Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30° Tak 'kan berakhir

Alamat itu sebenarnya terlalu jauh rupanya, Aldo bahkan harus menjumpai jalanan berliku karena berada di dataran tinggi.

Kemarin pagi sebelum Aldo berangkat ke kantor, dia menyuruh aku dan Lala menunggunya untuk pergi besok pagi. Entah karena apa kami hanya menurutinya dan menunggunya untuk cuti besok.

Aku seperti teringat jalanan ke rumah Aldo dulu, Aldo juga mengatakan bahwa alamat yang dikirimkan masih satu kota dengannya. Aldo sudah berada di area perkotaannya sedangkan rumah milik Siska ini berada di perdesaan yang cukup terjal.

Setelah bergerak cepat selama hampir 2 jam, kami akhirnya bertanya pada penduduk sekitar mengenai alamat itu.

Tak jauh dari sana, aku segera mengatakan pada mereka melihat nenek itu sedang berjemur di bawah sinar matahari yang sudah agak menyengat.

Kami segera berjalan sambil terdiam perlahan menatap nenek itu yang sedang menyender pada kursi roda sambil menutup matanya. Sepertinya dia sedang tidur.

"Permisi, Nek," ucapku agak kencang karena berada jauh darinya.

Aku merasa dia akan berteriak setelah ini, jadi karena itu aku akan menjaga jarak padanya.

Dia membuka matanya dan napasnya mulai tercekat. Dia bergerak ke arah lain yang intinya tidak menatapku sambil menahan keringat dingin yang mulai menjalar.

"Saya di sini karena surat ini, Nek." Aldo segera meraih kertas yang berada di genggamanku dan mulai mendekati nenek itu yang terdiam melihatnya.

"Nenek melihat saya ... pasti teringat seseorang, bukan?" aku bertanya dan dia segera mengangguk pelan.

"A-apa kowe anaknya Eyla?"

*kowe = kamu

Aku merasa darahku berdesir dengan cepat, datang ke selingkuhan ayahku mungkin adalah salah satu hal yang buruk. Aku sudah merasa ingin memarahinya sejak aku melihatnya.

"Sedang apa kalian di sini?" aku menatap kursi roda itu bergerak mundur dan melihat Yessa yang sudah kepalang marah.

"Kenapa kalian bertanya pada nenekku?" dia segera bergerak memasuki neneknya ke dalam rumah membuat Lala bergerak menghalanginya pintunya.

"Kamu mau tahu seluruh jawaban yang sangat ingin kamu tahu, bukan?" tanya Aldo menatap tajam Yessa. "Kamu juga harus lebih sopan sedikit pada orang tua, kita semua di sini bahkan lebih tua darimu, termasuk Eyla."

"EYLA?!" tubuh nenek Yessa bergetar ketakutan saat mendengarnya. Dia bergerak ke sana kemari merasakan goncangan dari kursi rodanya saat Aldo dan Yessa saling menarik tak mau kalah.

"A-aku harus memberitahu mereka," ucap Nenek itu telak membuat Aldo segera menepis tangan Yessa dan bergerak agak mendorong kursi itu mendekat ke arahku yang sedang menahan pilu di dada.

"Kenapa kalian memaksa nenekku?! Apa yang kalian bicarakan tadi? Apa kalian tidak bisa melihatnya kesakitan begitu?" Yessa mendekat penuh amarah dan menatapku tajam. Aku bisa melihat pisau itu di balik saku celananya.

"Apa ibu bisa menjawab pertanyaan kenapa Siska, anak ibu sangat ingin menemuiku?"

"Ibuku sudah meninggal?!" pekik Yessa.

"Dia berpesan kepada sepupuku sembilan belas tahun yang lalu untuk memberitahukan kepadaku." Aku menatapnya tajam. "Kenapa ibumu sangat ingin bertemu denganku? Apa kamu yakin tidak ada sesuatu?" tanyaku sambil menatap perempuan di kursi roda itu yang menunduk dan mulai menangis.

"Aku hanya meminta maaf datang setelah 19 tahun lamanya, datang dalam keadaan yang bahkan aku saja sangat sungkan ke sini." Aku menatap nenek itu tajam, seperti seorang cucu yang marah kepada neneknya.

"Aku merasa selalu terhubung, kebakaran itu, aku yang punya malaikat, aku yang muda hingga saat ini, aku yakin kamu punya jawabannya, bukan?" tanyaku membuat dia terdiam tak tentu arah sambil menutup telinganya dan berteriak.

"Ibu tahu? Yessa selalu ingin membunuhku, menurut ibu, bagaimana jadinya ibu?" tanyaku membuat Ibu Ratna itu menatapku kosong.

"Ibu dan Yessa punya malaikat yang sama, apa Yessa tidak tahu kejadian yang sebenarnya?" tanyaku sambil berdiri menatap Yessa yang menatapku masih dengan mata tajamnya.

"Kamu pasti tahu ada tiga malaikat yang berada di penglihatan kamu saat ini." Yessa menatap sekeliling, aku bahkan bisa melihat ketiganya berdiri tak jauh dari sini. "Malaikat putih bergerak untuk membimbingmu ke jalan yang benar, apa malaikat hitam melakukannya?" tanyaku pelan.

"Membunuh tak pernah diizinkan oleh Tuhan, Yessa. Jika kamu membunuhku, aku sangat yakin Nenekmu akan hidup bahkan saat kamu mati nanti." Yessa tidak lama terkejut menatapku dan neneknya.

"Apa yang terjadi?"

"Nenekmu itu ... bagaimana jika kalau dia berhubungan dengan kebakaran yang kamu dengar dari malaikatmu itu? Kebakaran yang hanya menyisakan aku saja?" tanyaku membuat Yessa tidak kalah terkejut dan mulai menggoyangkan pelan tubuh neneknya yang masih menangis.

"Ini tidak benar 'kan, Nek?" Neneknya bahkan sama sekali tidak memberi jawaban.

"Maaf."

"Maaf tidak akan mengembalikan keluargaku kembali." Aku mendengus kesal, bagaimana bisa pemikiran asalku tadi adalah kenyataan?

"Maaf, aku dan ayahmu ... membakar segalanya."

Tunggu, apa maksudnya?

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Setelah memperhatikan beberapa orang yang sibuk mengintip, kami segera masuk ke dalam rumah Nenek Yessa yang agak rapuh termakan umur.

Aku terdiam menahan emosi, aku bahkan tidak kunjung bertanya setelah duduk di ruang tamu.

"Jangan menyalahkan Ayah Eyla dalam semua kejahatanmu!" bentak Aldo yang ditepis oleh Lala yang menenangkan suaminya.

Aldo benar, dia pasti mengada-ada.

"Itu kenyataan." Dia sama sekali tidak kunjung berbicara menjelaskan segalanya. Yessa bahkan terdiam menyender di tembok menahan napas mendengar apa yang dikatakan neneknya.

Kami terdiam dalam ekspresi masing-masing, aku mungkin menjadi yang terburuk dalam berekspresi karena menangis adalah salah satu alasanku untuk memulai segalanya.

Aku tidak kuat mendengar kelanjutannya.

"Aku tidak berbohong," ucapnya pelan dengan bahasa Indonesia khas. "Aku merasa tidak bisa banyak menjelaskannya karena tidak tahu banyak, tapi kita berjuang bersama untuk membakar segalanya—tapi ayahmu itu ikut terbakar."

Ketakutan yang tidak pernah aku harapkan terjadi.

"Maaf, kami berpikiran seperti itu karena ... kita tidak kunjung menikah. Tolong maafkan aku dan juga ayahmu." Ia terbangun dari kursinya hingga terjatuh, aku segera bangun menjangkaunya tapi yang ada dia memegang kakiku kuat dan bersujud di sana.

"Tolong maafkan aku ... aku salah. Karena semua ini, malaikat hitam terus menghantuiku selama 19 tahun."

Yessa yang akan bergerak menepisnya segera menunduk pilu atas apa yang neneknya bicarakan. Aku menatapnya sambil mengelus puncak rambutnya pelan.

"Aku yakin nenekmu akan bahagia setelah ini." Aku melepaskan tangannya yang mencengkram kakiku agak rapuh dan segera ikut menunduk mengulas air mata itu ....

Air mata dari wujud ketulusan yang tidak pernah aku harapkan sebelumnya.

"Aku memaafkanmu. Tolong hiduplah dengan baik setelah ini."

Entah bagaimana, ia mulai menghilang menjadi potongan puzzle kecil membuat Yessa menjerit menangis menggapai setiap potongannya.

"Terima kasih ... aku harap kamu hidup dengan baik di kehidupan selanjutnya."

Nenek itu pergi ....

"NENEK?!" Yessa menjerit menangis sambil menarik kerahku dan mengeluarkan pisaunya yang tajam.

"CEPAT KEMBALIKAN?!" Yessa berteriak histeris membuat Aldo dan Lala segera menjauhkanku darinya walaupun lengan Aldo sempat terkena luka yang tidak serius.

Dia menatap lengan Aldo bergetar hingga melepas pisau di genggamannya.

"Nenekmu akan bahagia di kehidupan selanjutnya." Aku tersenyum sembari mata kiriku mengalir satu tetes air mata yang tidak pernah kuinginkan. "Dia mengharapkan mati daripada diganggu seumur hidupnya oleh malaikatnya, dia sedang berbahagia sekarang ...." Aku menepuk bahunya pelan dan mengelusnya hingga tangisannya mulai pecah.

"Maafkan aku, nenekku bersalah. Aku juga minta maaf."

Tangisan kami tidak kunjung mereda, penantian kami tak cukup berharga untuk mengejar apapun yang diinginkan.

"Penantianmu telah berakhir, Eyla." Aku menatap malaikat putih yang memegang bahuku membuat seluruh tubuhku meremang.

"EYLA!" Aldo mendekatiku dan segera menangis dipelukanku yang bahkan sudah hampir menghilang.

"Ucapkan selamat tinggal pada semuanya." Aku mengangguk pelan saat tangisan yang tidak pernah diharapkan mulai pecah kembali.

"Aku telah memaafkanmu, Yessa. Hiduplah dengan baik setelah ini." Dia menunduk tak menatapku tapi aku bisa melihat tetesan air mata jatuh mengenai tangannya.

"Lala, jaga sepupuku ya. Ajarin dia biar tidak takut hantu lagi." Lala mengangguk dan segera bergabung dengan Aldo untuk memelukku erat.

"Aldo ...." Aldo menggeleng pelan di bahuku dan mengeratkan pelukannya.

"Kita bisa bertemu kembali, bahagialah selalu." Aku menepuk kepalanya pelan hingga menjadi bayangan dan Aldo terjatuh menelungkup tak bisa berkata apapun.

"EYLAAAAAAA!!!!!"

Terima kasih semuanya, aku menyayangi kalian.

Perjalananku, resmi berakhir.

Tamat.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

I'm so sad ಥ‿ಥ

Ayoo lanjut ke bonus:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro