[9] Hari Sibuk Laser
Jika kamu mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, diungkapkan ataupun tidak, hasilnya akan tetap sama. Tidak bisa memiliki.
^^^
"Kenapa sih lo?" Farhan yang sedari tadi melihat gelagat aneh Laser, sedikit kejang, tidak tahan untuk segera bertanya.
"Gu--gue keracunan. Aakkhh." Laser memegangi lehernya sambil perlahan-lahan menutup matanya melankolis.
"Drama lo! Emang buat apa cewek tadi ngasih lo air yang udah dia racunin? Lo nggak inget dia?" Pertanyaan Farhan membuat Laser berpikir sejenak sebelum menggeleng dengan tatapan bingung tertuju pada Farhan.
"Nggak inget?" Farhan bertanya sambil menatap Laser tak percaya, kemudian menempeleng kepalanya. "Namanya Ninis. Dia itu cewek yang biasanya ngasih lo minum pas lo main futsal!"
Laser menautkan kedua alisnya. Nggak inget. Tapi iyain aja, deh.
"Ooohh. Iya-iya." Ucap Laser kalem dengan kepala yang dianggukkan sok mengerti.
^^
Jam dimana para siswa dan siswi mengisi perut yang sudah mulai keronconganpun tiba. Istirahat. Natusa juga sudah menantikannya sedari tadi. Kepalanya sudah cenat-cenut mendengar angka-angka dan variabel yang disebutkan oleh Bu Rima, Guru Fisikanya. Satu tujuannya kali ini, berbeda dari biasanya. Bukan lagi Mas Cincau yang wajahnya bikin melting, melainkan Laser.
Natusa berjalan di koridor menuju kelas Laser. Kata Lusi, Laser biasanya ke kantin kalo kantin udah sepi. Bukan waktu rame-ramenya kayak sekarang. Jadi, kemungkinan Laser masih di dalam kelas.
Di kelas paling ujung, IPA 1, Natusa melihat Arjun duduk sambil membaca buku. Tadinya mau menyapa, tapi males kalo dicuekin lagi.
Terlalu lelah untuk patah hati, namun hati masih tidak bisa berpaling seakan-akan ada lem perekat yang tak kasat mata masih membuat hati ini menetap.
Natusa melongok, mencari Laser, melihat Laser yang masih berkutat dengan penanya sambil mengobrol dengan teman sebangkunya.
Ia mengalihkan pandangannya dan tanpa sengaja bertemu dengan tatapan Arjun. Ia langsung meringis, kemudian menyapa, "hai." Natusa melambaikan tangannya dengan canggung, lalu cepat-cepat memalingkan pandangan.
"Ngapain di situ?"
Suara Arjun memasuki pendengarannya. Natusa menatap Arjun lagi sambil menjawab, "Lagi cariin ... Laser." Suara Natusa, mencicit di akhir kalimat. Aduh! Salah ngomong nggak, ya?
"Yakin lo nggak salah kelas?" Feri tertawa puas bersama Kiki.
Natusa memalingkan wajahnya malas.
Jidatku lebar, tapi banyak fansnya.
Gigiku agak maju, tapi fansku setia.
Tapi yang sangat disayangkan, kenapa kamu bukan fansku?
Apa karena aku mirip dengan ketiak burung merpati?
Apa karena hidung badak mirip dengan hidungku?
Apa salahnya aku suka kamu? Bukankah kamu juga pernah suka sama seseorang?
Apaaa---
Natusa menepuk telinganya karena merasa mendengar puisi buruk, yang pasti cuma punya Bonong.
Ketika Natusa ingin menoleh, sebuah tangan sudah menariknya masuk ke dalam kelas Laser dengan kasar dan cepat.
Bonong!
"LO---"
"Ada Gazha!" Desisnya berusaha membuat Natusa menutup mulut. Kelas IPA 3 mendadak hening sambil menatap Natusa dan Bonong penasaran.
Natusa bungkam mendengar nama itu. Gazha. Cowok yang menurut Natusa, cowok paling seram di muka bumi karena dia nggak peduli berapa kali dia ditolak Natusa, dia masih aja ngejar-ngejar. Mana temperamental banget.
Farhan tiba-tiba bersiul dan berkata, "Lo dicariin, tuh."
Laser menatap ke arah pintu. Tepat di samping pintu ada Natusa dan Bonong yang menatap ke arah pintu dengan tatapan suram.
Kenapa mereka?
"Lagi sembunyi di kelas orang lain?" Gazha. Melongok dengan seringai tajam terpampang jelas di wajahnya.
Natusa menelan ludah sebelum menaikkan dagunya sambil menjawab, "Ngapain sembunyi? Gue lagi cari ... temen. Iya. Cari temen gue."
"Siapa? Sejak kapan lo punya temen?"
"Gue. Dia cari gue. Kenapa? Ada masalah?" Laser berdiri sambil menutup pulpennya.
Gazha tertawa sinis sebelum bertanya, "cari lo? Sa, jadi bener lo pacaran sama dia?"
"Apa semua masalah lo udah keurus dengan rapi sampai-sampai lo mau ikut campur masalah orang lain?" Laser bertanya sambil tersenyum menantang.
"Bos! Ada Pak Roma, Bos!" Salah satu pengikut Gazha mengingatkannya.
"Awas lo. Gue bakal ambil lagi apapun yang seharusnya jadi milik gue."
"Silakan aja!" Tantang Laser sambil memutar kedua bola matanya.
Gazha dan pengikutnya langsung ngacir.
"Ada apaan sih?" Arjun dateng, bersama dengan Feri.
"Telat lo." Riska menyahut tepat ketika Natusa hendak bersuara.
"Oooh. Itu. Nggak. Tadi Gazha nyariin lo kan, ya?" Natusa tersenyum paksa sambil menatap Laser.
"Iyain, deh."
"Boleh ngobrol sebentar?" Arjun bertanya pada Natusa.
"Hah? Oh. Iya bolehlah."
Natusa dan Arjun berdiri saling berhadapan di koridor, dekat kelas IPA 2. Natusa was-was tentang apa yang akan dikatakan Arjun.
"Maaf ya. Soal sikap gue yang nggak enak. Gue agak keganggu aja sama beritanya Fairsya itu."
^^^
Laser tersedak nasi begitu Natusa meletakkan, bukan. Melemparkan bukunya di meja kantin, tepat dia makan.
"Perintah Ratu. Lo harus ajarin gue Fisika. Sekarang!"
"Baik Tuan Puteri. Tapi nanti dulu! Lo nggak liat gue lagi makan!" Laser menyuarakan kekesalannya dengan mata yang melotot lebar sampai matanya jatoh semua ke piring.
"Sekarang!"
"Lo dib---"
"Makasih. Buat tadi."
Laser terdiam mendengar ucapan terima kasih yang dilontarkan Natusa. Serius ini Natusa yang ngucapin makasih? Wah. Seharusnya tadi direkam!
"Lo bilang apa?" Laser memastikan pendengarannya masih berfungsi dengan baik sambil menahan senyum geli.
"Tck! Ajarin!"
Laser menghela nafas lelah, "yang mana?"
Natusa membacakan soal sambil menggeser bukunya supaya bisa dilihat Laser, "sebuah pipa organa terbuka yang memiliki panjang 60 cm menghasilkan suatu nada dasar cepat rambat gelombang bunyi di udara 300 meter per sekon maka frekuensi gelombang bunyi yang terjadi jika pipa tersebut menghasilkan nada atas kedua adalah ...."
Laser berpikir cukup lama sampai ia mulai mengatakan, "Tulis dulu yang diketahui apa. Itu kan λ = 60 cm. Lo ubah dulu jadi meter. Kalo cari frekuensi pake rumus v/λ. Lo cari dulu nada atas kedua pake rumus L = 5/4λ. Abis itu tinggal substitusi. Lo itung dulu. Nanti gue koreksi." Penjelasan Laser langsung dicatat Natusa di lembar coretannya.
Natusa mengangguk paham. "Kok gue langsung ngerti, ya? Kenapa tadi nggak? Bu Rima terlalu berbelit-belit, sih."
"EHEM! PJ masih belum turun, nih?"
"PJ gigi lo!" Natusa melotot.
Laser menertawakan Sandi yang takut dimakan Natusa.
"Udah tau gue lagi sosweet-sosweetan kenapa lo gangguin?" Laser bertanya dengan jail.
PLETAK!
Natusa menjitak kepala Laser keras. Siapa juga yang mau sosweet-sosweetan sama dia?
"Sorry, deh. Ini masalah turnamen persahabatan minggu depan. Kita kurang satu orang. Anggota kita banyak yang ikut cerdas cermat jadi nggak bisa ikut. Sebenernya masih ada banyak sih. Tapi mereka nggak mau kalo harus tanding sama anak Pelita. Tau sendiri kalo anak Pelita sama New Star nggak bakal bisa damai." Sandi menjelaskan permasalahan yang membuat dia kepikiran terus. Laser mengernyitkan alis juga mendengarnya. Sebenarnya, kalo dia bukan kapten tim, dia juga ogah tanding persahabatan sama anak Pelita.
"Gue usul!" Natusa duduk tegak sambil tersenyum lebar membuat Laser dan Sandi saling pandang sebelum mengijinkan Natusa menyampaikan usulannya.
"Gimana kalo Arjun?"
"Nggak!" Sandi menolak mentah-mentah. "Lagian kalo Arjun ikut tim kita bisa ancur. Gue yakin nih cowok yang ada di samping lo bakalan buat arena sendiri di lapangan dan duel sama Arjun!"
Natusa merengut sebelum menyebut satu nama lagi. "Bonong! Dia juga pinter futsal. Gue pernah liat dia main futsal di lapangan deket rumahnya."
Sandi berpikir sejenak, "seriusan dia mau?"
"Dia pasti mau. Dia juga nawarin dirinya sendiri sih di instagram gue waktu itu." Jawab Laser kembali teringat komentar Bonong di salah satu fotonya. Laser kira Bonong cuma usil.
"Ya udah. Gue coba cari dia dulu. Kalo dia nggak mau, gue bisa langsung cari pengganti lain." Ucap Sandi sambil berdiri dari duduknya. "Daaah. Selamat berduaan lagi."
"Kampret emang." Natusa menggerutu.
"Nanti, temenin gue latian futsal kalo mau pulang naik becak."
^^^
Laser berdiri di tengah luasnya tanah kuburan yang sepi. Ia melongok ke kanan-kiri dan tidak menemukan siapa-siapa, atau mungkin karena gelapnya malam dia tidak bisa melihat satupun orang.
Gelap.
Sunyi.
Menakutkan.
Ia lupa tujuan utamanya datang ke kuburan malam-malam. Kakinya melangkah perlahan sambil terus menatap keadaan sekitar.
Akijtoperallokamejii. Omeraltjiahhhh.
Bulu kuduknya seketika berdiri.
Itu ... sebenarnya suara apa??
Suasananya terasa semakin mencekam membuat Laser berlari sekuat tenaga sambil menghindari batu nisan yang berjajar rapi.
"Tolong."
"To ... long."
Laser menutup telinganya sambil berjongkok. Susah sekali menghilangkan suara lirih yang meminta tolong itu. Dan lagi suaranya familiar, tapi dia tidak bisa mengingat siapa pemilik suara itu.
"Grrrrrm."
"Ggrrrmm."
Geraman mengerikan yang terdengar dari belakangnya membuat Laser berjingkat kaget.
Ia merangkak menjauh dari suara itu sebelum berdiri dan menatap sang pemilik suara.
Laser membulatkan mata dan langsung berlari begitu melihat sosok berjubah hitam dengan posisi badan berjongkok dan kedua tangan menancap dalam di tanah.
Laser menoleh ke belakang dan masih melihat sosok itu mengejarnya sambil tetap berjongkok. Walaupun begitu, larinya sangat cepat.
Jantung Laser berdetak sangat cepat. Jaraknya semakin lama semakin dekat dengan sosok yang dia tidak tahu makhluk jenis apa.
Ia berbelok ke kiri dan melihat ada cewek dengan ekspresi panik menatap ke arahnya.
"NAT! L--LO NGAPAIN?"
Laser menarik tangan Natusa yang masih ketakutan dan linglung. Begitu Laser menoleh ke belakang, sosok itu sudah tidak ada lagi.
"NAT! WOY!"
Laser menggoyang tubuh Natusa, berusaha menyadarkannya.
Seolah tersadar, Natusa menatap Laser dingin sebelum wajah dan tubuh Natusa berubah menjadi sosok menyeramkan yang mengejar Laser.
^^^
Apa yang ada dipikiran kalian sekarang?
Kalian sebenernya ada di tim Arjun atau tim Laser?
Why?:v
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro