Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13° Terkuak?

"Terima kasih—"

keponakan.

"Kakak seharusnya setiap hari bilang itu padaku. Aku ini sudah membantumu banyak tahu!"

Hehh, dia mulai lagi.

Memang dia sudah mengantarku pulang sekarang, tapi entah kenapa rasa percaya dirinya terus saja meledak membuat dirinya tampak sangat sombong.

Aku segera terdiam dan tersenyum. Meladeni keponakanku cukup menyenangkan, aku kembali mengingat kalau sedari dulu aku suka dengan anak kecil.

Tapi di depanku ini bukan anak kecil, Ronald dengan sikapnya yang menyebalkan yang ingin ku tendang pantatnya setiap hari, hanya menambah emosiku setiap hari saja.

Setelah dia mengendarai motornya untuk pergi, aku segera terdiam tersenyum. Bertemu kerabatku menambah kesenanganku saat hidupku menjelang kematian.

Saat mengetahui Aldo berada di dekatku, aku merasa sangat bersyukur dia hidup dengan baik. Dia mempunyai kekayaan yang melimpah, istri yang cantik, bahkan anak—mungkin Ronald pengecualian karena dia agak menyebalkan.

Setidaknya dia hidup lebih baik, tidak lagi tinggal di rumah kumuhnya dulu. Aku yakin Aldo menjadi orang yang lebih baik daripada sebelumnya.

"Mengingat semua ini, aku terkadang tidak ingin mati." Aku menghela napas panjang, aku sedikit menyesal memutuskan untuk membuat janji.

Tapi karena dia Anak Aldo, aku ingin mereka hidup dengan bahagia.

Entah sudah berapa ratus kali Aldo selalu menolongku, selalu ada di sampingnya, aku bahkan tidak pernah membalasnya.

Saat itulah aku berpikir untuk tidak memberitahukan kalau aku ini Eyla, aku hanya melangkah pergi dari ruang kerjanya dengan perasaan campur aduk, untung saja tak lama ada Ronald yang memarahiku karena dia mencariku ke mana-mana.

"Setelah ini aku pasti tidak menyesal memberikan nyawaku pada Ronald. Dia orang yang tepat untuk mendapatkan kebahagiaan. Setidaknya Aldo tidak akan sedih ditinggal mati oleh anaknya."

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Setelah dua minggu berlalu, aku memutuskan untuk berjalan-jalan mengitari kota. Aku merasa harus banyak bergerak, jadi aku memikirkan untuk mendapatkan pekerjaan sebelum aku mati.

Yahh ... tidur di rumah membuatku tambah malas, apalagi malaikat putih yang sering mengangguku dengan masuk ke mimpiku, bahkan dia pernah masuk ke tubuhku dan membiarkan aku menari-nari di teras kos-kosan. Untungnya hanya dilihat oleh ibu pemilik rumah.

Sungguh membuatku murka.

Setelah memikirkannya, aku ingin sekali memukul mukanya. Tapi aku bahkan tidak bisa melihat mukanya, lebih tepatnya dia bahkan tidak punya kepala.

Sungguh aku hanya melihatnya melayang dengan jubah, dia bahkan tidak punya tengkorak atau pun tulang belulang.

Setelah mendapatkan apa yang kucari, aku segera masuk ke dalam restauran dan mulai bertanya kepada para staf di sini.

Deg.

Perasaan aneh menyelimutiku, aku menatap sesuatu di sebelahku dengan tatapan horor.

"Hai, kita bertemu lagi."

Dia bukan Mbak Yessa, dia adalah malaikat hitam yang selalu ada di sampingnya.

Aku terdiam berkeliling saat mataku terpaku pada sesosok yang melotot tajam di pintu masuk.

Tidak, dia menghalangi pintu itu!

Keadaan restauran cukup ramai, apa dia benar-benar akan membunuhku di sini?

Aku tergagap sesekali kakiku gemetaran tak karuan.

"Mbak, pintu belakang di mana ya?" tanyaku pelan pada pelayan di sini.

"Ohh itu bisa lewat pintu cokelat ini, Mbak tinggal lurus aja dan nanti ketemu—EHH!!!" tanpa banyak waktu aku langsung berjalan pelan membuka pintu itu dan menutupnya rapat. Aku segera menyegelnya dengan kedua sapu di dekat sana dan langsung berlari keluar membuka pintu belakang.

DEG.

"Aku sudah yakin kamu akan lewat sini. Ckckck, bodoh juga ternyata." Yessa mengeluarkan pisaunya dan menodongkannya ke arah leherku. Aku segera memegang pintu ketakutan.

Dia menggeretku kencang ke arah tembok di sebelahnya. Aku tidak bisa berkutik satu kata pun karena dia masih menaruh pisaunya di leherku.

Senyumannya bahkan sangat mengerikan. Aku tidak membayangkan bahwa selama ini dia menyembunyikan senyuman itu.

"Sebelum kematianku, bisakah aku bertanya dulu?" tanyaku pelan dan dia segera menyeringai.

"Mau tanya apa? Bertanya bagaimana aku akan membunuhmu nanti?"

Kamu harus tenang, Eyla. Dia hanya psikopat gila, jangan dengarkan dia.

"Apa alasanmu membunuhku? Kita baru bertemu satu bulan—"

"KAU PASTI ANAKNYA!"

Tunggu, apa dia bilang?

"Apa maksudmu anak?" dia mengeluarkan selembaran foto yang berada sakunya.

Itu foto yang sama seperti yang aku temukan di kamarnya.

"IBUMU INI, DIA TELAH MENCELAKAKAN NENEKKU?! KAU HARUS BERTANGGUNG JAWAB ATAS SEMUA INI!" aku terpaku terdiam mendengarnya.

Itu berarti ... tapi aku bahkan tidak punya masalah sebelumnya.

Apa maksudnya? Neneknya yang mana saja aku tidak tahu?

"Kamu bahkan terlahir mirip dengan ibumu, ibumu yang sangat menjijikan itu seharusnya aku bunuh!"

Dia mengira aku anaknya, tapi dia tak mengira kalau aku adalah yang dia cari selama ini.

"Karena ibumu telah mati, bukankah kamu harus menggantikan posisinya?" tanyanya menyelidik. Aku menggeleng pelan saat pisau itu mengenai leherku. Aku merasakan keringat mulai bercucuran merasa tidak bisa apapun. Aku menutup mata ketakutan untuk yang terakhir kalinya.

"Ucapkan selamat tinggal pada hidupmu, Ela." Aku bisa merasakan luka kecil di leherku dan tak lama tak ada pergerakan.

"KALAU KAU BERANI MACAM-MACAM! AKU SIAP MENEMBAKMU!"

Suara itu ....

Aku membuka mataku dan menatap ke samping kananku pada Ronald yang menodongkan pistol di tangannya.

"Apa yang kamu lakukan? Perempuan ini ... dia bahkan sangat keji dan licik. Apa perlu aku ceritakan semuanya, HAH?!" tanyanya sambil berteriak kesetanan.

Sungguh perempuan di depanku ini menyebalkan bagiku, apa dia tidak pernah berkaca pada dirinya?

"Tidak perlu." Ronald menatapku dan aku segera menendang badannya hingga membuat pisaunya terjatuh. Aku segera berlari kearah Ronald yang memegang tanganku erat.

Para penjahat punya titik terlemah dalam diri mereka, apalagi jika kita memainkan emosi mereka.

Tapi kalau kita tidak menetapkannya pada tempat yang benar, dia bisa saja langsung membunuh korbannya di tempat.

"Yessa Amanda, kedua orang tuamu bercerai dan kamu tinggal bersama nenekmu yang hidupnya bahkan sangat mengenaskan. Dia tinggal di rumah sakit, apa kamu tidak mau tahu keadaannya saat ini?" tanya Ronald sambil tersenyum miring membuat Yessa mengeluarkan ponselnya dan segera membuka sesuatu di dalamnya.

"Aku tahu nenekmu sedang melarikan diri dari rumah sakit, apa kamu tidak mau mengejarnya?"

"ARGH, SIAL!!! AWAS KALIAN!!!" Mbak Yessa berjalan pergi melewati kami. Ia segera mengendarai motornya yang terparkir sembarangan dan segera melajukan motornya dengan kecepatan tinggi melewati gang sempit ini.

"Kakak tidak apa-apa?" tanya Ronald sambil melihat leherku yang mengeluarkan sedikit luka.

"Mungkin Yessa itu psikopat amatir, dia malah banyak omong seperti seorang pengecut." Ronald mengeluarkan plester dan membalutnya di leherku.

Ronald memegang tanganku dan kami berjalan menuju motornya yang terparkir di depan restauran.

"Kakak harus lebih berhati-hati lagi, aku tidak mau kakak terluka lagi." Aku terdiam menghela napas panjang.

"Terima kasih, Ronald. Sekali lagi kamu sudah menyelamatkan nyawaku." Ronald tersenyum dan tak lama mulai memakaikan helm yang berada di jok motornya padaku.

"Sama-sama, Kak." Aku segera menaiki motornya dan kami berjalan pergi menuju jalan raya yang ramai.

"Eh iya, kamu tahu darimana asal usul perempuan itu?" tanyaku heran. Dia tak menjawabku, mungkin dia tak mendengarnya karena deru motor yang berseru.

Aku merasa diriku lelah, mungkin aku akan pergi tidur habis ini.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro