan seseorang yang sepanjang hari ini aku rindukan. Ia sedang memberantakkan rambut sambil menatap laptop.

"Kau akan menelepon sambil bekerja?" tanyaku.

Ia menoleh. "Karena aku kangen dirimu sekaligus harus menyelesaikan pekerjaanku, aku harus melakukannya."

Aku terkekeh. "Ya sudah, aku temani." Aku menekan dagu ke atas bantal, mengamatinya bekerja. Sesekali ia membuka tutup botol wiski dan menyesap isinya.

"Karena kau tidak mau aku kirimi hadiah, aku kasih ini dulu." Ia menutarkan sesuatu. Sebuah lagu?

Sebelah alisku terangkat. "Oke... kau sedang membocorkan lagu kalian?"

"Bukan, bodoh." Ia mendecak. "Ini untukmu."

Aku mengerjapkan mata beberapa kali. "Ah!" Aku diminta mendengarkan dulu dengan saksama. Aku menebak suara yang direkam itu. Jungkook.

"Kau minta JK buat menyanyikan lagu yang kau buat untuk hadiah ultahku?" Aku menggeleng-geleng. "You're so cruel."

Ia menyela cepat, "Dia yang menawarkan diri. Anggap saja ini hadiah patungan."

Hadiah patungan HAHA.

Aku tertawa. "Cute. Terima kasih."

Ia masih memutarkan lagu itu. Katanya, ia tak akan merilis lagu itu karena hanya dibuat untukku.

"Aku ingin bilang sesuatu," kataku.

"Ya, Bae?"

"Bagaimana pendapatmu soal LDR?"

Ia menatapku cukup lama, seperti berpikir. "Aku baik-baik saja dengan itu. Kenapa?"

Aku merapatkan bibir. Tak mau menyembunyikan apa pun. "Aku mendapatkan banyak LoA. Dan... memikirkan untuk mengambilnya...."

Terjadi keheningan sejenak. Ia tersenyum. "I'm so proud of you. Ambil saja."

"Aku tidak suka LDR, tahu."

"Aku akan mengunjungi."

Mengunjungi? Bahkan saat kita sama-sama di Seoul saja, kami sangat jarang bertemu.

"Kau setuju karena biar tidak ada yang mengganggu?" tanyaku.

"Jangan mulai." Ia mendesah panjang. "Aku mendukung apa saja keputusanmu." Ia menunjukkan ibu jari. "Keep it up."

Aku mengerucutkan bibir. "Kalau soal menikah?"

"Kapan saja saat kita sama-sama siap. Bukankah kita sudah merumuskan ini?"

"Cepat kembali," kataku.

Ia tersenyum. "Sabar. Saat aku sudah tiba di Incheon, tempat pertama yang kutuju adalah rumahku. Kau."

Aku terkekeh. "Aku ingin membahas banyak hal saat kau kembali."

"Soal keputusanmu mengambil studi di Eropa?"

Aku mengangguk.

Dan keputusan-keputusan lain setelah itu. Aku sudah memikirkannya dengan sangat baik. Soal masa depan kami.

*********

WKWKWK nungguin apaan kalian 😀

Btw maaf ya kalo belakangan jadi banyak narasi. Karena lagi males bikin fake chat :(

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro