Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6° Rebahan

Setelah sebulan aku tinggal di kos-kosan, aku menemukan sebuah jembatan yang letaknya satu kilometer di sebelah timur tempat tinggalku.  Jaraknya lumayan jauh tapi bagiku ini hanya seperti aku berjalan sebentar, biasanya bahkan aku bisa berjalan sampai 5 km. Itu pengalamanku dulu saat menghemat duit dan berjalan hampir 1 jam ke tempat kerjaku sebagai buruh.

Aku mencari tempat duduk yang cocok dan menemukannya dengan menaiki jembatan dan duduk di atasnya. Memang jembatan ini bisa dibilang tidak megah, hanya ada dua besi berwarna kuning lurus yang terhubung ke dua beton yang dibuat persegi panjang, aku duduk di beton itu sambil menatap air yang di bawahnya sedang surut.

Mungkin akan sangat menyenangkan bisa menjatuhkan diri disini ....

Tapi ini terlalu pendek, aku tidak mau mati konyol.

Aku segera turun dan mulai berjalan menyamping hingga aku sadar menjadi bahan pandangan warga sekitar.

Ckckck, seharusnya aku kesini malam saja. Muka mereka seakan-akan mengatakan aku akan bunuh diri hari ini.

Padahal kalau dipikir-pikir, itu menyenangkan juga ....

"Mau bunuh diri lagi? Enggak ingat kamu kemarin nangis-nangis kenapa?" aku menatap malaikat yang sedang menjadi Pak Adri itu dengan pandangan bodoh amat.

"Kenapa semua orang berpikir aku akan bunuh diri hari ini?" tanyaku jengkel, aku mulai menatap tajam orang yang menghampiriku, beberapa dari mereka langsung saja berjalan pergi.

"Mereka itu khawatir, salah satu sifat manusia yang tahu kalau ada orang yang kesusahan." Aku cuma terdiam tidak menampik, aku rindu diperhatikan, apalagi dengan keluargaku.

"Okee, kamu benar. Aku seharusnya tersanjung dengan sikap mereka," ucapku mengalah.

"Ada yang benar menolong, bahkan ada yang sedang merekam, coba kau lihat beberapa orang di sekelilingmu." Aku menatap tajam saat ada beberapa orang dari berbagai sekeliling sedang asyik mengaplikasikan kegiatanku dengan cara yang tidak sopan.

"Apa kamu mau diabadikan dengan cara yang menjijikan seperti itu?" tanyanya membuatku menggeleng.

"Sifat manusia yang saat ini sudah berkembang, terlalu ingin tahu sesuatu yang bahkan tidak ada artinya. Biasanya orang seperti itu akan merasa tertekan saat ada orang lain yang ingin tahu tentang mereka. Benar-benar seseorang yang tidak tahu adab dan kesopanan," ujar malaikat telak dan aku tidak sengaja melihat Pak Adri menggerakkan jari jemarinya perlahan.

"Ada beberapa orang yang perlu diberi pelajaran." Aku menatap kaget saat ada lelaki muda yang hilang keseimbangan dan ponselnya jatuh ke lautan deras di bawah.

"TIDAK PONSELKU?!" teriaknya membuat Pak Adri terkikik sebentar dan menatapku tajam.

"Aku yakin kalau aku tidak menenggelamkan ponsel itu, kamu akan viral karena dalam hatinya sudah ada niat buruk untuk membuat konten busuk itu." Aku menatap lelaki itu yang menangis kehilangan membuatku sedih, tapi aku sedikit senang karena malaikat menyelamatkanku.

"Tidak perlu berterima kasih, aku itu memang hebat. Semua orang tahu itu." Paman Adri memutar tubuhnya melakukan pose tangannya membentuk centang di dagunya yang membuatku jijik dan segera meninggalkan manusia jadi-jadian itu dengan segala tindakan narsisnya.

"Hey, apa kamu tidak ingin mengucapkan terima kasih?"

"Tidak." Aku segera berjalan pergi menjauhi orang aneh itu yang sebenarnya sudah menolongku.

Entah mengapa malaikat ini selalu mengikuti zaman yang ada, aku bahkan masih ingat saat dulu dia mengajakku ke sebuah mall hanya untuk membeli beberapa barang yang akan dipakainya untuk menyamar menjadi ibuku.

Sebenarnya aku bahkan tidak pernah tahu jenis kelaminnya, tapi aku hanya memanggilnya aku-kamu seperti sebaya dan memanggilnya sopan saat dia berubah menjadi siapa pun.

Setelah berpikir cukup lama, aku sudah hampir sampai di kos-kosan dengan Pak Adri yang menemaniku dalam diam. Persis yang aku inginkan daripada dia harus bertindak narsis menyapa orang lewat seperti dulu.

"Kenapa kamu mencari jembatan lagi? Kudengar kamu sudah mendapatkan teman di kos-kosan."

"Aku hanya ingin kesana saja, kupikir jembatan adalah suatu hal yang aku rindukan," ujarku asal.

"Perasaan yang sama sekali aneh, tapi itu tidak aneh jika itu kamu." Aku menatapnya menyelidik.

Cukup malaikat di depanku saja yang aneh, aku jangan sampai ikut aneh karenanya.

"Aku tidak aneh, yang aneh itu kutukan yang membuatku masih terlihat muda padahal sudah tua!" Pekikku tajam menatapnya dengan yakin.

"Kutukan ini tidak aneh, ini lahir dari kamu sendiri, Eyla," ujarnya pelan, saat dia memanggil nama asliku. Aku yakin dia sedang serius dengan persoalan ini.

Aku sudah tahu, karena tingkah anehku ingin bunuh diri, aku diberikan sesuatu kekejaman yang bahkan lebih parah dari mati kepanasan. Aku harus hidup lama bahkan hingga 20 tahun sebatang kara dan hanya memenuhi kehidupan secara sementara.

Setelah sampai di kos-kosan, satpam bernama Pak Agung membukakan pagarnya.

"Ehh ada Mbak Eyla, sendirian aja? Biasanya ada Pak Adri yang nemenin?"

"Ini ada di—eh?" Aku menghela napas sebentar saat paman abal-abal itu telah hilang entah kemana.

"Ohh iya tadi Paman saya lagi ada kerjaan di kantornya, pak, " ucapku bohong.

"Ohh nanti nitip salam ya, Mbak. Bilang suruh datang besok buat main catur lagi," ucap satpam itu bersemangat. Aku mengangguk menyetujui dan segera pamit untuk masuk ke dalam rumah.

Ternyata malaikat itu pintar bergaul juga, aku kira dia hanyalah malaikat introvert yang suka menatap keramaian dari kejauhan. Tapi nyatanya dia orang yang mudah bergaul, pantas saja dia bisa bergaul dengan makhluk introvert sepertiku.

Aku segera melepas sepatuku sambil mendengar suara Mbak Yessa yang sepertinya sedang memakai telepon rumah untuk menelpon sesorang.

"Ohh iya apa keadaannya baik-baik saja?"

"...."

"Syukurlah, kalau begitu tolong jaga nenek saya dulu, saya mau siap-siap sekarang."

Aku menatapnya yang sedang masuk ke dalam kamarnya, sepertinya dia sedang sibuk. Aku yang tadi ingin mengobrol ringan menjadi pupus harapan. Mungkin aku akan mengobrol dengannya besok ataupun pada waktu yang tepat.

Aku segera masuk ke dalam kamar dan menemukan malaikat berjubah putih yang sedang rebahan.

Aku mengedipkan mata kaget, apa aku tidak salah liat?

"Malaikat juga butuh rebahan, emang manusia saja yang bisa .... "

"Yayaya terserah." Aku menutup pintu kembali dan mulai pergi ke dapur untuk memasak sesuatu, mungkin memakan mie rebus lagi akan menyenangkan.

Tapi semua itu memperburuk mood ku saat ada sesuatu di sana.

Yapp, ada malaikat berjubah hitam yang sedang berada di sana.

"Apa akan ada yang meninggal?" tanyaku dan dia menggeleng pelan.

"Aku sama seperti malaikat alay yang sekarang berada di kamarmu itu, kami tidak hanya menangani orang yang mau mati saja." Aku menganggukkan kepalaku seperlunya dan segera merebus air dan mengambil mie yang berada di laci.

Aku merasa aura dapur ini sungguh tidak mengenakkan.

"Apa kau tidak mau pergi dari sini?" tanyaku menyelidik. "Untuk apa aku pergi dari tugasku?" tanyanya agak mengancam.

"Okee."

Setelahnya aku segera memasak mie itu dan menatap malaikat hitam yang masih menyender di wastafel.

Apa dia tidak capek di sana?

"Apa kamu mau mie?"

"Aku tidak sama seperti kau dan malaikat alay itu " Aku merasa agak jengkel, untungnya aku tidak hidup bersamanya dan bersama malaikat putih baik hati dan tidak sombong.

Setelah memasak mie itu, aku segera pergi ke ruang makan dan melihat malaikat hitam yang menembus pintu utama entah pergi kemana.

"Sudahlah jangan dipikirkan." Aku segera memakan mie itu dengan ekspresi bahagia.










Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro