#25
Bola mataku membulat. Ia bercanda?
"Jangan bercanda saat begini." Aku terkekeh dan hendak meraih laptop untuk pergi saking salah tingkahnya, tapi ucapannya membuatku berhenti bergerak.
"Aku menyukaimu."
Kupandang wajahnya yang serius. Rasanya, napasku seolah berhenti sampai di tenggorokan. Aku membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu, tapi bingung memulai dari mana.
"Kau tidak menganggapnya serius?"
"Anu... itu... tidak masuk akal." Aku tertawa sumbang. Kenapa nada bicaranya terdengar serius sekali, sih? Aku kan tidak berekspektasi sejauh ini. Aku jujur kaget loh.
Aku harus mencerna hal tak masuk akal ini selama beberapa saat. Maksudku... helo??? He is an idol!Aku kan tidak hidup di dunia Y/N???
"Kenapa tidak masuk akal?"
Aku mengusap tengkuk dan berkata tergeragap, "A-aku kan bukan siapa-siapa! Lagi pula aku takut berhadapan dengan penggemarmu, apalagi sasaeng."
Ia tertawa, membuatku menyatukan alis.
"Kau takut dengan sasaeng?" Ia terdengar ragu. "Kemarin kau menghajar dua orang."
"Bukan berarti aku mau-mau saja jadi bahan bully mereka nanti." Nadaku nyolot. "Dan, aku punya kontrak dengan Big Hit, tahu. Aku tidak mau membayar denda."
Melihat ekspresi kesalku, ia menghentikan tawanya. "Aku yang akan membayarnya."
"Jangan mengada-ada." Aku terkekeh.
"Kita pacaran sembunyi-sembunyi saja kalau begitu," ucapnya enteng. Seakan hal itu bukan masalah.
"Dasar gila." Aku menyingkirkan rambut ke belakang. "Aku tidak mau."
"Sungguh?" Ia menepuk puncak kepalaku dan membelai rambutku lembut. Praktis saja jantungku seakan melompat dari rongga. Ia memperhatikan reaksiku yang barangkali seperti tanaman putri malu saat disentuh. Lalu, ia tertawa. Seolah tahu jawabannya.
Si berengsek ini senang sekali sih bermain dengan hatiku. Aku kan tidak bisa terus-menerus seperti ini. Aku ingin berteriak, tahu.
"Baiklah, aku tidak akan membuatmu kesulitan," katanya. "Aku tidak akan memaksa." Ia pandai sekali menutupi nadanya sehingga tak bisa kutebak perasaannya sekarang. "Setidaknya, aku sudah mengatakannya, kan?"
Aku memandangnya. Ia melenggang menjauh, membereskan gelas dan cangkir bekas minuman kami ke tempat pencucian piring. Aku mengambil laptop, mendekap, dan melangkah menuju tangga. Ia tak memanggilku.
Begitu sampai di kamar, barulah aku bisa mengekspresikan diri dan buru-buru menghubungi Naina. Namun, ia tak kunjung menjawab panggilanku. Dengan gerakan jari cepat, aku mengetik pesan.
Di saat bersamaan, Jungkook menelepon. Aku menjawab panggilannya karena tak enak sudah membuatnya khawatir. Sekaligus ingin memakinya.
"Heh! Kau bilang apa ke Yoongi??"
"Noona, aku belum sempat buka mulut tapi kau sudah meneriakiku."
"Salah sendiri! Kenapa kau membocorkan semua itu?? Kalau aku pulang, aku akan mencubitmu. Lihat saja!"
"Aku khawatir." Ia mendesah. "Bagaimana keadaanmu? Kenapa kau tiba-tiba menghilang? Dan... apakah Yoongi Hyung mengatakan sesuatu?"
Aku menggigit bibir. "Tidak apa. Aku baik-baik saja."
"Aku merindukanmu."
"Besok aku pulang. Kau rindu kupukul?" Aku tertawa. "Jangan diulangi lagi. A secret must be a secret."
"Jadi benar kau menyukainya?"
Aku mengubah nadaku menjadi ketus. "Kenapa memangnya? Kau mau mengadu ke Bang PD?"
"Aku tidak sejahat itu."
Jungkook menutup panggilan tanpa kata penutup. Aku terkejut. Apa aku sudah menyinggungnya? Aku mendecak lidah dan mengirim pesan minta maaf. Pesanku ditinggalkan dalam keadaan terbaca. Tidak dibalas.
Dia marah?
*
Aku bangun tidur dalam keadaan sakit perut dan pinggang luar biasa. Dan, kusadari ini hari pertamaku menstruasi. Biasanya, selama dua hari aku bisa terserang dysmenorrhea.
Begitu bangun, hal pertama yang kuperiksa adalan seprai. Aku mendesah kesal lantaran menemukan bercak darah samar. Dengan perut melilit, aku bangkit dengan malas dan melepas seprai dari kasur. Mataku tertuju ke jam dinding. Penerbangan ke Seoul masih cukup lama. Baguslah. Ada waktu untuk mencuci. Ck, sial sekali sih.
EH TUNGGU! Kan kamar mandi di sini heater-nya rusak. Masa aku mandi sepagi ini dengan air dingin? Gila apa. Aku meringis kesakitan.
"Hah, berengsek. Kenapa dapet pas lagi begini, sih. Ribet, anjir."
Aku membuka koper, menggeledah tas kecil yang menyimpan skin care dan biasanya kuselipkan pembalut.
"Loh? Nggak ada?" Kukeluarkan isi tas itu dan tak menemukan apa pun. "Halah, cuk." Aku merengek, antara menahan sakit sekaligus kesal karena tak membawa persediaan pembalut.
YA TERUS GUE HARUS GIMANA??? MASA MINTA TOLONG YOONGI???
*
"Ada apa? Kau butuh sesuatu?" Yoongi masuk ke kamar, melihatku meringkuk di lantai. Sejak tadi, aku berjongkok tak bergerak di dekat koper.
Aku harus menurunkan harga diriku dengan memanggilnya.
"Anu... aku minta tolong," kataku lirih sambil menekan perutku.
"Apa?" Ia menyadari ada sesuatu yang salah dariku. "Kenapa wajahmu pucat?" Ia melangkah mendekat.
Spontan, aku berteriak, "Jangan mendekat!!!"
Ia praktis berhenti dan mengangkat tangan seolah sedang ditodong senjata. "Oke?"
"Tolong," kataku. "Belikan sesuatu."
"Kau butuh apa?"
Aku berpikir sebentar sambil menggigit bibir bawah. AH PERSETAN!
"Belikan aku pembalut."
Kalimat itu meluncur secara brutal dari mulutku. Rasanya aku ingin terjun dari puncak gunung. Kubenamkan wajahku ke paha saking malunya.
"Tolong, dong...." Kataku lagi, lebih memelas.
"Kau berdarah?"
"IYA AKU BERDARAH!"
Cowok ini kenapa pertanyaannya segoblok ini, sih?!!
"Tapi, aku belum pernah beli."
"Tanyakan saja ke kasir! Cepat!"
"Yah, kenapa kau membentak?"
Aku mengangkat wajah dan menunjukkan wajah memelas. "Please?" Kubulatkan mata lebar dan mencebikkan bibir.
Ia mendecak lidah. "Iya, iya."
"Dan pain killer."
"Hm." Ia langsung melenggang keluar dan menutup pintu.
Aku bisa bernapas lega. Walaupun urat maluku sudah putus.
Baru kali ini aku minta tolong seorang lelaki untuk membelikan pembalut. Seorang idol pula. Kurang keren apa lagi aku tuh.
Aku jadi penasaran apa yang dilakukannya saat sampai di minimarket. Apakah ia
bertanya ke kasir? Atau langsung membeli setelah Googling? Membayangkan itu saja membuatku tertawa.
Terus, apa yang dipikirkan kasirnya? Maksudku, ia kan sangat terkenal. Apalagi ini Daegu, kota kelahiran dan rumahnya. Otomatis warga sini banyak yang tahu dirinya. Apakah kasirnya kepo dan gibah seperti warga +62?
Ah, Yoongi kan cerdas. Ia pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
Mumpung ia tak ada, aku bisa menyelinap ke kamar mandi di kamarnya. Aku masuk ke kamar mandi sambil membawa baju bersih. Begitu di dalam, ada panggilan video.
Yoongi tampak sedang sibuk mengambil beberapa barang dan ia memosisikan layarnya di sisi wajahnya.
"Aku tidak tahu kau biasanya pakai apa," katanya.
"Ambil terserah."
Ia menggigit bibir bawah dan menggaruk pelipis. "Apa bedanya mereka semua?" Ia mengarahkan kamera ke rak.
"Itu, itu."
"Ini?" Ia menunjuk salah satu merek.
"Ya, ambil saja."
Ia mengambilnya dan memasukkannya ke keranjang. "Biasanya kau pakai pain killer apa?"
"Terserah."
"Jangan terserah."
"Beli saja ibuprofen."
"Oke." Ia menaikkan maskernya.
Ia masih belum mematikan panggilan video, berjalan menyusuri rak dan berbelanja yang lain. Lalu, sampai di kasir untuk membayar.
"Kau butuh yang lain sebelum aku ke apotek?"
"Tidak."
"Aku matikan."
"Terima kasih," kataku.
"Hm." Ia menggumam, lantas mematikan panggilan.
Damn, he's so kind. Ia bisa saja menolak permintaanku. Apalagi membelikan sesuatu yang dianggap kebanyakan cowok memalukan. LOL.
Yoongi datang saat aku sudah akan berpakaian.
"Kau di dalam?" tanyanya dari luar.
Aku membuka pintu sedikit dan mengulurkan tangan. Ia memberikan titipanku.
"Thanks!!!"
Haaah. Gila, selega ini rasanya. Aku keluar sudah dalam keadaan segar dan nyaman, disambut aroma masakan.
"Rajin banget sih nih orang. Padahal kalau di kantor rebahan mulu." Aku melenggang ke dapur saat sarapan sudah siap.
Ya ampun, beruntung sekali siapa pun yang berjodoh dengannya nanti. 🥺
"Taehyung mengabari akan tiba di bandara pukul satu.
Aku menengok jam dinding. "Kita masih ada waktu, kan? Sebelum kita berpamitan ke keluargamu, aku mau—"
"Tidak usah."
"Eh?"
"Aku sudah bilang ke kakakku dan dia akan menyampaikannya ke orang tuaku." Ia mengucapkannya datar sekali. Lalu, duduk di depanku.
"Yah, jangan bersikap seperti itu."
Ia mengangkat kepala. "Ayah dan ibuku tidak di sini."
Aku mendecak lidah. "Tetap saja. Kenapa kau tidak menelepon ibumu?"
"Aku akan melakukannya begitu sampai di Seoul."
Aku mendengus. Dasar keras kepala
*
Taehyung yang sudah bermasker, kacamata, dan topi melambaikan tangan di ruang tunggu VIP. Ia menurunkan masker sekadar memamerkan senyum kotaknya.
"Bagaimana liburanmu di Geochang?" tanyaku.
"Aku senang sekali. Rasanya seperti tubuhku diisi ulang dayanya sebelum konser penutupan." Taehyung memiringkan kepala. "Wajahmu pucat sekali."
"Oh? Masa?" Aku menyentuh pipiku. Taehyung menempelkan punggung tangan ke dahiku. "Aku baik-baik saja."
Kami bertiga duduk berderetan. Aku berada di tengah-tengah Taehyung dan Yoongi. Sesekali, kuamati keadaan sekitar. Dua cewek kemarin tidak ada di sekitar kami. Sebelumnya, aku sudah menghubungi Manajer Sejin dan ia bilang akan segera mengurus keduanya sebelum mengganggu penerbangan kami lagi.
Ah! Sial. Sakitnya kambuh lagi. Kali ini benar-benar menyakitkan karena menyerang punggung serta pinggangku pula. Aku spontan mencengkeram tangan Yoongi.
"Kenapa?" tanyanya, lantas melepas earphone-nya.
Aku menggeleng dan menegakkan badanku lagi. Kepalaku pusing sekali. Ditambah perut yang mulai mendorong sesuatu, membuatku sedikit mual. Aku mengangkat tangan. Bulu kudukku sudah berdiri. Rasanya, aku seakan mau pingsan.
Pengeras suara memberikan informasi bahwa pesawat kami akan segera berangkat. Aku agak limbung saat berdiri yang praktis dipegang Taehyung dari belakang.
"Noona, kau tampak tidak sehat."
"Aku baik-baik saja. Tenang." Kusunggingkan senyum agar ia tak panik.
Syukurlah, aku bisa menahan sampai di dalam pesawat. Aku duduk di kursi depan, dekat jendela, beberapa baris dari Yoongi dan Taehyung di belakang. Mesin pesawat yang mulai dihidupkan semakin membuatku pening. Aku memejamkan mata, menekan pelipis. Duh, pusingku semakin menjadi-jadi. Ditambah bau pesawat.
Perhatianku teralihkan saat kurasakan seseorang duduk di kursi sampingku.
"Kau butuh sesuatu?" Yoongi bertanya.
Aku menggeleng.
"Aku akan di sini," lanjutnya.
Ah, ya. Aku sepertinya lebih membutuhkanmu daripada apa pun. Rasanya menenangkan hati.
Aku mencoba tidur. Tanganku diraih dan ditarik, membuatku menoleh ke samping. Ia tak memandangku dan terus memejamkan mata. Kupandang tanganku di genggamannya. Terasa hangat sekali. Bibirku menyunggingkan senyuman. Aku memiringkan badan menghadap ke arahnya.
Armrest sialan. Coba kalau ini tak ada, aku bisa merapatkan diriku padanya.
Sepertinya aku tak butuh pain killer. Aku hanya butuh dirinya.
*
"Sudah baikan?" tanya Taehyung begitu kami keluar dari pintu, menyusuri garbarata.
"Sedikit," balasku lirih.
"Mau pakai kursi roda? Aku panggilkan—"
"Tidak, tidak."
Badanku lemas sekali. Sepertinya aku kena anemia. Jalanku sedikit sempoyongan. Sepanjang jalan, aku mencengkeram jaket Yoongi sampai berhenti untuk mengambil koper yang akan dibantu oleh porter. Aku mendekati Taehyung di dekat birai. Aku tak mendengar jelas kalimatnya saat mengajakku mengobrol.
Aku terhuyung nyaris tersungkur seandainya tak ada yang memegangiku.
"Noona, kau tidak baik-baik saja," kata Taehyung di depanku. Ia melambaikan tangan di depan wajahku.
"Taehyung-ah, Manajer Sejin yang menjemput kita, kan?" tanya Yoongi. Tangannya masih memegang lenganku.
"Iya."
"Kabari dia. Pastikan tidak ada wartawan. Kita lewat jalur khusus."
"Hah?" Taehyung tampak bingung. "Oke." Ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Manajer Sejin.
"Aku akan menggendongmu."
Aku tak sempat membalas dan mengiyakan permintaannya untuk naik ke punggungnya. Tanganku melingkar di lehernya.
"Apa Anda membutuhkan kursi roda?" Aku mendengar suara seorang petugas bandara.
"Tidak."
Kami bergegas keluar menuju jalur khusus dikawal petugas bandara. Taehyung memimpin jalan di depan kami.
"Kau tidak takut ketahuan?" tanyaku pelan di dekat telinganya.
"Sedikit."
Aku terkekeh. "Yah, kau mempertaruhkan reputasimu."
"Aku tidak peduli. Sudah, jangan banyak bicara."
Aku tersenyum. "Yoongi-ssi...."
"Hm?"
Tanganku melingkar lebih erat. "Aku mau jadi pacarmu. Ayo berkencan diam-diam."
*****
HAHHAHAHHAHAHAAAAA AMBUREGUL ATIKU!!!!! 😭😭😭😭😭🥺🥺🥺🥺🥺 SINI YANG SAMA-SAMA AMBYAR RAMAIKAN KOMENTAR INI DENGAN EMOT => 😭💜
Ya ampun, kerjaan gue lagi banyak banget. Stres gue jingan. Biasanya gue melepas stres dengan jalan-jalan. Ini makin stres gegara di rumah mulu tiga bulan 😔 Jadinya kugunakan untuk menghalu saja biar ga makin stres 🥴 Gila iya kali wkwkwkk
"Ayo, pacaran sama aku."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro