Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. SalmaNaru7

Antara Hobi dan Cita-Cita

Penulis.

Kata itu, profesi itu, bukanlah sesuatu yang pernah aku pikirkan sebelumnya.

Menulis.

Kata itu, kegiatan itu, bukanlah sesuatu yang pernah aku gemari sebelumnya.

Sejak kecil, aku suka sekali membaca. Jika ditanya hobi, tanpa berpikir dua kali, aku akan menjawab, "Hobiku membaca".

Terimakasih pada Papaku yang sejak dulu selalu rajin membelikanku dan kedua abangku buku-buku untuk dibaca.

Tentu saja saat itu buku-buku yang diberikan berupa bacaan anak-anak namun tetap mengandung pengetahuan di dalamnya. Lebih banyak gambar ketimbang tulisan, seperti "Seri Tokoh Dunia", majalah "Bobo", dan buku-buku anak yang berbau islami.

Hal itu menyebabkan kami sampai sekarang suka mengoleksi komik.

Yap. Meskipun aku bilang hobiku adalah membaca, namun "membaca" di sini lebih mengacu pada membaca dialog-dialog antara orang-orang yang digambar oleh seorang yang biasa dipanggil komikus.

Aku sangat suka komik. Ketimbang novel yang sangat tebal, aku lebih suka komik karena lebih mudah untuk dibayangkan.

Namun, saat kelas empat SD, ketika pelajaran di sekolah mulai berat dan kami semua dituntut untuk mempertahankan nilai demi lulus di SMP yang diinginkan, aku mulai meminjam ponsel Mamaku untuk mencari cerita-cerita sebagai sarana refreshing.

Lebih lagi waktu itu adalah saat-saat di mana aku pernah dijauhi oleh teman sekelas.

Waktu-waktu yang berat tersebut, aku isi dengan mencari bahan bacaan yang bertemakan sekolah. Pokoknya cerita-cerita yang bisa menghibur hati dan otakku.

Mulai dari sana, hobiku mulai terbagi antara membaca komik dan membaca cerita yang dipublikasikan secara online.

Ketika itu, aku lebih banyak membaca fanfiction Korea. Tetapi belum ada terbersit dalam otakku untuk menulis.

Tidak sama sekali.

Yang aku pikirkan hanya menikmati bacaan dengan akhir yang memuaskan.

Saat kelas satu SMP, gejolak untuk menulis mulai muncul.

Makin banyak cerita dengan ending yang tidak sesuai dengan keinginanku. Hal itu menjadi titik awal di mana aku mulai menulis.

Kebetulan waktu itu aku masuk siang. Pagi hari aku habiskan dengan menulis cerita pada buku harian yang sudah lama tidak diisi. Meskipun dialog tag-nya masih monoton dengan peletakan diksi yang tidak tepat. Aku tetap puas, untuk saat itu.

Walaupun sampai sekarang cerita itu tidak diselesaikan sampai tamat, tetapi naskahnya masih ada sampai sekarang. Cerita itulah yang sudah sangat berjasa padaku.

Aku tidak pernah meluangkan waktu untuk belajar ilmu kepenulisan. Semua kata, semua diksi, dan semua ciri khas yang aku punya didapat dari pengalaman membaca karya-karya milik orang lain.

Masih kelas satu SMP, aku mendapat akses yang bebas untuk sebuah notebook di rumah. Aku mulai leluasa menuangkan apa yang aku bayangkan, meski awalnya hanya berupa fanfiction di mana para karakter telah memiliki ciri khas masing-masing.

Cerita pertamaku yang diketik adalah sebuah kisah bertemakan aksi dan penyamaran. Disusul sebuah oneshoot pertama yang bisa dilihat di salah satu work punyaku.

Saat itu aku memang menulis untuk kepuasan tersendiri. Aku tunjukkan pada orang tua dan kakak sepupuku. Aku semakin senang karena tulisan itu dipuji. Perlahan, "penulis" mulai muncul di kepalaku sebagai opsi cita-cita.

Kelas dua SMP, aku mendapat laptop sendiri. Laptop itu adalah hadiah dari Abangku yang meraih juara satu lomba Matematika. Karena dia sudah punya laptop, akhirnya dia memberikan laptop itu padaku.

Betapa senangnya aku yang akhirnya memiliki laptop sendiri.

Aku menyayangi laptop itu. Saking sayangnya, aku menamainya Blackfield.

Dengan Blackfield, makin banyak karya-karya yang aku buat meski hanya berupa oneshoot dengan jumlah words rata-rata 3 - 10 ribu, sembari tetap melanjutkan novel ber-genre aksi karya keduaku.

Sampai aku kelas tiga SMP hobi itu masih aku tekuni, bersamaan dengan aku yang tak lupa membaca karya-karya penulis yang lebih senior. Bahkan saat pulang kampung, aku ikut membawa Blackfield dan menulis di sana.

Tiada hari tanpa menulis. Tak ada hari tanpa menghayalkan adegan cerita. Hari-hariku tak luput dari ide baru yang kudapat dari mana saja.

Tempat favoritku dalam menemukan ide adalah kamar mandi. Jika aku sudah mulai mendapat inspirasi di pagi hari, maka aku akan mendengar teriakan Mamaku yang mengingatkan agar aku tak terlambat ke sekolah.

Aku masih ingat, waktu-waktu yang sangat menyenangkan adalah ketika aku duduk di depan Blackfield dan jemariku mulai menari di atas keyboard-nya, merangkai kata. Jika aku sedang bersemangat dan idenya masih "hangat", setengah hari cukup bagiku untuk menyelesaikan satu cerita. Terkadang bisa memakan waktu hingga dua-tiga hari, satu minggu, atau bahkan beberapa bulan.

Semua tergantung mood.

Tetapi, tepat tanggal 9 Desember 2015, sebuah kejadian yang sama sekali tak pernah aku bayangkan terjadi.

Pagi itu, aku menghidupkan Blackfield dan meletakkannya di atas meja makan, aku berniat mengirimkan sebuah film kepada temanku. Tapi seusai salat Subuh, aku tak bisa menemukannya. Satu rumah kalang-kabut ikut mencari Blackfield.

Sampai akhirnya aku sadar.

Blackfield telah dicuri.

Bagaikan serangan telak yang membuatku tumbang, aku amat terpukul.

Padahal saat itu adalah hari terakhir UAS di sekolah.

Aku menangis, marah, dan kecewa. Yang membuatku amat sedih adalah, lebih dari 30 cerita yang kubuat selama SMP hilang. Pergi bersama Blackfield.

Karya-karyaku yang berharga, semuanya ... pergi.

Syukurlah Allah SWT masih menyayangiku, sepertiga diantaranya selamat. Namun novel pertama dan cerita lainnya hilang.

Aku menyerah saat itu. Tak mampu lagi menulis. Karena semua hal itu akan mengingatkanku pada Blackfield. Dan mengingat Blackfield hanya membuatku rindu pada karya-karya yang telah pergi. Aku sangat menyayangi semua karyaku. Sangat menyayangi mereka.

Akan tetapi yang namanya kesukaan, mana bisa hilang begitu saja.

Tepat selesai ujian dan classmeeting, Papa mengikutkanku ke sebuah acara public speaking yang sangat luar biasa. Di sana, semangatku untuk menulis bangkit kembali. Aku bahkan membuat target akan telah menerbitkan sepuluh buku di umur 40 tahun.

Sejak saat itu, aku mulai lagi menulis dengan ide-ide baru yang lebih segar. Tak jarang, aku merindukan novelku yang lama. Meski itu hanya fanfiction, bagiku cerita tersebut amat berharga.

Untung saja, walaupun telah hilang, secara garis besar aku dapat mengingat jalan ceritanya. Jadi aku bisa menuliskannya kembali suatu saat.

Kini, aku yang belum mendapatkan pengganti Blackfield hanya bisa membuat cerita di iPad menggunakan aplikasi menulis. Bahkan sampai sekarang masih begitu.

Soal berkecimpung di Wattpad, sebenarnya aku sudah bertekad untuk mem-publish cerita sejak kelas tiga SMP namun Blackfield yang hilang membuatku berhenti di tengah jalan. Hanya satu oneshoot pertama yang bertahan.

Aku mulai serius dengan Wattpad ketika temanku menanyakan mengapa aku tidak mem-publish cerita lagi.

Semangatku mulai muncul.

Karena sebelumnya, selain laptopku yang hilang, aku menganggap tidak ada yang menikmati ceritaku. Walaupun sampai sekarang temanku itu belum pernah tampak membaca ceritaku lagi, aku tetap berterimakasih padanya.

Dari penulis fanfiction, aku pindah haluan menjadi penulis orific. Karena aku sadar, fandom yang kusuka tidaklah banyak penggemarnya di Indonesia. Aku mulai mengedit naskah fanfiction menjadi fiksi biasa dan mempublikasikannya di Wattpad.

Sekarang, aku bisa dibilang penulis yang belum ada apa-apanya dibanding penulis dengan jumlah pengikut banyak dengan buku yang sudah diterbikan.

Terkadang ada rasa iri ketika melihat tulisan orang-orang yang digemari. Aku juga ingin seperti itu, tapi aku sadar semua butuh proses.

Lagi pula, aku menulis untuk kesenanganku. Dan sekarang, menjadi penulis sudah menjadi salah satu pilihan dalam daftar cita-citaku yang tidak banyak.

Aku tahu cerita-ceritaku masihlah cerita dengan konflik ringan. Apalagi aku memiliki selera yang "lain" dari pasar. Sejak dulu aku selalu menjadi minoritas soal selera. Aku yakin hal itu juga yang menyebabkan ceritaku tidak laku sampai sekarang.

Tapi itu lebih baik dari tidak sama sekali.

Sekarang aku masih kelas satu SMA. Aku yakin perjalanan yang panjang masih menungguku. Masih ada banyak waktu untuk belajar, masih ada banyak ruang untuk menerapkannya.

Hilangnya Blackfield sudah memberikanku pelajaran bahwa untuk melakukan sesuatu yang disukai tidaklah selalu lancar. Dan hal itu juga membuatku sadar menulis bukanlah sekadar hobi.

Dengan menulis aku merasa hidupku lebih tenang.

Dengan menulis, aku bisa menumpahkan emosi tanpa harus mengumbar-umbar amarah dan mengganggu orang lain.

Dengan menulis, aku mendapat teman-teman baru.

Mungkin untuk sekarang aku masihlah seorang penulis amatir, dengan jumlah view dan vote yang masih minim. Aku tak akan membohongi diri sendiri tentang betapa inginnya ceritaku dibaca dan di-vote banyak orang.

Namun sekali lagi, semua butuh proses.

Seperti kata guru Bahasa Indonesia-ku, "Nikmati saja prosesnya."

Aku pun akan begitu.

Karena aku menulis untuk diri sendiri, untuk keluarga, untuk orang-orang yang memang menikmati karyaku.

Aku menulis untuk meraih cita-cita.

Terakhir, aku mengikuti event ini karena salah seorang teman mengajakku untuk ikut. Aku senang sekali bisa berbagi pengalaman selama menulis. Aku harap kisahku dapat memotivasi siapa pun yang membacanya.

Selamat ulang tahun JKCommunity. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan.

Semoga makin sukses untuk ke depannya.

Salam, Salma Naru

Written by SalmaNaru7

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro