26.awwabhabibi
Jendela Kata
Tepatnya di teras sebuah warung lontong sayur ketika aku menerima sebuah pemberitahuan Wattpad, ada seorang teman yang dengan baik hati menyebutku dalam acara ini. Berteman dengan semilir angin dingin yang datang dari arah sungai besar di depan warung, isi pemberitahuannya seolah menerbangkanku kembali ke masa-masa lucu itu.
Masih sambil mengantri lontong sayur dengan sabar, aku coba mengingat kembali hari di mana aku mencoba menulis sebuah fiksi penggemar. Lucu sekali, aku ingat harinya Jumat, sambil bermalas di belakang meja kantor dengan kosentrasi penuh aku mengetik sekitar 300 kata untuk dijadikan prolog. Itulah fiksi pertama yang aku publikasikan di Wattpad untuk bisa dikonsumsi umum.
Aku hampir lupa bagaimana isinya, karena itu sebelum menulis paragraf ini aku sempatkan membacanya ulang. Luar biasa, jika tidak ada kalimat-kalimat itu mungkin aku tidak akan pernah bisa menulis ini sekarang.
Seandainya tanpa frasa-frasa verbal yang berontak dari kaidah EBI itu mungkin tidak pernah ada panggilan "author", "thor" yang aku sandang, atau kata perintah pendek yang bagiku adalah wujud apresiasi kecil dari pembaca yang selalu menginginkan lebih tapi tidak mampu mengungkapkan maksudnya selain dengam "next!" atau "lanjutkan!". Aku sangat menghargainya.
Paling penting dari itu semua adalah aku dapatkan banyak teman baru. Kawan dengan kesenangan yang sama, rekanan belajar tulis menulis bersama. Mereka membantuku belajar, menyemangati dengan memberikan ulasan pada tulisanku, mengenalkanku pada "elipsis", menyarankan bacaan yang menghibur sekaligus mendidik. Beruntung aku bertemu dengan orang-orang baik di wattpad. Inilah pencapaianku yang sesungguhnya.
Sebut saja klise, tapi memang itulah yang paling membahagiakan. Paling tidak untuk diriku sendiri.
Mulai bagian ini aku akan menceritakan bagaimana bisa takdir membawaku pada wattpad. Masih di depan warung lontong sayur, langit mulai mendung sebenarnya. Aku berniat pulang, untuk melanjutkan tulisan ini di rumah. Tapi mengingat hampir 35 menit telah aku habiskan untuk mengantri, dan menyisakan dua orang lagi di depanku, aku putuskan untuk menunggu dengan lebih sabar.
Mungkin sekitar dua tahun yang lalu, ketika aku terjebak dalam situasi rumit yang mengharuskanku menulis banyak feature, artikel, esai, atau karya tulis populer lainnya untuk bisa dipublikasikan di media cetak atau media online. Dalam situasi itulah wattpad adalah salah satu dari sekian banyak objek pengamatanku.
Menurutku, bagian dari wattpad yang paling menonjol dan paling mudah di sorot adalah sisi negatifnya. Konteks kalimatku adalah pada pembaca dan jenis bacaan yang disediakan, dengan filter yang terbatas, dan aturan yang mudah di manipulasi oleh generasi milenial, yang merupakan jumlah pengguna terbesar wattpad.
Waktu itu, efek negatif wattpadlah yang menjadi bagian paling "empuk", yang bisa aku angkat ke permukaan.
Namun pada akhirnya, aku jatuh juga. Pesona wattpad mengikatku lebih erat dengan diksi-diksi indahnya, melebihi bahasa-bahasa ilmiah yang hampir aku temui setiap hari.
Alur dari setiap cerita yang aku baca membawa imajinasiku melayang. Meninggalkan beberapa judul drama Korea yang menjamur di VLC android tuaku.
Belum puas hanya dengan membaca aku mulai serakah, aku juga ingin menulis.
Bukannya tidak tahu diri, aku paham betul kemampuanku menulis fiksi, karena itu aku ingin belajar.
"Manusia mengikhtiarkan, Tuhan menakdirkan."
Tidak perlu memusingkan apa maknanya, aku hanya melakukan bagianku, berikhtiar.
Sejak saat itu, dengan penuh percaya diri, bahkan tanpa tahu apa itu "dialog tag", "elipsis", atau POV yang harus digunakan aku mulai menulis sebuah judul fiksi penggemar.
Semula aku menulis hanya untuk kesenangan, hiburan di tengah lejarnya pekerjaan kantor dan sambilan. Lagi-lagi aku beruntung bertemu dengan pembaca yang mengingatkan aku, jika kadang ada pembaca yang belajar dari apa yang kita tulis, banyak pembaca yang neniru gaya tulisan kita. Di saat itulah aku merasa bersalah.
Rasa itu membawaku ke arah yang lebih positif. Aku tidak ingin lagi menjerumuskan pembaca dengan tulisan yang tidak sesuai dengan tata bahasa. Bukan berarti aku berhenti menulis sama sekali, sebaliknya, aku berusaha lebih keras. Dengan bantuan teman yang berbaik hati mengoreksi tulisan-tulisanku selanjutnya, aku berjalan maju, pelan tapi pasti.
Barulah aku bisa berbangga ketika banyak pembaca yang menikmati karyaku.
Sebungkus lontong sayur sudah terhidang di depanku, setelah lebih dari 45 menit mengantri, akhirnya aroma gurih bumbu kacangnya mengembalikan energiku. Baiklah, bagian ini aku menulisnya dengan santai di rumah, sambil menikmati makan siangku.
Banyak bonus yang aku dapat dengan menulis di wattpad. Bintang, mengingatkanku pada bintang prestasi zaman sekolah dasar. Dan yang melebihi bintang adalah bagian review pembaca, ah dan jangan lupakan jumlah pengikutku yang sedikit demi sedikit bertambah.
Pujian pembaca memang menakutkan, membuatku lebih bersemangat sebenarnya, tapi aku takut lupa diri. Kritik serta sarannya yang paling aku tunggu. Sejak menulis aku jadikan sebagai salah satu cara menghambat ketumpulan otak. Aku benar membutuhkan kritik yang menunjukan letak salahku, dan saran yang mengarahkanku pada yang baik.
Pernah suatu ketika aku sodorkan sebuah judul fiksi penggemarku pada seorang teman di dunia nyata, sebuah cerita pendek, hanya butuh tujuh hingga 8 menit untuk membacanya. Menurutku itu karya terbaikku selama ini, namun baginya, banyak sekali yang harus di perbaiki, entah itu porsi antara narasi pengantarnya dengan masalah intinya yang tidak pas, masalah yang aku angkat tidak relevan dengan disiplin ilmu yang ada, atau tokohnya yang memiliki respon yang tidak wajar menurutnya, sedih ternyata.
Aku coba memikirkan hal-hal baik lain, yang bisa menghibur diri sendiri, seperti, "ah mungkin dia terlalu banyak baca artikel, ah mungkin dia sedang banyak editan feature, mungkin seleranya bukan yang drama-drama seperti itu," dan masih banyak lagi kemungkinan lainnya. Pengaruhnya ternyata besar, tergantung pada kesiapan diri juga ketika kita harus menerima kritikan yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya. Bahkan waktu itu aku sampai tidak berani hanya untuk membuka aplikasi pengolah kata yang biasa aku gunakan untuk mengetik.
Tidak lama, karena setelah seminggu aku berhasil menguasainya, dan kembali dengan kepercayaan diri yang lebih tinggi. Aku belajar banyak hal dari sana. Menyadari kiranya terlalu berlebihan jika berharap tulisan kita akan diterima oleh setiap kalangan pembaca. Karena menurutku sebuah karya tulis ibarat karya seni,setiap penikmatnya punya cara dan rasa sendiri untuk menikmatinya.
Ini akhirnya, pada Jumat sore, di teras rumah dengan secangkir kopi Lampung buatan Ibu aku kembali merasa tidak pantas untuk menulis ini. Aroma kopinya benar-benar menyadarkanku, siapa aku, dan bagian yang mana dari pengalamanku yang bisa dijadikan pelajaran bagi yang lain.
Lebih dari itu semua, aku sekedar ingin berseru lantang ....
Ayo membaca.
Ayo belajar.
Ayo menulis.
Menulis bukan melulu yang indah, karena tulisan yang bisa aku sentuh adalah yang paling dekat dengan ku. Bukan merah jingga langit sore bak lazuardi yang cantik, yang menginspirasiku, melainkan cahaya kuning temaram bola lampu yang sebagian sisinya gosong yang berjasa menerangiku.
Menulis bukan sesuatu yang bisa kau rumuskan, seperti, mengambil sedikit individualisnya Pramoedya Ananta Toer ditambah hedonisnya Sutardji CB, kemudian pangkatkan dengan Sapardi yang romantis, maka jadilah. Bukan seperti itu, menulis adalah tentang menjadi lebih sensitif, kian peka pada apa yang ada di sekitarku.
Selamat ulang tahun yang pertama JKCommunity 😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro