Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#44

Mau aja kalian diboongin. Nih update lagi berhubung minggu kemaren ga apdet. Minggu ini 3x deh sama Sabtu ntar. Baek kan gue. Mumpung lagi mood nulis dan sebelom kejar deadline lagi.

Ada yang lewat dulu

Ngelanjutin yang kemaren 😙 Giliran dari POV Yoongs 😗👌🏻

————————————

"It's okay, Bae." Aku mencoba menenangkannya.

Bisa kurasakan ketakutan dan keraguannya. Bisa kulihat juga dari matanya. Beberapa kali ia memejam, mungkin berusaha menenangkan diri. Ia sempat merintih kesakitan karena terlalu tegang saat mulai penetrasi. Padahal, kami sudah melakukan foreplay cukup lama.

"Lihat aku." Aku mengusap wajahnya. "I'm not gonna hurt you. I promise."

Matanya terbuka. Kami saling bersepandang satu sama lain. Aku ingin mendapatkan kepercayaannya. Baginya mungkin masih sulit. Tapi, ia tidak bisa seperti ini terus. Tidak bisa dibayang-bayangi ketakutan dan trauma.

"Kau percaya kepadaku?" tanyaku.

Ia mengangguk dan mengembuskan napas panjang.

"I love you, Bae," kataku lagi.

Tubuhnya merileks saat aku mulai bergerak perlahan. Kedua kakinya melingkar di sekitar pinggangku.

Di keremangan, aku sempat memperhatikan bekas-bekas lebam di beberapa bagian tubuhnya. Hatiku sakit sekali melihatnya. Aku mengusap bekas-bekas lebam itu.

"I'm sorry. I can't be a perfect person to you," bisiknya. Aku menghentikannya bicara, membungkam bibirnya dengan ciuman.

"You're beautiful. I don't need perfection."

Aku menghirup aroma vanila dari badannya. Mencium setiap jengkal tubuhnya. Mendengar deru napas dan desahan lirihnya. Berkejaran dengan suara derit ranjang dan gesekan yang semakin lama semakin berpacu kencang. Kedua tangannya mencengkeram seprai dan ujung bantal. Aku menariknya ke atas dan menggenggamnya. Keringat menganak sungai. Suhu terasa lebih panas. Tak peduli karena pemanas yang diatur terlalu tinggi atau lantaran persetubuhan ini. Aku menyusupkan wajah di lehernya, meredam erangan.

Ia lebih dulu mendapatkan orgasme. Aku menyusul dengan ejakulasi di dalam.

"Fuck," bisiknya di tengah napas memburu. "Seharusnya aku memainkan lagu Lo-Fi untuk menciptakan ambience yang indah. Sia-sia belaka pengalamanku belajar Estetika."

Aku tersenyum dan mengusap beberapa helai rambut yang menempel di dahinya yang dibanjiri keringat. "Lain waktu."

"Lain waktu? Aku sangsi kau punya waktu."

Aku berbisik di depan bibirnya, "Di studioku kalau mau."

Ia tertawa pendek. "Ubah dulu kata sandimu sebelum JK masuk seenak perut."

Aku menyeringai, memisahkan diri darinya, dan berbaring di sebelahnya. Kami masih bergelung di bawah selimut. Ia merangsek mendekat, menekan kepalanya di dadaku, lalu memejamkan mata. Kuusap rambutnya.

"Terima kasih," katanya.

"Untuk?"

"Selalu mencintaiku."

Aku menghirup aroma rambutnya. Tersenyum simpul.

*****

Malam itu aku bermimpi indah. Sudah lama aku tak pernah memimpikan suatu hal seindah itu. Setelah belakangan ini tak berhenti dihantui mimpi buruk.

Aku bisa tidur nyenyak. Tidak lagi tiba-tiba terjaga karena mencemaskan hal-hal yang masih semu. Benar-benar terlelap. Dan satu-satunya hal yang membangunkanku adalah kecupan di lengan dan punggungku.

Saat membuka mata, aku memandang jam dinding. Pukul enam. Ketika memutar badan, aku berhadapan dengan Yoongi yang sudah rapi.

"Morning, Little Sunshine."

"Kenapa Little Sunshine?"

"Karena Big Sunshine adalah Hoseok."

Aku tertawa, lalu bangkit duduk. "Kau akan pergi? Ini kan libur."

"Hm. Ada hal penting." Ia menengok jam Rolex yang melingkar di pergelangan tangannya. "Aku sudah menyiapkanmu
sarapan, tapi tidak bisa menemanimu."

Aku mendesah pendek. "Tidak apa." Mataku menangkap sesuatu di lehernya. Ada tandaku di sana. "Hey, tutupi itu."

"Tidak apa," balasnya enteng.

"Nanti kalau kau syuting sesuatu dan ada yang menyadarinya, publik akan tahu."

"Memangnya kenapa? Biarkan saja mereka berasumsi." Ia sangat keras kepala. "Aku pergi sekarang." Ia mengusap kepalaku dan mendaratkan ciuman di dahi. Lalu, melangkah meninggalkan kamar.

Aku menyusupkan jemari di rambut. Kupandang keadaan sekitar. Rapi sekali. Baju-bajuku yang seharusnya berserakan di lantai pun tak ada. Gantinya, bathrobes yang sudah diletakkan di dekat bantal. Aku tersenyum lebar. Aku tak pernah diperhatikan dan dicintai sebesar ini.

*

Naina menguap lebar. Ia mengerjapkan mata, berusaha melek.

"Gue abis maraton drakor," katanya. Padahal, aku belum sempat bertanya.

Pagi ini, aku mengunjungi apartemennya untuk menghabiskan waktu libur.

"Hwarang," lanjutnya lagi. "Nggak bosen gue ngelihatin muka Tae di sana. Gue skip skip buat cari adegan dia aja sih."

Aku menyeringai sambil mengaduk seduhan teh.

"Tumben muka lo nggak kusut kayak biasanya?" tanya Naina.

"Gue bisa tidur nyenyak semalam." Aku menyeruput teh yang sudah larut.

"Oh... hasil 'special appointment', ya?"

Aku tersedak. Naina mendecak lidah. "Naina, that's gross."

"Hilih." Ia mencebikkan bibir. "Eh, jalan-jalan ke Hongdae yuk."

Sebelum aku mejawab, ia menarik tanganku.

*

Kami menonton pertunjukan musik di jalanan di udara dingin. Aku salut dengan pemusik jalanan karena masih bertahan di tengah musim dingin.

Aku harus bergerak agar tidak semakin kedinginan. Naina yang tertarik menonton pertunjukan minta ditinggal. Jadi, aku berjalan seorang diri menyusuri jalanan. Kedua tanganku menyusup di saku mantel. Ponselku berdering. Aku melihat nama Yoongi di sana.

"Tumben sekali? Tidak sibuk?"

"Aku sudah menemukan orang yang cocok untuk mengawalmu."

Aku terkekeh. Padahal, aku merasa baik-baik saja.

"Apakah tampan?" godaku.

"Mirip Ji Chang Wook," balasnya kesal.

"OMG. Ganteng sekali, dong?"

Ia mendecak di seberang. Aku berhenti di depan zebra cross.

"Buatlah janji temu dengannya untuk saling mengenal."

"Oke."

Sambungan terputus setelah kudengar seruan Seokjin yang memaki-maki. Aku terkekeh. Kumasukkan ponsel ke tas dan siap untuk menyeberang.

Namun, perhatianku terpaku ke satu sosok di seberang jalan. Seorang perempuan berambut panjang yang memandangiku. Mematung. Aku bisa melihatnya menyelipkan senyum miring. Orang-orang mulai menyeberang. Tapi, kakiku tak bergerak. Aku mendengar ponselku berdering lagi. Buru-buru kuambil, mengira Yoongi menghubungi lagi.

Apa perlu kuberi tahu kalau aku bertemu dengan Kyunghee? Termasuk ancamannya satu setengah tahun lalu?

Alih-alih suaranya, aku malah mendengar suara lain. Ditambah tawa yang begitu mengerikan di telinga. Jantungku seolah mencelus dari rongga dada. Berdebar sangat keras. Tanganku gemetaran.

"Hello, Babe. Akhirnya, aku menemukan kamu. Mau kabur ke mana lagi?"

*******

Panas ya kan bab kali ini sampai akhir.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro