FROM JURI 6
Suatu hari, ketika saya berusia delapan atau sembilan tahun, saya membaca sebuah light novel horor Jepang. Saya ingat betul, waktu itu saya duduk di luar rumah sekitar pukul enam sore. Suasananya sepi karena rumah saya ada di dalam gang kecil, agak remang-remang sebab matahari sudah tak terlihat lagi. Hanya pancaran sinarnya yang mewarnai kaki langit sebelah barat dengan semburat kemerahan. Kemudian, saya lanjut membaca novel itu sambil mengintip ke halaman yang ada ilustrasi bergaya manga-nya, dan memutuskan, "Saya mau jadi penulis!"
Yeah. Hanya begitu saja. Hanya satu kalimat di sore yang biasa saja, kalimat yang mengawali perjalanan saya menjadi penulis.
Saya nggak lantas langsung rajin belajar nulis. Saya justru lebih fokus pada komik dan menggambar. Untuk membaca novel sendiri, saya hampir nggak pernah. Beda banget sama saat saya kuliah. Setiap hari saya selalu baca novel kayak orang kecanduan. Lol.
Hobi membaca saya temukan saat kelas 3 SMP, saat saya diberi tugas meresensi novel. Novel yang saya beli genre-nya teenlit, tapi ada banyak hal yang nggak saya pahami dari novel itu. Mungkin karena saya yang masih terlalu kecil waktu itu. Lol.
Tulisan pertama saya ada di buku tulis, ditulis dengan pensil. Saya menulisnya saat masih kelas satu SMA dan nggak punya komputer. Kisahnya tentang kelanjutan serial game Resident Evil yang saat itu baru mencapai seri keempat--kalau sekarang, RE udah nyampe seri ketujuh. Tokoh utama saya seorang cowok usia 21 bernama Timmy dan kakak perempuannya yang bernama Melissa. Mereka berpetualang di sebuah pulau mistik, melawan zombie dengan pistol, dan menguak rencana kejam Umbrella, lalu meninggalkan pulau dengan helikopter.
Apa ada yang baca? Ada. Teman sebangku saya. Saya nggak ingat apa komentarnya setelah baca cerita abal-abal itu. Lol.
Keabsurdan saya dan imajinasi saya berlanjut sampai ketika saya punya akses komputer saat kelas dua SMA. Waktu itu saya nggak bisa ngetik menggunakan sepuluh jari, dan pengetahuan saya soal komputer sangat minim. Sabodo saja, saya menulis novel pertama saya di komputer. Judulnya Blood. Genre-nya horor. Panjangnya 86000 kata. Berkisah tentang anak laki-laki bernama Kevin yang diteror oleh hantu cewek bernama Elaine. Saya menulisnya tahun 2009 dan selesai pada 2010.
Ah, memori yang indah sekali.
Adakah yang baca? Enggak. Akses internet saat itu masih sulit, nggak seperti sekarang. Kalau mau posting sesuatu di internet, saya kudu ke warnet dulu. Saya waktu itu cuma murid SMA yang duit jajannya nggak seberapa. Buat beli gorengan di kantin sekolah aja udah habis. Maka, menganggurlah novel itu.
Seiring dengan berjalannya waktu, saya semakin menenggelamkan diri dalam hobi menulis ini dan belajar teknik menulis di internet. Saya juga memberanikan diri posting tulisan di banyak web sampai saya lupa web apa saja. Tentu, kritikan demi kritikan saya dapatkan. Sempat down, sebab saya waktu itu masih sangat labil dan idealis. Kemudian, saya menggunakan kritik-kritik itu untuk memperbaiki diri seperti yang orangtua saya ajarkan.
Kalau boleh jujur, saya nggak pernah ikutan training menulis atau yang sejenis itu sebelum akhir 2016. Saya cuma mengandalkan internet, buku, internet, dan buku. Ya, saya memang katrok dan ajaib.
Soal ditolak penerbit, saya sudah merasakannya sejak 2013. Entah sudah berapa email tolakan ada di inbox saya. Kecewa, pasti. Kesel, iya lah. Rasanya pengin gigit orang. Tapi saya gigit bantal aja, deh, daripada berabe. Lol. Tapi yang namanya berjuang, nggak boleh setengah-setengah ya. Saya nggak lantas berhenti karena ngambek. Saya terus mencoba dan mecoba.
Saya akan terus belajar dan jadi lebih baik lagi. Kuncinya, jangan pernah menyerah. Harus terus maju, karena perjuangan nggak akan membohongi hasil.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro