Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[30] Laser VS Bapaknya

Gue emang suka manjat. Kenapa? Ga terima? Mau sama-samain gue kayak yang di bawah?

Mau dilihat dari manapun juga, beda jauhlah dari muka ganteng gue:)

^^^

Tengah malam, Natusa bergerak resah dalam tidurnya. Dahi dan leher yang penuh dengan keringat membuatnya frustasi. Ia berdecak kesal seolah memarahi kipas yang anginnya tidak terasa sama sekali. Berkali-kali ia mengubah posisi tidurnya. Telentang, miring ke kanan-kiri, tengkurap, kepala miring ke kanan, tapi tetap saja merasa tidak nyaman. Karena tidak tahan dengan rasa gerah yang semakin lama semakin membuat bajunya ikut basah, Natusa membuka matanya lebar-lebar.

Hal pertama yang ia lihat adalah hitam. Gelap secara keseluruhan, menyisakan tirainya yang terkena pancaran sinar lampu jalan di luar rumah. Natusa dibuat mengernyit sekaligus kaget ketika  melihatnya. Di sela-sela pintu kamar bisa Natusa pastikan jika keadaan rumah Natusa, bukan hanya kamarnya saja, sekarang gelap total.

Ia turun dari kasurnya perlahan lalu berjalan mendekati tirai. Dibukanya tirai itu. Keadaan luar terang benderang. Rumah tetangga menyala semua. Natusa langsung was-was. Rasa kantuknya sudah hilang sepenuhnya tergantikan rasa was-was.

Jangan-jangan ... ada maling yang sengaja mematikan listriknya! Pikiran Natusa sontak menjadi buram. Jantungnya berdebar-debar ketika menutup tirai. Berjalan panik menuju ranjangnya, dia sedikit menyerempet meja ketika merebahkan diri di atas ranjang.

Dengan jantung yang berdebar-debar, Natusa memeluk lututnya. Tangannya menggerayahi bawah bantal untuk mencari ponsel. Dia tidak berniat untuk menelfon Ratna karena ingin menunjukkan jika dia bisa mandiri.

Natusa menyalakan senter ponselnya untuk mengecek stop kontaknya di luar. Ia bersyukur dalam hati ketika mengingat rumahnya kecil, tidak sebesar punya Lusi, Anas, ataupun Laser.

Natusa berjalan keluar kamar secara perlahan. Menyenter sekitar, takut-takut ada sesuatu menyeramkan menyergapnya diam-diam.

Tap... Tap... Tap...

Langkah kaki Natusa terdengar keras di tengah kesunyian ini. Jantungnya juga berdetak semakin kencang ketika dia sudah sampai ruang tamu.

BUK

Natusa berjingkat kaget. Tangannya dibungkus menutupi senter seraya terdiam sambil menutup mata. Suara benda jatuh itu terdengar di sekitar dapur!

Dengan badan yang semakin bergetar, Natusa berlari sekencang-kencangnya. Dia tidak peduli lagi menabraki banyak barang ketika hendak menuju kamarnya. Natusa sudah sangat ketakutan kali ini. Entah itu benar-benar maling ataupun setan, tetap saja Natusa takut dua-duanya. Jika misalnya benda jatuh tadi diakibatkan oleh tikus? Tetap saja Natusa takut!

Namun yang ada di pikiran Natusa sekarang adalah rumahnya kemalingan! Ia segera menutup pintu kamar dan menguncinya. Bersandar di pintu kamar dengan cemas, Natusa mematikan senter dan mencari kontak yang bisa dia hubungi selain anggota keluarganya.

Otomatis, nama seseorang terlintas di benaknya. Laser. Dengan tergesa-gesa Natusa menelfonnya.

Tutt Tutt Tu--

Nada sambung ketiga, Laser menolak panggilannya!

Memandangi layar ponsel dengan sedikit tercengang, Natusa berpikir positif. Mungkin Laser salah pencet. Ia menelfonnya lagi.

Tu---

Direject lagi!!

Bulir-bulir keringat cemas turun di dahi Natusa. Dengan hati yang mulai panas, sekali lagi Natusa mencoba menelfon Laser. Namun ponsel Laser sudah tidak aktif.

Hati Natusa langsung mencelos. Menggeleng tidak percaya, perasaan kecewa membuat matanya berkaca-kaca. Jika Laser sungguh mencintainya, memprioritaskannya, kenapa Laser menolak telfonnya, bahkan langsung menonaktifkan ponsel ketika dia menelfon untuk ketiga kalinya? Natusa sungguh membutuhkan Laser sekarang, tetapi dengan sengaja dan kelewat cepat, Laser mengabaikannya!

Apa Natusa adalah rumput yang memang harus disingkirkan dan diabaikan ketika hendak terserang hama? Natusa tertawa miris dalam hati. Memang benar. Tidak ada alasan untuk menyelamatkannya.

Sekarang Natusa mengerti. Dia memang rumput yang ditakdirkan sendiri bahkan dalam keadaan terancam sekalipun.

^^^

Laser melirik arloji yang melekat di pergelangan tangan kirinya. Pukul 23.14 WIB. Ia menghela nafas frustasi karena Sergio pasti sudah menunggu dan siap melontarkan berjuta kata pedas yang dituduhkan padanya. Menarik nafas panjang, ia mengangguk mantap ketika sudah menyiapkan hatinya untuk tetap kokoh.

Hendak membuka pintu rumah, Laser malah teringat dengan pesan chat yang dikirimkan Nindy padanya tadi. Laser tidak membalas, hanya membacanya saja karena merasa kebingungan. Di sisi lain juga ada Natusa di sampingnya. Bukan takut ketahuan, tapi Laser menghargai Natusa.

Laser dibuat pusing dan pikirannya menjadi rumit. Bisa dibilang dia kenal dekat dengan Nindy. Dimana rumahnya, rumah neneknya, masalah orang tuanya, Laser tahu itu semua. Tapi ia tidak tahu siapa Nindy yang sebenarnya. Siapa nama lengkapnya, bagaimana kepribadiannya, Laser tidak tahu.

Ia akhirnya mulai merasa terganggu ketika Nindy seakan-akan bergantung padanya. Ia bukan siapa-siapanya Nindy. Jika pada akhirnya dia terus membuat hidup Nindy bergantung padanya, ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia tidak mau itu semua terjadi.

Jika Laser disuruh memilih satu wanita di dunia ini agar hidup selalu bergantung padanya, Laser hanya akan memilih Natusa.

Tapi ketika melihat Nindy, hatinya selalu tergerak. Ia teringat almarhumah mama kandungnya ketika mengingat kedua orang tua Nindy bertengkar. Dulu Sergio dan Della pernah satu kali bertengkar hebat karena kesalahpahaman yang terjadi karena Lalisa, mama tirinya sekarang. Dia berdiri ketakutan di pojok ruang tamu ketika Della melempar ponselnya tepat di dada Sergio. Saat Sergio hendak menampar Della, Laser berlari dan menggigit pahanya. Laser dibuat pingsan karena terkena pukulan refleks yang dilayangkan Sergio.

"Dari mana saja kamu!" Bentakan keras Sergio segera memasuki indera pendengaran ketika ia baru saja membuka pintu.

"Dari kafe." Laser menjawab dengan kalem. Dia tidak berbohong. Setelah mengajak Natusa jalan-jalan dan mendapat pesan chat dari Nindy, dia langsung ke rumah Farhan main PS untuk melampiaskan semua kebingungannya. Sekitar jam delapan malam, dia pamit pulang. Ketika dalam perjalanan Laser melihat sebuah kafe sepi dan tenang, membuatnya berhenti di sana untuk mencoba berpikir jernih.

"Kamu punya pacar, kan!" Laser mengernyit bingung ketika mendengar pertanyaan Sergio yang terkesan marah. Ketika dia ingin menanyakan maksudnya, Sergio sudah berkata lagi. "Kamu habis nginep di rumah pacar kamu?!" Nada suaranya terdengar menuduh.

Laser langsung terbelalak, menatap Sergio tidak percaya. Emosi Laser langsung terpancing. Semakin kesini Laser terlihat semakin rendah di mata ayah kandungnya sendiri. Walaupun hanya mendapatkan kasih sayang seorang ibu sampai dia berumur delapan tahun, dan semenjak itu sosok ayah yang menjadi panutan mulai mengabaikannya, Laser masih tumbuh menjadi sosok yang tahu batas. Tahu mana yang benar dan salah.

Setelah mendengus tidak percaya, Laser berkata dengan suara dalam. "Anda harus tahu batas anda. Anda tidak menemani saya sampai tumbuh sedewasa ini! Bi Yem orang baik dan saya tumbuh atas didikannya!" Laser harus minta maaf pada Natusa karena pada akhirnya, dia tidak bisa berubah. Tidak bisa menyikapi Sergio dengan kalem.

"Kamu pikir kamu bisa makan enak, tidur pulas di kamar besar, punya mobil, motor, semua itu berkat siapa? Berkat Bi Yem?" Sergio tertawa meremehkan.

Mendengar itu emosi Laser semakin memuncak. Ketika hendak menjawab Sergio dengan pedas, ponselnya berbunyi. Ia langsung merogoh sakunya. Nama Natusa yang terpampang di layar ponsel membuatnya mengernyit. Ada apa Natusa menelfon malam-malam seperti ini? Walaupun Laser penasaran, ini bukan waktu yang tepat untuk mengangkat telfon. Laser merejectnya. Berbunyi lagi, Laser merejectnya lagi. Karena merasa jengkel dilihati Sergio dengan tajam, dia mematikan ponselnya.

Mendengus keras, Sergio menyindir, "pacar kamu? Nyari kamu karena tadi kamu nggak pamit pulang? Atau minta tanggung jawab?" Laser menggelengkan kepala kecewa. Hatinya terlalu sakit mendengar ucapan pedas Sergio. Beginikah sosok ayah yang selalu dia puja dulu? Kewibawaan, kasih sayang, kesabaran yang dulu selalu terpancar dari matanya, sirna dalam sekejap ketika mama meninggal. Dan sejak itu pula Laser tidak lagi memujanya.

"Asal anda tahu. Saya tidak keberatan jika harus tinggal dan makan seadanya di rumah kecil milik Bi Yem. Saya lebih memilih kasih sayang daripada harta yang didapat dengan melupakan anaknya sendiri. Anda selalu merendahkan saya, tetapi tidak sadar betapa rendahnya anda dulu."

PLAK!!!

Sergio menampar pipi Laser keras, membuat Laser terpaku kaget dengan tatapan miris menatap manik mata Sergio. Laser tertawa hambar sebelum berlalu meninggalkan Sergio berdiri dengan tatapan kosong terarah ke depan.

Anda bisa meremehkanku, merendahkanku, membuatku merasa seperti orang paling tidak berguna di muka bumi, tapi lihat saja nanti. Ketika waktunya tiba, akan kubalas kalian dengan caraku sendiri. Bukan karena egoku tinggi, tapi harga diriku terpancing.

Seperti matahari yang tertutupi awan ketika hujan deras datang, dari belakang aku mengumpulkan cahaya. Ketika saatnya tiba, aku akan keluar dengan sinar yang lebih menyilaukan mata.

^^^

A/n :

Ada yang pengen Natusa sama Laser berantem?

Atau kalian pengen Natusa sama Laser nggak salah paham lagi?

Kalo Natusa sama Laser berantem gara-gara tadi gimana?

Apa kalian pengen Natusa sama Arjun aja? Terus Laser sama Nindy?

Buat yang lagi ujian semangat yaa{} Semoga bisa ngerjain tanpa kesulitan berarti{}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro