Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. HeyItsVAW

Ini Kisah Tentang Jari Isav Yang Suka Ngapelin Keyboard

Hai, It’s me Isav!

Penulis Wattpad yang baru kenalan sama aplikasi itu Desember tahun lalu dan mendadak jadi jarang melamun begitu akhirnya memutuskan buatmencoba ikut ambil bagian dengan menulis.

Aku siapa dan menulis apa? aku cuma seonggok daging hidup yang menulis –mostlyfanfiction.

Ya, ini Isav. Salam kenal. Cewek tanggung yang sehari-hari berkecimpung di dunia tourism dan akhirnya menemukan pelampiasan yang indah melalui menulis fanfiction.

Aku nggak punya pengetahuan luas soal tulis menulis. Tapi, sebenarnya aku cinta menulis. Cuma, selama ini aku nggak pernah punya wadah yang tepat buat menuangkannya. Seperti orang pada umumnya, aku pun punya sosial media. Facebook, Instagram, Line, Google+, dan teman-temannya. Tapi ya, karena selama ini aku menggunakannya buat diisi promosi produk yang berkenaan sama pekerjaanku, aku pun nggak kepikiran kalau harus nyempilin salah satu tulisanku di sana. Bukan ranahnya dan nggak tepat market, menurutku ....

Bukan penulis beneran, bukan berarti aku nggak pernah nulis. Aku pernah selama hampir setahun ‘bantu-bantu’ di sebuah majalah perhotelan di Jakarta tahun 2013. Majalahnya pakai bahasa Inggris dan cetak sebulan sekali. Tapi di sana aku nggak produktif karena pengetahuan aku soal hotelier minim sekali, juga aku lebih banyak berurusan sama foto dan dokumentasi dibanding menulis. Akhirnya, timku bubar saat majalah itu akhirnya punya investor baru yang otomatis punya tim yang baru yang lebih expert.

Terus, satu tahun yang lalu saat aku masih resmi jadi salah satu junior tour guide di salah satu travel agent di Bogor, aku juga ikut ambil bagian di sebuah website portal kota Bogor.

Alkisah, atasanku kebelet banget ingin mengangkat kharisma kota Bogor lewat website yang dia bikin. Banyak banget kategori yang dia rancang. Semuanya hampir dikerjakan oleh satu tim yang sama. Which is, aku jadi satu-satunya tim yang bisa dan mau nulis banyak review soal akomodasi pariwisata di Bogor. Sementara yang lain, cukup senang dengan posisi mereka sebagai pengambil gambar dan pembuat appointment.

Buat menuju ke tahap tayangnya tulisan, kami yang menyebutkan diri sebagai tim siap tempur rela panas-panasan dan hujan-hujanan demi mendapat satu bahan tulisan.

Ada suatu hari ketika atasan kami yang ambisius itu mengutus kami buat datang ke lima tempat dalam sehari. Ada yang tau Bogor? Ya, Bogor itu kota sejuta angkot. Buat mendatangi lima tempat –walau searah- tetap aja makan waktu yang banyak sekali. Macet, kan? Sebelas dua belas sama crowded-nya Jakarta.

Itu pun kami harus berhadapan dengan para manajer dan supervisor dari restoran, tempat wisata, dan hotel yang bakalan kami mintai ijin liput. Butuh waktu lama. Belum ngerekap, lalu nulis dengan deadline yang super duper ngebut.

Hampir botak kepala aku saat mengalami fase itu.

Belum sampai di sana aja, begitu tulisan udah selesai (ditulis sendiri, di-edit sendiri, kemaruk, ya?), masih ada tahap penilaian layak nggak layaknya dari atasan.

Aku udah mati-matian membuat artikel yang semi formal tapi dengan bahasa yang hidup. Tapi tetep aja, hasil akhirnya banyak dicoret. Suruh nulis ulang, nulis ulang, revisi, nulis ulang, dan pada akhirnya tulisan itu belum tentu dinyatakan layak dan tayang ke website.

Tapi, begitu ada salah satu kontributor dari luar yang mengirim artikel, tulisannya langsung di-approved dan tayang keesokan harinya di beranda. Padahal saat aku lihat kualitas tulisannya –jika diibaratkan pakai sosok manusia- tulisan punya kontributor itu Lee Dong Wook, sedangkan punya aku Oh Sehun. Sama-sama ganteng tapi beda ranah profesinya sampai salah satunya dipandang nggak memenuhi kualifikasi.

Sakitnya tuh di sini!

Menjadi kontributor yang tulisannya ditolak terus sama atasan aja dunianya udah serasa jungkir balik seperti itu. Nggak bisa bayangin rasanya jadi penulis novel dengan perjuangan setinggi gunung yang berkali-kali ditolak penerbit.

Isav kasih penghormatan sedalam-dalamnya kepada para penulis hebat itu!

Pada saat fase itu lah, aku benar-benar sebal sama profesi penulis. Apalagi, basic pekerjaanku memang bukan di sana. Ceritanya, di website itu juga ada kategori trip diary dan fiksi tentang catatan perjalanan.

Seperti hasil tulisanku yang lain, ‘anak-anak’ aku itu juga dibuang di pinggir jalan begitu aja. Mirip Si Bawang Putih yang dianiaya dan didiskriminasi. Aku sebagai ibunya cuma bisa ngelihatin tanpa bisa berbuat apa-apa buat menyelamatkan mereka.

Hingga pada suatu hari, sahabatku kasih respon yang bikin hati aku terbuka lebar.

Namanya, Mbak Nilamirasari. Katanya, “Sav, kamu ini pramuwisata apa penulis? Bukannya nemenin tamu malah ngurusin tulisan terus.”

Belum lagi pacarku yang juga sama-sama pramuwisata bilang gini, “Kantormu mulai keluar jalur. Lisensi pramuwisatamu diperjuangin biar jam terbang kamu makin banyak, bukan malah nulis artikel demi ambisi karir orang lain. Resign ae wes.”

Aku sempat mikir lama. Di titik itu, aku semakin merasa benci banget sama kata ‘nulis’. Segala macem yang jelek-jelek dan berat tentang kepenulisan menghantui aku gara-gara website itu. Tapi sekaligus kayak kasih aku cambukkan buat nunjukkin ke atasanku itu kalau tulisan aku layak tayang.

Sayangnya, aku nggak tau harus melampiaskan ke media apa. Sebagai para pencari ilmu yang belum lulus sekaligus pengais nafkah pada umumnya, dua puluh empat jam itu kadang jadi berasa kurang. Sampai kehabisan waktu buat diri sendiri.

Sempat terlintas untuk membuat rumah bagi ‘anak-anak’ ku yang terbuang itu ke blog pribadi.

Tapi aku nggak rajin mengelola dan yang pasti, aku udah bisa memastikan bahwa blog itu pasti bakalan ramai posting-an di awal dan sepi di kemudian hari. Kayak prosesi pemakaman aja gitu. Ramainya cuma sebentar. Apalagi nulis di blog kan nggak se-mobile seperti di Wattpad yang gampang diakses dan dikelola pakai ponsel.

Jadi, bersamaan dengan bisikan semangat dari para sahabat dan teman, aku akhirnya memutuskan untuk resign dari kantor itu bulan Juni 2016. Alasannya mungkin remeh temeh dan terkesan pengecut. Karena aku, nggak mau disetir buat alih profesi dan nulis dengan tekanan kayak gitu.

Padahal, kata orang kita nggak boleh menyerah. Tapi percaya deh, kalau kita melakukan hal yang berseberangan dengan hati itu rasanya nggak enak sama sekali dan bikin kurus!

Setelah resmi resign, aku akhirnya memutuskan jadi pramuwisata freelance aja. Prosesnya nggak sulit karena sebelumnya aku punya networking yang bagus di dunia itu. Tapi, karena freelance, kadang aku jadi punya banyak waktu dimana aku cuma bengong-bengong aja di depan tv, atau baper-baperan di depan laptop. Atau, mengabdikan diri sebagai salah satu kaum konsumerisme yang tinggal di Jakarta. Nge-mall, nonton, makan, ngopi. Soalnya, job piknik nggak setiap hari ada.

Mbak Sari sahabatku, dia adalah orang pertama yang memahami kegabutanku. Kebetulan, dia itu adalah salah satu layout editor di Poin Plus, juga freelance editor di Mizan. Dia udah baca semua artikelku yang ditolak-tolak dan katanya, tulisanku lumayan nggak nyakitin mata pas dibaca. Jadi, dia usul supaya aku coba bikin novel. Buat seru-seruan aja daripada nganggur banget.

Dengan semangat perjuangan, aku pun nurut. Mulai bikin story line, dibantu pembuatan kerangkanya sama Mbak Sari. Terus diajarin merangkai plot dan sub-plot. Kalau lagi mentok, diajakin review buat ngilangin tulisan yang rumpang.

Tapi, pas udah ditengah jalan, halamannya udah menyentuh angka seratus sekian, laptop yang aku pakai mati gitu aja. Dibawa ke tempat service, datanya udah nggak bisa diselamatkan. Parahnya, draft novel itu baru ku back-up di halaman tujuh puluhan.

Belum juga ditolak penerbit, cobaannya udah datang. Aku hilang feeling duluan dan akhirnya draft itu nganggur sampai sekarang.

Mbak Sari sempat kecewa, karena segala semangat yang dia kasih udah nggak mempan lagi. Buat pembelaan, aku bilang aku malas nulis kalau harus bikin otak ngebul kayak gitu.

Tapi, sebuah takdir yang indah menghampiriku Desember tahun lalu. Disaat pesawat yang aku naiki delay terbang berjam-jam, aku menjelajah dunia maya dan akhirnya kenalan dengan Wattpad. Lalu, tanpa disadari aku menjadi salah satu bakteri menyebalkan bagi para penulis, aku-menjadi-silent-reader. Oke! Aku ini memang sempat jadi silent reader dan cuma komen sama cerita yang bener-bener aku suka.

Fyi, aku ini book lovers, dulu pas penghasilan bulanannya masih jelas, aku selalu nyisihin sekian rupiah buat beli buku. Tapi sejak aku jadi ‘Mbak Toyib’, aku nggak berani lagi jajan-jajan yang nggak penting banget atau kalau nggak aku bakalan nggak bisa bayar kost. Orang tuaku nggak mau nalangin, soalnya, mereka lebih suka aku balik ke rumah daripada ngekost. Jadi kalau sampai aku terusir dari kost, mereka adalah pihak pertama yang akan ketawa jahat di atas penderitaanku. Hiks!

Setelah kenal Wattpad, aku langsung baca work dan aku menemukan penulis kesukaanku di sini. Salah satunya, Sheilanda Khoirunnisa, dan beberapa penulis fanfiction lainnya.

Lama-lama, akhirnya, aku memberanikan diri buat ikut menulis walau tulisan fiksiku hancur-hancuran dan malas revisi sampai sekarang.

Dipikir-pikir, Wattpad itu dunia yang indah banget buat manusia-manusia dengan sejuta ide dan imajinasi. Di Wattpad, semua orang bisa jadi penulis. Dengan deadline yang dicanangkan sendiri, dengan bentuk tulisan sesuai selera sendiri. Nggak akan ada yang protes dan melarang selama apa yang kita tulis nggak menyakiti penulis lain.

Aku langsung inget sama sakit hatiku dengan mantan atasan. Lalu sebagai pelampiasan, lahirlah tulisan pertamaku. Fanfiction yang puanjangnya kayak Matarmaja, kereta api ekonomi Pasar Senen-Malang. Diikuti fanfiction dan fiksi lain selanjutnya setelah fanfiction pertama berhasil tamat tanpa review satu pun. Hihihi.

Di Wattpad aku kayak menemukan kebebasan tersendiri buat berekspresi lewat tulisan. Aku bebas jadi penulisnya, editor-nya, pemimpin redaksinya. Apalagi, aku menulis apa yang aku suka. Jadi, aku menjalaninya dengan suka hati.

Menulis biar aku happy, kalau mau happy aku menulis. Gitu prinsipnya.

Aku belum pernah bersinggungan dengan penerbit, jadi kalau berkenaan sama suka dukanya saat menulis, pengalamanku nggak sekompleks penulis lain dengan karya yang superb-superb dan keren kebangetan.

Sukanya, karena aku bisa melihat tulisanku gentayangan di internet lewat platform buku ini, bisa dibaca sama semua orang (yang mau baca),tulisanku juga memiliki tempat pulang saat udah dilahirkan.

Seenggaknya, hasil tarian jemariku di atas keyboard nggak lagi berakhir jadi draft pribadi aja di laptop.

Terus, yang aku anggap sebagai hal menyenangkan lainnya sejak aku punya kegiatan menulis adalah ... aku udah jarang lagi melamun dan berhemat. Padahal dulu, kalau lagi masa senggang aku sering banget ngelamun hal yang nggak jelas juntrungannya. Udah gitu, alih-alih keluyuran di mall, sekarang aku lebih demen pulang dan masuk ke kamar, terus ngapelin laptop setiap ada waktu kosong.

Kayak, sejak menulis, setiap saat jadi terasa produktif. Lagi dalam perjalanan, dari pada tidur, sekarang aku lebih suka coret-coret bikin beberapa karangan buat work selanjutnya. Kalau lagi nggak bisa tidur, selain nyelesein tugas, aku juga lebih sering ngetik cerita.

Apalagi, aku benar-benar nggak memasang ekspektasi apa pun atas tulisanku. Boleh dibilang hidup tanpa target itu hidupnya orang yang lembek dan nggak mau berkembang. Tapi, gimana dong, aku emang merasa sesantai itu saat menulis.

Lewat tulisan, aku bisa bikin apa pun, menciptakan apa pun, mengubah siapa pun, memperbaiki semua hal yang aku mau, aku diberi kekuasaan buat mengendalikan hidup orang, membuat konflik dan ending sesuai selera, dan aku bebas memiliki sesuatu tanpa harus merebut milik orang lain.

Misal, macarin Oh Sehun di fanfiction yang aku bikin. Haha! Nggak ding, bisa diserbu fans-nya ini mah!

Balik lagi ke alasan kenapa aku suka menulis, ya itu, karena menulis bikin aku bahagia. Hujan imajinasiku jadi punya bumi sebagai tempat jatuhan, sungai ideku jadi punya laut untuk bermuara.

Yang pasti, aku melakukan hal yang benar dengan menulis. Nggak lagi kelimpungan melulu sama hal yang itu-itu aja seperti sakit hati sama mantan atasan, atau mengkhayal ini itu tanpa eksekusi apa pun.

Apalagi, aku mengelola Wattpad dengan time management yang diusahakan sangat menyeimbangi kegiatanku. Jadi, semuanya berjalan sesuai porsi.

Seberapa besar pun aku menghormati peranan pembaca, aku juga berusaha buat nggak menyerahkan ceritaku untuk disetir teman-teman pembaca, aku menulis apa yang ingin aku tulis, aku posting kapan pun disaat aku sempat posting.

Dijamin, menulis di Wattpad jadi nggak terasa membebani sama sekali.

Belum lagi, aku punya kecenderungan buat menulis sebuah cerita sampai banyak dulu baru di-posting. Di beberapa ceritaku, malah aku publish setelah draft-nya tamat. Tujuannya sih sedikit maksa, ya.

Pertama, untuk menyelamatkan perasaan teman pembaca dari rasa kecewa kalau pahit-pahitnya cerita yang dibaca berhenti di tengah jalan. Kedua, menyelamatkan harga diri atas tulisan itu sendiri.

Nah, karena tulisanku itu masih dalam fase sebesar upil ulat daun bayam, jadi aku nggak menemukan duka yang berarti. Paling, ada kalanya cerita dan konflik itu menguasai tentakel otak di semua aktivitas yang lagi aku lakukan.

Lagi naik Transjakarta, keingetan Oh Sehun belum makan. Lagi jemput tamu, keingetan Oh Sehun nasibnya lagi di ujung jurang. Lagi mau mandi, inget kalau Oh Sehun masih belum bayar SPP sekolah.

Beneran deh, kalau lagi kena sindrom itu, dunia rasanya melayang-layang. Kaki kayak lagi nggak napak, dan kadang ngerasa nggak waras sendiri. Itu duka yang paling menakutkan menurutku.

Tapi, yang nggak kalah seremnya, pas tiba-tiba terjadi serbuan delta aquariids ide yang menggila disaat yang nggak tepat. Tau nggak, saat-saat ide datang keroyokan, lalu kita berambisi buat mewujudkannya ke dalam bentuk tulisan. Tapi, saking banyaknya ide atau saking semangatnya kita berakhir nggak melakukan apa pun atas ide itu.

Rasanya, kayak kandas gitu, ya.

Lalu setelah beberapa kali kandas, akhirnya aku sekarang milih coret-coret buku buat menampung hujan ide itu. Kenapa nggak di note ponsel?karena menulis di buku lebih greget dan lebih bikin inget.

Udah gitu, duka yang lain adalah gaya tulisanku gampang banget terpengaruh sama tulisan penulis yang baru aku baca. Baru-baru ini, aku baca bukunya Georgette Heyer, lalu tiba-tiba fanfiction-ku tulisannya ikutan kaku khas tulisan klasiknya Mrs. Heyer.

Ah iya, satu lagi, dukaku saat menulis. Ini lebih ke soal fisik, mataku yang minus tiga kiri-kanan ini kadang bikin aku nggak betah lama-lama lihat monitor. Padahal, kacamata dan layar laptop juga udah dikasih anti radiasi. Tapi tetap aja, kekuatannya beda jauh sama mata-mata normal lainnya.

Jadi sedikit nitip pesan, jangan baca Wattpad sambil tiduran atau dalam keadaan lampu kamar mati, ya. Supaya nggak bernasib sama kayak mata aku yang udah nggak normal ini.

Percayalah, mata minus ini nggak cuma nyusahin saat melihat, tapi juga memengaruhi beberapa aspek kualifikasi di dunia kerja.

Nah, kalau soal pencapaian apa yang aku dapatkan di dunia menulis –versiku, di dunia Wattpad- adalah aku mendapatkan kepuasan tersendiri di sini.

Pencapaian itu nggak melulu soal seberapa banyak views yang cerita kita dapatkan, kan? Juga nggak melulu soal buku kita udah diterbitkan apa belum, kan?

Buatku, pencapaian terbesarku dari tulisanku di Wattpad adalah karena lewat tulisanku aku mendapatkan teman baru yang lucu-lucu dengan latar belakang yang beda-beda dan dari segala penjuru Indonesia.

Aku senang karena usahaku untuk menjadi pribadi yang se-open minded mungkin di Wattpad dibalas dengan keterbukaan mereka saat tiba-tiba datang ke chat pribadi. Mereka cerita dan curhat soal banyak hal. Yang ada kaitannya sama tulis menulis, yang cuma sekedar gosipin idola, sampai adayang bicara jauh ke depan soal masa depan dan cita-cita.

Keberadaanku di dunia ini jadi terasa nggak sia-sia banget setiap lihat reaksi mereka setelah kami ngelakuin berbagai obrolan, yang bermula dari tulisanku.

Yang paling bikin hidung mekar-mekar adalah setiap kali melihat teman-teman pembaca meninggalkan komentar yang membuat hati tersanjung-sanjung. Walau, nggak tau, komentar manis dari mereka itu manis beneran apa cuma dimanis-manisin biar ceritanya lanjut. Tapi tetep aja, bahagia rasanya setiap karya kita dapat apresiasi yang bagus.

Paling klimaksnya, saat ada salah satu oknum yang mengirim DM. Isinya dia minta ijin mau copy-paste fanfiction buatanku buat diubah ke dalam bentuk teenfiction. Dia akan menggunakan alur dan konflik yang sama, tapi dibedakan namanya.

Pfft!

Diameter hidungnya Isavna Sarasvati ini langsung mekar-mekar nggak karuan tuh pas baca isi DM. Cerita sampai mau di-copas kan artinya ceritanya udah meninggalkan bekas tersendiri di hati seseorang. Itu bener-bener di luar ekspektasi malah. Nggak nyangka bakal sampai ke titik itu.

Tapi, aku nggak mau lengah sampai di situ aja.

Aku masih haus ilmu, jadi aku akan terus belajar mengembangkan kemampuan. Nggak punya target, bukan berarti kemampuan nggak diasah, kan?

Ke depannya, aku bakalan terus berusaha membuat cerita yang lebih sehat dan bergizi dengan bekal tabungan semangat dari respon-respon manis yang didapat sekarang. Aku juga bakal berusaha terus memberi sentuhan logika yang nggak bolong-bolong di semua cerita fiksiku dan untuk menyokong niat itu, aku akan terus memperluas wawasan sekaligus berinteraksi dengan teman pembaca dengan lebih baik lagi.

Masalah terbit atau nggaknya buku itu, atau berapa ribu views yang bakalan didapat, itu kujadikan door prize saja. Biar sekarang aku menjalaninya dengan senang hati, pas door prize-nya keluar happy-nya bisa melambung tinggi sampai ke luar galaksi.

Yang penting kan usaha, diriingi niat yang bagus dan baik, pasti hasil mengimbangi.

Lagian, bisa dapat teman dan sahabat baru yang enak diajak sharing dan diskusi, juga merupakan rejeki yang nggak kalah menyenangkannya, kan?

Lewat Al-Infithar ayat 10-12, Allah menitipkan salam, “Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Untuk membalas titipan salam dari Allah, maka aku akan terus berusaha menulis yang baik-baik, nggak menjerumuskan orang lain, nggak akan mengakuisisi hasil karya orang lain, nggak akan mengarahkan opini pembaca ke hal yang nggak bener, menghargai semua reaksi dan komentar, nggak akan menjiplak, dan selalu ngasih senyum lewat responku kepada semua yang mengapresiasi karyaku. Beneran, deh!

Akhirnya, itulah kisah tentang jari Isav yang suka ngapelin keyboard. Dulu jarinya benci nulis, sekarang jemarinya cinta nulis. Semoga suatu saat, jarinya naik pangkat dan ganti status ke fase yang lebih baik, ya. Mohon bimbingannya ya, Sunbae-nim!

***

By: @HeyItsVAW

(Mohon maaf, id-nya nggak bisa kami tag^^)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro