[38] Epilog
Laser memukuli bantal keras, merasa bosan di rumah Farhan sendirian. Ia menatap layar televisi datar, kadang-kadang dahinya juga berkerut.
"Ini kesukaan Farhan?" Laser memerhatikan dengan seksama televisi yang sedang memutar DVD album Blackpink.
"Kok wajahnya sama semua?" gumam Laser bingung.
"Jangan-jangan kembar empat?"
Pintu diketuk membuat fokusnya teralih. Siapa, ya? Tidak mungkin itu Farhan. Biasanya Farhan langsung nyelonong masuk tanpa permisi.
Belum sempat ia berdiri, pintu sudah terbuka menampakkan sosok yang selama ini ia hindari. Sergio. Di belakangnya, ada Lalisa yang ikut serta.
Laser berdiri, melakukan sambutan yang kelewat sopan. "Mau apa anda kesini?"
Lalisa menyahuti lembut, "Acer sabar. Dengerin dulu ya. Nggak enak. Ini bukan rumah kita."
Laser berusaha meredam emosi setelah mendengarnya. Namun, tanpa disadari nada suara yang berikutnya ia ucapkan masih sama tinggi.
"Kenapa? Mau meremehkan saya lagi? Mau menyuruh saya tidur di rumah pacar saya? Asal anda tahu. Saya tidak punya pacar," ujar Laser berusaha menjelaskan apa yang dituduhkan Sergio tempo hari.
Melihat anaknya yang tidak bisa mengendalikan amarah Lalisa menyela lembut, "Acer. Sabar, nak. Sabar. Duduk dulu. Papa juga duduk." Laser menurut, Sergio juga.
"Papa bisa jelasin semuanya."
Laser tertawa keras. "Untuk apa? Semuanya sudah berlalu. Sudah berapa tahun kita hidup dalam kesalahpahaman ini? Kenapa tidak kita lanjutkan saja?" tanya Laser diakhiri kekehan dingin.
"Laser! Dengerin!" Lalisa menyela keras. Tatapannya sudah berkaca-kaca, terlalu sesih melihat hubungan suami dan anaknya yang sangat asing.
Laser akhirnya diam. Takut membuat Lalisa semakin sedih.
"Dulu, papa dan Mama Lalisa punya hubungan bisnis. Kita deket, sering ketemu. Sampai suatu hari ketika hubungan papa sama mama kamu memburuk akibat masalah ekonomi, papa liat mama kamu selingkuh, dengan sahabat papa sendiri. Namanya Ardi."
Laser menatap Sergio sambil menggeleng tak percaya. Mana mungkin mamanya seperti itu?
"Papa kaget, marah, frustasi. Sampai ketika di restoran, mama kamu mergoki papa yang lagi berduaan sama Mama Lalisa membahas bisnis baru yang kita buat waktu itu. Padahal semalaman papa nggak pulang, tidur di kantor. Mama kamu salah paham, lari, pergi keluar restoran. Papa biarin dan melarang Mama Lalisa untuk jelasin kebenarannya ke mama kamu. Papa pikir dengan cara seperti itu kita impas. Papa tahu mama kamu selingkuh, mama kamu juga tahu papa selingkuh."
"Karena itu juga kamu dibawa pergi. Itulah yang papa sesali sekarang. Kenapa dulu papa nggak minta penjelasan mama kamu sama Ardi? Kenapa papa nggak jelasin semuanya ke mama kamu? Kenapa papa nggak cegah mama kamu pergi? Papa nyesel. Hati papa juga sama sakitnya kayak kamu ketika mengingat semua ini." Lalisa menggenggam tangan Sergio, berusaha menguatkan.
"Saya nggak percaya mama selingkuh," ketus Laser tanpa menatap Sergio.
Mendengar perkataan Laser, Sergio mengangguk lemah. "Bener. Harusnya papa nggak percaya dulu. Kamu tahu? Ternyata mama kamu sama Ardi cuma sandiwara untuk membodohi papa, agar papa nggak tahu penyakit yang diderita sama mama kamu." Mendengar itu, Laser segera menoleh.
"Papa semakin terpuruk ketika memikirkan bahwa sahabat papa, ternyata lebih tahu tentang mama kamu. Sedangkan papa nggak tau apa-apa."
Jeda lama sebelum Sergio berkata lagi, "mama kamu ternyata menderita kanker stadium 4, dan nggak mau liat papa sedih."
Laser terdiam.
"Sampai mama kamu meninggal, papa sengaja nggak angkat telfonnya karena rasa dendam yang besar. Papa dulu kecew, mama kamu selingkuh. Tapi ternyata semuanya salah," ucap Sergio dengan tatapan nanar.
"Saat papa terima surat terakhir mama kamu, papa hampir gila. Menyesal, malu, marah sama diri sendiri, tapi papa sudah nggak bisa apa-apa lagi." Air mata yang keluar dari mata Sergio segera membuat hati Laser sakit.
Rasa sakit yang papa rasain ternyata nggak jauh beda dari apa yang gue rasain. Rasa penyesalannya terlalu besar, sampai-sampai dia berusaha menguburnya dalam-dalam. Makanya papa nggak pernah jelasin semuanya ke gue.
Sergio berkata lagi, "kenapa papa bisa nikah sama mama Lalisa? Semua karena mama kamu. Mama kamu minta papa nikah lagi, sama Mama Lalisa. Katanya Mama Lalisa baik, sayang sama kamu."
Laser meneteskan air mata. Ia tidak menyangka, inilah yang terjadi sebenarnya. Melihat Sergio yang meneteskan air mata pilu, Laser merasa lemah.
"Maaf. Maaf papa selalu tuduh kamu yang nggak-nggak. Papa cuma pengen ngingetin kamu, jangan berperilaku seperti apa yang papa tuduhkan," ujar Sergio dengan tatapan menyesal. Laser semakin bersalah ketika menatap Sergio. Karena rasa benci dan kesalahpahamannya sudah terhapuskan, kini rasa rindu mulai tumbuh di hati Laser. Ia memeluk Sergio. "Maaf, pa. Maaf."
"Pulang ya, nak." Sergio menepuk punggung Laser.
Laser mengangguk. Lagian jika disuruh tinggal di rumah Farhan terus, enak. Enak Farhan yang selalu dia masakin.
"Papa berterima kasih banyak sama Natusa yang jelasin semuanya ke papa," ujarnya setelah Laser melepas pelukan.
"Natusa? Dia di sini?" tanya Laser.
"Dia nggak ikut kesini," jawab Lalisa.
"Yaudah. Yuk, pulang."
^^^
Lusi, Anas, dan Bonong duduk di hadapan Natusa dalam diam. Takut mengganggu Natusa yang sepertinya dalam mood buruk. Bahkan mas cincau yang baru saja datang membawakan es, tidak berusaha menyapa Natusa. Ia hanya menatap Lusi, Anas, dan Bonong dengan tatapan menyelidik.
"Kalian bolos lagi, kan?" tanya mas cincau menuduh.
Bonong menggebrak meja. "Ya kali gue bolos, Bang. Gini-gini gue murid teladan."
Setelah mendengar puisi Bonong yang tidak jelas dan singkat, mas cincau menjawab, "jamkos lagi? Kelas kalian santai banget, ya."
Anas menyela, "weissss. Jangan lupa. Kelas gue lebih berkelas daripada kelas mereka bertiga."
DUG
"AWWWW!!" Pekikan kesakitan yang terlontar dari mulut Anas bersamaan dengan kakinya yang dipindahkan ke samping.
Natusa yang tidak terima ternyata menendang kaki Anas tanpa berusaha meminimalisir kekuatan.
Lusi juga sama. Ia berdiri, hendak pindah tempat duduk di samping Natusa, tapi segera didorong menjauh.
"Jangan duduk sini," larang Natusa dengan wajah mencebik kesal.
"Lo juga marah sama gue, Sa?" tanya Lusi tak percaya. Namun melihat anggukan Natusa, ia mengerucutkan bibir dan kembali duduk di samping Anas.
"Kenapa kalian balikan nggak bilang-bilang?" tanya Natusa dengan tatapan tajam.
Anas dan Lusi saling pandang sebelum tertawa. "Jadi lo badmood gara-gara ini? Gue traktir, deh." ujar Anas membuat dahi Natusa semakin berkerut.
Bukan! Ini karena sejak daritadi, ia belum melihat Laser. Ia merasa khawatir. Banyak yang ingin ia katakan, banyak juga yang ingin ia tanyakan.
Natusa menatap sosok familiar yang baru saja melewatinya sambil tersenyum canggung. Tanpa ragu lagi Natusa langsung berdiri. "FARHAN!"
Melihat Farhan berhenti melangkah, Natusa kembali berkata, "boleh ngobrol sebentar?"
Farhan meringis samar. Ia masih merasa sedikit takut ketika mengingat hal nekat yang dilakukan Natusa saat itu. Karena merasa Natusa ingin membicarakan hal penting soal Laser, dan ada pula hal penting yang ingin dia bicarakan, Farhan akhirnya menganggukkan kepala dan berjalan keluar kantin diikuti oleh Natusa.
"Laser nggak sekolah, ya?" tanya Natusa segera dibalas gelengan canggung.
"Kemaren Laser sama bokapnya udah baikan?"
Farhan mengendikkan bahu dan berkata pelan, "ada yang mau gue omongin, tapi lo harus janji nggak akan nekat lagi. Ini permintaan Laser."
DEG.
Firasat Natusa buruk. Jantungnya berdetak tidak biasa membuatnya menarik nafas panjang sebelum menjawab, "iya. Gue janji."
Farhan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gimana ini ngomongnya. Udah langsung aja, ya. Laser mau pindah ke Amerika, nyusul tunangannya."
Hati Natusa mencelos. Ia menatap Farhan tak percaya. Mulutnya bergetar, hendak menyuarakan ketidakpercayaannya, tapi Farhan sudah berkata lagi. "Gue nggak tau harus ngomong ini apa nggak, tapi itu emang kenyataannya. Sorry, gue pergi dulu ya."
Natusa menatap kepergian Farhan dengan tatapan kosong.
Apa ini? Laser sudah bertunangan? Dengan siapa? Jadi selama ini Laser hanya mempermainkannya? Sebenarnya ... apa yang sedang terjadi sekarang? Laser akan pindah ke Amerika? Owh plis, lelucon apa yang sedang terjadi sekarang?
Apa ia terlambat atau memang tidak akan bisa tepat waktu? Apa ia kena karma karena mengabaikan Arjun yang sudah mulai mencintainya? Kenapa ada saja hal-hal yang membuat hubungannya terhalangi? Jika Laser memang akan pergi ke Amerika menyusul tunangannya, berarti inilah alasan mengapa hubungan ini tidak bisa berhasil. Kebohongan.
Natusa berjalan mengikuti hatinya dan berhenti di depan pohon beringin.
Di sinilah awal mula mereka bertemu. Pertemuan menyebalkan berbuah rasa yang tak pernah bisa menyatu.
Memori Laser yang selalu bersikap menjengkelkan, melindunginya, menyatakan cinta padanya, terputar otomatis diiringi cuaca mendung yang tampak tahu suasana hatinya.
Ketika ia semakin terhanyut dalam memorinya, suara tengil yang terdengar membuat hatinya bergetar.
"Lagi bacain surat cinta lagi?" Ia terkekeh di akhir kalimat.
"Kali ini buat siapa? Bukan buat yang ono lagi, kan? Jangan-jangan buat gue?" Laser mengerling sambil berjalan lebih mendekat.
Melihat senyum yang terpampang di wajah Laser bukannya merasa senang, air matanya malah merebak.
"Why?" tanya Natusa ambigu. Ia bertanya lagi, "why is it so difficult to control the feeling that starts to grow for you? You know? You've made me fall in love with you. But why is everything so complicated?" tanya Natusa dengan perasaan yang tidak bisa dia tahan lagi.
Natusa menatap Laser dengan pandangannya yang buram karena air mata, lalu bertanya, "you got engaged right? Will you move to America? Why have you been lying to me all this time? You behave as if I'm the only girl you love."
Senyum Laser surut. Ia menundukkan kepala, tidak berani menatap Laser lagi. "who will be move?" Laser bertanya dengan senyum sedih.
"Aren't you?" tanya Natusa memastikan. Ia menghapus air mata yang sudah berada di pelupuk matanya.
Laser terkekeh pelan namun tatapannya sendu. Ia menjawab, "how can I move to America, leaving the girl I love alone here?"
"Lo udah tunangan, kan?" Laser hanya tersenyum tipis menjawabnya. "Ser, jawab! Jangan senyum-senyum! Lo udah tunangan, kan?"
"Umur gue masih berapa, Donat? Masa gue tunangan?" Laser tersenyum tipis seraya mengacak-acak puncak kepala Natusa sambil tersenyum. "Kan gue udah bilang. Gue cintanya sama lo."
Natusa terdiam. Melihat ekspresi Laser, ada kegelisahan yang merayap di hatinya. Namun, ketika mendengar kata cinta yang diucapkan Laser, ia segera mengenyahkan kegelisahan itu.
"Ser, guejugacintasamalo," ujar Natusa cepat, tanpa jeda. "Jangan pergi."
Mendengar itu awalnya Laser terdiam sambil tetap memasang senyum manisnya. Namun, ekspresi Laser bukan yang Natusa harapkan. Ia tertawa renyah, menatap Natusa dengan gelengan pelan. Diacaknya rambut Natusa gemas namun ia segera mendapat pelototan sedih dari Natusa.
Sedetik kemudian, Laser mengangguk dengan senyum lebar. Ia mengangguk yakin. "Ya udah. Kita sekarang pacaran aja. Lo mau, kan?" Laser menggenggam kedua tangan Natusa.
Natusa bingung harus berekspresi bagaimana. Tapi ketika melihat tekad yang ditampakkan Laser, Natusa juga mengangguk yakin. Kita akan mencoba, lawan setiap masalah yang akan datang bersama.
"Woy-woy! Udah kali romantis-romantisannya. Ini tuh sekolah!"
Anas dan Lusi yang sedari tadi memerhatikan mulai merecoki.
"Berisik," ejek Laser sambil melempar batu kecil yang ada di sekitar kakinya.
Ketika Natusa menatap Laser, senyum aneh yang terpampang membuat Natusa menatapnya ngeri.
"Apa? Ngapain?" Natusa menatap Laser horor.
"Peluk boleh?"
"Ngawur! Ini tuh sekolah!!"
Laser mengabaikan. Ia menancapkan kakinya di tanah dengan tangan yang merentang.
Natusa segera mengangguk paham sambil tersenyum licik. "Aaaa iya. Rasanya kebahagiaan ini masih kurang, kan?"
Laser mengangguk bersemangat.
"Merem dulu."
Laser memejamkan mata. Natusa berjalan mendekati Laser.
DUKKK
"AWWWWWWWWW." Laser membuka mata lebar-lebar sambil menyuarakan kesakitannya. Ia memegang tulang keringnya yang sakit, kemudian menatap Natusa yang sudah berlari sambil tertawa puas.
"RASAIN LO!!" Natusa tertawa lagi. "AKHIRNYA GUE BISA TENDANG LO! HAHAHAHA!"
"WOY!! DURHAKA YA SAMA PACAR!!Kok lo-gue sih? Kita kan udah pacaran. Aku-kamu, kek."
"Bodoamat. Salah sendiri gila."
"Gila? Enak aja! Mulut lo minta diplester,ya! Sini lo!" Laser mengejar Natusa.
Dari kejauhan, tidak hanya Anas dan Lusi yang memantau mereka berdua.
Di tempat lain, ada Nindy, menampakkan seulas senyum sambil berkata dalam hati jika ia ikhlas membiarkan mereka berdua bahagia. Lagi pula, sejak awal Nindy hanya ngefans sama Laser, bukan cinta sampai merasa ingin memiliki. Jika idolanya bahagia, Nindy juga bahagia. Siapapun yang hendak memisahkan mereka berdua, Nindy juga siap campur tangan.
Kamu sama dengan orang lain di seluruh dunia. Kamu berhak mendapatkan cinta dan kasih sayang. Jika kamu memiliki kemampuan untuk mencintai, maka yang paling utama adalah cintailah dirimu sendiri. Peragakan cinta tanpa syarat pada dirimu sendiri. Dan ketika kamu melakukannya, kamu akan menarik orang lain kedalam hidupmu yang akan mencintaimu tanpa syarat.
Jika kamu merasa terpuruk dan kehilangan cahaya dalam hidup, jangan terus-menerus bertahan dalam kegelapan yang semakin lama semakin membelenggu. Ingatlah, kamu adalah orang yang mencintai dirimu sendiri yang akan bangkit dan menyerang kegelapan untuk mendapatkan kembali setitik cahaya yang mulai terkikis oleh kegelapan. Kamu mencintai dirimu sendiri.
Belajarlah dari Natusa, bahwa seterpuruk apapun dirimu, jangan pernah memutuskan untuk pergi dari dunia yang berwarna-warni ini. Masih banyak yang mencintaimu, masih banyak yang harus kamu lakukan, masih banyak orang yang menunggu untuk kamu bahagiakan.
Belajarlah dari Laser, dengarkan apa yang harus kamu dengarkan. Jangan buat kesalahpaham memperburuk suasana lama-lama. Jangan merasa benar sendiri. Belum tentu jika kamu benar, orang lain salah. Cintailah dirimu sendiri dengan memasang telinga yang bisa membuatmu mengerti bahwa tidak ada salahnya mendengarkan alasan.
^^^
"Wah, nggak bisa dibiarin! Itu Laser sama Natusa apa-apaan ketawa-ketiwi?"
Bola mata Nindy membulat horor. Ia berbalik dan melihat Arjun sudah melangkahkan kaki hendak menghampiri Laser dan Natusa.
"STOP!! LO MAU APA, KAK?" Nindy merentangkan kedua tangannya.
"MINGGIR NGGAK. INI BUKAN URUSAN LO!" Arjun memelototi Nindy. Tetapi Nindy tak gentar. Mereka terus adu mulut sampai Arjun melangkah pergi dengan geram.
Di sudut lain, ada Bonong dengan hati yang adem karena sedang bersandar di pohon mangga.
"Tuhan,
Berikan aku punggung onta, aku pasti menggaruknya.
Berikan aku rambut penuh kutu, aku pasti membersihkannya.
Berikan aku kaki serigala, dan aku akan mencabutinya.
Kenapa pada akhirnya aku masih sendiri dan tak berguna?
Apa karena dulu aku pernah menggusur jidat lebarku?
Oh Tuhan, aku sungguh menyesal.
Tolong kembalikan jidat lebarkuuu.
Jidat lebar yang berkharisma layaknya lutut Pak Ji sang penjual pentol bakar di kantin,
Pak Ji sang penjual pentol bakar Tuhan
Bukan Park Ji Sang kesukaan kakak saya."
"WOY! Nggak baik sendirian di bawah pohon." Mas cincau membuat Bonong terjingkat kaget.
"Apaan, Bang. Udah mau pulang? Udah abis cincau lo?"
"Bukan cincau gue aja yang abis. Cerita ini juga."
"Lah. Terus kapan lo balik, Bang?" tanya Bonong kepo.
"Extra chapter, dong. Tapi adanya di novel. Lo tau nggak ... profesi gue yang lain?" tanya mas cincau misterius.
"Apa emang?"
"Gue DJ."
"DJ? LO BAKAL NGE-DJ PAS PROM NIGHT?"
^^^
Anda berada di akhir cerita. Bagaimana perasaan anda sekarang? Ceritain dong.
Ada yang sudah menduga sebelumnya bahwa endingnya seperti ini?
Salam perpisahan dari Laser. Ada uneg-uneg yang mau disampein secara langsung? Yang menurut kalian sikap Laser di atas tadi belom jelas? Sok ungkapin.
Ah sedih banget ini pertemuan terakhir kita di sini:(
Tapi jangan khawatir. Kalo kalian rindu, kalian bisa chat aku, chat RP, masuk grub chat buat berbagi kerinduan.
Mau makasih sama Kak Aci yang udah bantuin aku sampai sejauh ini♡
Mau makasih banyak buat kalian semua{}
Aku bisa sampai sini itu juga berkat kalian{}
Tunggu versi cetaknya yaa. Aku re-write ulang. Banyak yang aku revisi{} Pokoknya nggak bakal nyesel buat beli versi cetaknya wkwk.
Ada yang pengen aku buat sequel?
Atau mau aku buat prequelnya mamas cincau sebelum lulus sekolah di masa putih abu-abu?
Atau mau aku buat spin off Bonong? Anas and Lusi?
Pokoknya kalian pantengin ig aku ya @dindarsavina siapa tau aku buat cerita lagi di akun wattpad pribadi aku @dindaarsb
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro