Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14° Pasir Pantai

Seharusnya aku sudah tertidur nyenyak di kamar kosanku hari ini, tapi nyatanya Ronald malah membawaku ke dalam rumahnya. Aku sekarang sedang tertidur di kamar tamu di lantai satu. Kamar ini cukup luas, bahkan aku terpana melihat kamar ini disediakan televisi sendiri.

Ronald menyuruhku untuk tinggal di sini berhari-hari, katanya dia yakin Mbak Yessa akan kembali datang dengan penuh amarah yang memuncak. Tapi aku menyuruhnya untuk tidak melakukannya, aku akan menginap di sini sampai besok pagi, setelahnya aku akan pulang ke kos-kosan untuk tidur di sana.

Hari sudah mulai malam, Ronald mengajakku untuk makan di ruang makan yang sangat luas. Bahkan kursinya ada belasan di sini. Aku seperti makan di istana.

Tidak perlu diragukan makanannya, chef ternyata memasakkan kami steak yang sangat lezat. Ketika Ronald makan dengan pisau dan garpu, aku bahkan memakannya dengan menancapkan daging itu ke garpu lalu memakannya dengan cara menggigitnya.

"Lihatlah bagaimana caraku memakannya, Tante." Ronald mempraktikkannya dan aku hanya melenggang malas.

Ngomong-ngomong soal Tante, ternyata dia memanggilku dengan perkataan yang benar. Aku memang Tantenya, walaupun wajahku tidak menandakan aku tua sekalipun.

"Hey, kamu tidak melihatku ya?" tanyanya menatapku tajam.

"Untuk apa, aku akan mati sebentar lagi."

"Deep sekali." Dia melanjutkan makannya dan aku juga segera menggigitnya daging itu kembali.

Beberapa pembantu sedang berbisik melihatku, aku tersenyum menyapa mereka. "Kalian tidak makan? Ini enak loh!" aku segera melahapnya.

"Sombong sekali, belum saja aku kasih makanan mahal lain," cibir Ronald membuatku memeletkan lidahku.

Tampaknya aku seperti remaja sekarang.

Setelah menyelesaikannya, Ronald membawaku ke taman belakang rumahnya. Dengan berjalan agak jauh, aku menemukan tamannya yang luas dengan kolam renang diantaranya.

Aku seperti merasa berpiknik di sini, menikmati taman luas di ujung sana dan adanya kolam di sini. Aku segera menyentuh air di dalam kolam yang terasa sangat dingin.

"Aku mau ambil minum dulu, kakak tunggu sebentar." Ronald berjalan pergi dan aku mulai berkeliling menatap sekeliling taman, aku menemukan saung di sana dengan berbagai tanaman yang menyejukkan mata.

Tapi apa ini? Kenapa ada pasir pantai di sini?

Pasir pantai ini dari sudut pandangku yang saat ini berada di saung, berada di belakang kolam renang.

"Kebetulan ternyata pelayan sudah membuat minuman tadi." Ronald berjalan menaruh es jeruk di saung.

"Di mana orang tuamu?" tanyaku pelan. "Mereka sedang ada pekerjaan di luar kota." Aku terdiam paham sambil menunjuk pasir pantai yang tak jauh di depanku.

"Kenapa ada pasir pantai di sini?" Pasir itu dikelilingi bebatuan putih, aku melihat ada beberapa ember dan sekop mainan di sana.

Ronald berjalan di sampingku sembari menggaruk tengkuknya pelan. "Sebenarnya rumah ini buatan Ayahku ketika aku berumur 10 tahun, dia menginginkan suasana ini seperti di pantai. Katanya mengingatkan sesuatu pada masa lalunya ...." Aku kembali mengingat pada foto dirinya di masa kecil yang terpajang di ruang kerjanya. Itu suasana di pantai, dia sepertinya sangat menyukai pantai itu.

"Kamu tahu foto ini menyimpan sesuatu, ada foto seseorang yang aku cari selama ini."

Aku terdiam mendengar perkataannya.

Foto itu ... ada aku didalamnya.

Aku dan Aldo selama ini seperti seorang sahabat, alasannya karena umur kita setara. Tapi bagiku pemikiran Aldo jauh lebih dewasa, aku menganggapnya bahkan seperti kakakku sendiri.

Aku sangat menyayanginya.

Apa dia kehilangan saat aku kabur dari rumahnya saat itu?

"Hey, kenapa kamu diam saja?" aku menatap Ronald yang menyondorkan segelas es jeruk kepadaku. Aku tersenyum menerimanya dan mulai meminumnya perlahan sambil tersenyum pelan.

Kalau Aldo mencariku, aku juga harus mencari siapa aku sebenarnya.

Aku harus mencari Yessa yang sangat ingin membunuhku.

Jika karena neneknya, aku harus menemukannya. Sebelum aku mati sebentar lagi.

Kalau aku mati karena Yessa, aku harus cari tahu kenapa Nenek Yessa punya masalah denganku.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

"Apa yang kamu katakan? Aku ini bukan penyihir?!" aku menghela napas panjang mendengar perkataan malaikat putih yang duduk di kasur.

Setelah mengobrol basa-basi dengan Ronald, aku segera masuk ke kamar saat jam menunjukkan pukul 10 malam. Saat itu aku menemukan malaikat putih dan tersenyum senang.

Aku bertanya persoalan masa lalu kenapa nenek Yessa bisa mempunyai masalah padaku. Aku menyuruhnya untuk memasukkan aku ke masa lalu.

"Ayolah, aku yakin kamu punya kekuatan lain. Benar bukan?" dia terdiam membuatku tersenyum.

"Kenapa kamu ... tidak mengingatnya."

Apa?

"Aku memang tahu semua hal tentangmu, Eyla. Jadi ingatlah baik-baik, cobalah ingat kejadian puluhan tahun yang lalu sebelum kebakaran itu terjadi, kamu akan segera menemukannya."

Apa maksudnya? Aku bahkan tidak bisa mengingatnya?

"Jangan mengeluh, cobalah ingat dengan baik. Aku tidak bisa membantumu. Aku tidak bisa merubah takdirmu." Malaikat putih berbicara tegas.

"Apa kalau kamu memberitahuku ... aku akan segera mati?"

"..."

"Benarkan? Aku menjawab dengan benar?"

"TIDAK!" dia berteriak dan jubahnya melayang ke dekat jendela yang terbuka sendiri. "Cobalah mengerti, jangan membantah?!" dia segera pergi terbang melewati jendela kamarku. Aku segera melihatnya dan menatapnya yang melewati pagar rumah dan menghilang.

Aku terdiam, bagaimana cara mengingatnya?

Cobalah berpikir Eyla, jangan bodoh?

Aku menutup jendela kamar dan segera pergi untuk tertidur.

Tapi tunggu—

"Aku bisa membantumu."

—kenapa malaikat itu datang lagi? Dan dia ... kenapa dia harus rebahan di kasur?

"Bagaimana caranya?" tanyaku penuh dengan keseriusan.

"Cepatlah mendekat, aku akan mendatangkan—"

"EYLA MENJAUH DARINYA!" aku yang kaget segera menjauh darinya dan menatap malaikat putih yang berada di sampingku.

Setelah malaikat putih berdiri di kasur, dia merubah dirinya menjadi malaikat hitam yang membawa sebuah kapak yang sangat besar.

"Sedang apa kamu di sini? Ini bukan wilayahmu?!" teriak malaikat di sampingku.

"Sedang apa? Bukankah dia akan mati sebentar lagi? Kenapa dia tidak mati sekarang saja? Buat apa menunggu hingga bulan purnama?"

"Pergi atau aku akan melaporkanmu!"

"Ckckck, kau ini tidak bisa diajak bercanda." Malaikat hitam itu menghilang dalam sekejap.

Aku merasa tubuhku lemas begitu saja, kapak yang dia bawa sangat mengerikan. Aku bahkan membayangkan dia membelah badanku menjadi dua dengan alat itu.

"Dia itu malaikat maut, malaikat yang ditakdirkan untuk datang saat manusia telah mati."

"Lalu kenapa dia datang ke sini? Kenapa dia membawa kapak?" tanyaku pelan yang masih merasakan kakiku seperti jeli.

"Mungkin dia hanya tidak sabar, kapak itu mungkin dia ambil di suatu tempat. Dia hanya berniat bercanda kok. Tenang saja ...."

"KENAPA KALIAN ... SEGABUT ITU!" aku berteriak kesal.

"Heh jangan berisik! Aku kalau berteriak tidak akan didengar oleh manusia lain, tapi kamu ... apa kamu mau dianggap gila?" aku menggeleng pelan.

Kami diam sejenak setelahnya aku bersuara, "temani aku tidur ya, duduk saja di kasurku. Aku takut dia datang lagi ...." Aku memasang wajah memelas.

"Okee, untuk hari ini. Besok aku mau pergi." Aku tersenyum senang dan segera menidurkan diriku di atas kasur dan setelahnya aku tertidur.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Aku berjalan sambil menggendong tasku setelah pulang sekolah.

Aku pulang sendirian, kebetulan sedang ada jadwal piket membersihkan kelas bersama teman-teman. Karena tidak ada teman dekatku, aku jadi harus kesepian sambil membawa cilok kesukaanku.

Aku sedang melewati rumah-rumah yang sepi, kebetulan rumah di sini banyak yang kosong.

Aku memakan cilokku dan menatap lelaki dan wanita yang berada tak jauh dari tempatku. Mereka sedang mengobrol dan aku menatap mereka yang sedang berbicara dengan nada tinggi.

"DIAM!!!" teriaknya sambil menunjuk wanita itu hingga tersudutkan di dinding.

"Ayah ...." suaranya menakutkan membuatku segera berlari dengan tangisanku yang terus mengalir.

Sejak saat itu, aku sudah menjaga jarak dengan ayahku.

"TIDAK!!!" aku merasakan jantungku berdetak cepat dan menatap Pak Adri yang duduk di kasur sambil menyeringai. Setelahnya dia menghilang dengan sekejap.

Apa itu jawabannya?

Perempuan itu siapa?

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Hmmm ....










Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro