Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

28° Pencarian

"Dia ingin menemuimu, Eyla." Aku termenung berada di dalam mobil Aldo yang masih berada di dalam parkiran.

"Aku pernah bertemu dengannya di museum dan dia ... berteriak ketakutan melihatku."

"Dia pasti punya masa lalu buruk yang berkaitan denganmu." Aku mengangguk membenarkan.

Aku sangat yakin nenek Yessa itu adalah seorang ibu yang merupakan selingkuhan dari ayahku. Dia punya salah besar terhadap seluruh keluargaku.

Nenek itu membutuhkan aku untuk menemuinya, tapi kenapa Yessa malah ingin membunuhku? Bukankah itu seperti membuat neneknya sengsara?

"Bagaimana jika kita ke sana sejam lagi?"

"Apa kamu gila? Nenek itu sedang stres, dia pasti membutuhkan ketenangan." Lala menegur Aldo bahwa itu adalah pilihan buruk.

"Oke, jadi sekarang kita ke mana?" tanya Aldo karena dia sedang cuti kerja.

Aldo cuti kerja juga dia bosnya, jadi tidak masalah walaupun cuma sehari.

"Bagaimana jika ke cafe terdekat? Mungkin cocok jika kita mengobrol masalah ini saat tempat itu baru dibuka."

"Aku setuju."

Setelah kami setuju, Aldo menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang mencari cafe terdekat di sekitar sini.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

"Kita sudah tahu bahwa nenek itu punya salah denganmu dengan berteriak aneh tadi, berarti kemungkinan besar dia itu selingkuhan ayahmu," telak Aldo dan aku tidak meragukan seluruh penjelasannya.

Perempuan di foto itu dengan Nenek Yessa sangat sulit untuk disamakan dengan yang kulihat saat ini. Umurnya bahkan sudah tua, apalagi ketika keriput sudah menghantui.

Tapi aku yakin bahwa nenek itu adalah selingkuhan ayahku.

"Jadi intinya dia ingin minta maaf karena telah punya hubungan terlarang dengan ayahmu. Tapi kenapa dia sangat ketakutan?" tanya Lala bingung sambil menyesap kopi hangatnya perlahan.

"Sebenarnya ada sosok malaikat hitam yang membawa kapak seperti akan membunuhnya, dia berteriak kesetanan saat itu."

"Orang seperti dia memang pantas diganggu, menurutmu 20 tahun tidak meminta maaf denganmu itu cukup? Bahkan selama 8 tahun dia sudah berhubungan dekat dengan ayahmu, sudah gila dia," cerocos Aldo sambil memakan biskuit yang dia bawa dari rumah.

Lala melihatku sambil menatapku bingung. "Jadi Nenek Yessa diganggu dan kenapa cucunya ingin membunuhmu?" aku menggeleng bingung.

Sepertinya ada yang tidak beres ....

Aku segera menatap foto yang diberikan Aldo lekat sembari menunggu telepon dari kantor Aldo yang tampak sibuk.

Aku benci melihat foto ini, apalagi mengenai faktanya.

Ibu sudah berjuang keras agar anaknya tidak mengetahui segalanya. Tapi siapa sangka aku satu-satunya yang akan tahu sisi buruk ayahku sendiri.

Mungkin selama ini aku berpikiran buruk kepada Paman Aldo sendiri, tapi ternyata dia pasti yang melarang semua tindakan keji ini. Tapi ayah pasti tidak mau mendengarnya.

"Aku mencari ini ... seperti menggali kuburanku sendiri," gumamku yang dapat di dengar oleh keduanya.

"Kamu bisa menghentikan pencarian ini, tapi kamu tidak bisa merubah faktanya."

Aldo benar, mungkin aku harus melanjutkannya. Mau tidak mau aku harus mengetahuinya sesegera mungkin.

"Aku sepertinya punya sesuatu." Aldo menyudahi teleponnya dan mulai berbisik kepada kami.

"Eyla, katamu malaikat hitam mempengaruhi seseorang ke hal yang buruk, bukan?" aku mengangguk setuju. "Bukankah itu sama saja jika kamu dibunuh Yessa semua akan berakhir dan malaikat hitam akan sukses menyelesaikan misinya." Aku terdiam menyetujuinya, mau tak mau aku harus mencegah Yessa melakukan segalanya.

"Aku menyuruh suruhanku menjaga di rumah sakit, kondisi Nenek Yessa, Ratna sedang sekarat karena berteriak terus-terusan. Ini mungkin menjadi bahaya jika dia yang terlebih dulu meninggal tanpa tahu jawaban yang sebenarnya." Aku terdiam mengangguk pelan.

"Dia tidak akan mudah mati."

"Benarkah?" tanya Aldo membuatku menggeleng pelan. "Aku tidak bicara." Aku menatap malaikat putih yang duduk di sebelah Aldo, yang tepat berada di depanku.

Apa aku harus mengatakannya ....

Aku melotot saat dia terkekeh pelan di depanku. Aku di sana segera mengangguk saja tidak mau ambil pusing.

"Dia sama sepertimu, Eyla. Dia tidak akan mudah mati sebelum waktunya."

"Eyla? Kamu dengar aku?" aku terkejut setelah disadarkan oleh Lala. "Aku dengar tapi sedang berpikir," celotehku.

"Aku dapat info dari malaikat saat itu kalau dia tidak mudah mati, sama seperti—"

Tunggu, jadi aku ....

"Seperti apa?" tanya Lala yang sudah gemas denganku.

"Aku juga ... tidak mudah mati. Jadi aku akan mati ... di waktu yang telah ditentukan, sama seperti Nenek Yessa."

Mau tidak mau, suka tidak suka, ternyata aku dan nenek Yessa sama-sama harus melakukan misi sebelum aku mati.

Aku ... akan meninggalkan Aldo dan Lala entah kapan.

Tapi aku yakin, tak lama lagi.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Keesokan harinya, aku bersama Lala pergi menuju rumah sakit tanpa Aldo yang menemani. Tentu saja dia sangat sibuk jadi tidak bisa mengantar kami.

Dari gerbang rumahnya, Lala langsung tancap gas menuju rumah sakit kemarin. Aku langsung saja mengeratkan sabuk pengamanku saat mengendarainya seperti remaja ugal-ugalan.

"Lala itu ada lampu merah?!" aku meneriakinya dan dia langsung memberhentikan diri bahkan aku sampai terlonjak kaget.

"Hey, kenapa harus buru-buru?" tanyaku heran.

Lala langsung saja mengendarainya dengan kecepatan sedang karena sebentar lagi akan sampai. "Suruhan Aldo bilang Yessa akan membawanya pergi!" aku melotot terkejut.

Setelah mobil itu tiba di rumah sakit, aku langsung saja turun di sana dan langsung masuk ke dalam rumah sakit untuk bertanya kepada resepsionis.

"Suster, apa Nenek Ratna masih berada di sini? Dia itu Nenek dari Yessa." Dia yang akan mengetik sesuatu langsung saja tersadar. "Ohh, pasien yang sempat berteriak-teriak kemarin." Aku mengangguk cepat.

"Dia sudah dipindahkan sekitar setengah jam yang lalu."

"Kira-kira dipindahkannya ke mana ya?"

"Maaf, dari Yessa sendiri melarang untuk dibicarakan. Dia berkata bahwa kalau Nenek Ratna tidak punya keluarga selain dia."

Yessa pasti sudah tahu aku ingin mengunjungi neneknya.

Segera saja aku bilang terima kasih dan beranjak pergi untuk memperingatkan Lala untuk tidak datang ke sini.

Tepat saat di pintu utama, Lala datang dengan berlari kelelahan. "Dia masih di sini?" aku menggeleng.

"Sial sekali, kita terlambat."

"Kita tidak terlambat." Lala menengok ke arahku dengan cepat. "Aku tahu kos-kosan milik Yessa, dia pasti ada di sana." Lala mengangguk dan kami segera berlari mencari mobil Lala yang letaknya agak jauh karena rumah sakit ini agak ramai.

Kami segera menaiki mobil dan Lala tidak tanggung-tanggung langsung tancap gas untuk segera keluar dari rumah sakit.

Kondisi wajahku tidak bisa dikondisikan, hari masih pagi tapi Lala dengan santainya mengebut dengan kecepatan tinggi hampir 80km/jam.

Setelah aku memberitahu letaknya, dia langsung saja bergerak mengendarainya karena tahu letak kota itu.

Aku merasa jiwaku melayang selama satu jam lamanya, tubuhku lemas dan hampir akan muntah merasakannya. Untungnya saat itu kecepatan mulai diturunkan karena ada polisi yang memperingati Lala di lampu merah.

Aku segera meminum air untuk menetralisir tubuhku yang sedari tadi terguncang ke sana ke mari. Untungnya tak lupa aku memakai sabuk pengaman yang selalu tersedia di mobil.

Jika tidak ... mungkin aku bisa loncat hingga ke kursi paling belakang.

Setelah sampai di kos-kosan Yessa. Kami segera masuk setelah izin kepada satpam, yang tentu saja sudah mengenaliku.

"Eh, ada Ela. Kamu ke mana aja?" aku terkekeh menggaruk kepalaku yang tidak gatal. "Aku tinggal bersama pamanku di kota sebelah, Pak," ucapku membuat satpam itu mengangguk dan segera mengantar kami masuk ke dalam ruang tamu.

"Kebetulan Mbak Yessa sedang pergi, saya mau kabarin dulu." Satpam itu pergi membuatku menunggu di sini dengan kursi kayu jati yang selalu aku sukai.

"Sepertinya ... aku pernah ke sini." Lala berdiri dan mulai menatap ruang tamu itu dengan pandangan menyelidik.

"Kamu pernah ke sini?" tanyaku membuat Lala merasa menggeleng tak yakin. "Aku hanya pernah melihat kursi dan mejanya, tapi tidak mengenali yang lain."

"Tadi Mbak Yessa bilang dia sedang merawat neneknya yang sedang sakit."

"Apa Bapak tahu di mana?" dia menggeleng pelan. "Aku sudah kerja di sini selama 5 tahun, tapi tidak tahu sama sekali neneknya di rawat di mana. Orangnya gimana saja saya tidak tahu."

Sepertinya Yessa menyimpan neneknya dengan begitu rapat.

"Bukankah kamu artis yang lagi trending karena keluar dari dunia keartisan?" Lala tersenyum agak suram menatapku yang terkekeh pelan.

"Maaf, Pak. Bapak salah orang, saya pamit dulu." Aku langsung menarik Lala pergi dari kos-kosan.

Misi ini tidak membuahkan hasil, aku harus mencari dia ke mana?

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro