[18] Cinta yang Diterima?
"JUN!"
Bonong, meneriaki nama Arjun dengan geram. Arjun menoleh dengan horor mendengarnya. Belum sempat ia bertanya mengapa Bonong meneriaki namanya, Bonong sudah berkata lagi, "gue punya puisi buat lo!"
"Puisi? Apa sih maksud lo?" Arjun bertanya dengan tak mengerti. Matanya menatap Bonong aneh.
"Jojon,
Ketiak lo kecut tapi Natusa tetep suka
Kaos kaki lo molor sebelah tapi Natusa tetep suka
Upil lo gersang tapi Natusa malah suka kegersangan itu
Dengan segala hormat yang kucurahkan padamu wahayyy kacang polong
Menyingkirlah! Sembunyi di semak-semak kalo perlu
Jangan kau racuni Natusa dengan kebuayaanmu dasar lidah buaya
Wajahmu tidak lekong,
tidak pula memberi candu
Mengapa kau begitu menjengkelkan seperti ayam kampung yang pernah mengejarku?
Jikalau kau mau menjauhi macan ompong itu, kau akan mendapat satu piring cantik dariku."
Arjun speechless. Mulutnya menganga lebar, tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Bulu kuduknya berdiri tegak ketika melihat jidat Bonong yang berkedut. Biasanya orang bikin puisi itu untuk dipuji. Beda sama jidat yang ini. Dia bikin puisi untuk dihujat.
"NONG! Namanya Arjun. Bukan Jojon!"
Teriakan tak terima Siren membangunkan Arjun dari ketidakpercayaannya. Ia menatap Bonong dengan tatapan mengintimidasi, membuat Bonong agak goyah. Jidatnya seakan mati rasa menatap Arjun yang menghela nafas. Dengan keberanian yang pas-pasan Bonong berkata, "Apa lo?" Ia menantang Arjun dengan dagu yang dinaikkan tinggi ke arah langit-langit.
^^^
Laser termenung di rooftop sekolah. Hari dimana ia beradu mulut dengan papanya tengah malam itu adalah hari pertama mereka bertemu sejak 3 bulan yang lalu, sejak papanya pergi untuk urusan bisnis di Surabaya.
Ia sangat menyayangkan hari itu. Hari yang seharusnya diisi dengan temu kangen mengharukan menjadi begitu ironis karena sapaan papanya yang membuat Laser sakit hati.
Memori indah pada masa kecil, seringkali menjadi tamu tak diundang dalam pikirannya. Walaupun terasa menyesakkan, ia tidak pernah mengusirnya dengan kasar. Ia malah menyambut, membuat dirinya sendiri sedih, terharu, senang, menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Flashback.
Laki-laki kecil, berusia 5 tahun berlari menyambut papanya yang baru pulang kerja. Laki laki kecil itu adalah Laser.
"Jagoan papa!" Sergio mengangkat Laser dan membenamkan badan mungilnya ke dalam lipatan tangannya.
"Acer. Jangan gangguin papa dulu. Papa capek tuh." Della, mama kandungnya, memberi peringatan dengan tatapan sedih.
"Acer kan kangen sama papa. Masa cuma mama aja yang kangen." Laser mencebikkan bibirnya seraya gelandotan dengan kedua tangan memegang tengkuk Sergio.
Dengan tersenyum malu Laser mengucapkan, "Pa, Acer besok ulang tahun loh."
"Papa inget lah." Sergio menoel hidung Laser yang mancung. "Mau kado apa? Robot lagi? Atau pengen mobil-mobilan?" Laser menggeleng keras. Ia menatap Della, lalu menatap Sergio bergantian. Dengan wajah menggemaskan ia menjawab, "Acer cuma mau papa sama mama, sama-sama terus sampek Acer udah besar."
"SER!"
Jantung Laser seakan melompat karena kaget. Ia menatap Natusa yang duduk di sampingnya dengan pandangan -mau bikin gue jantungan hah?-
Natusa menggelengkan kepala, seakan mengerti arti tatapan tajam Laser. Ia mulai mengomeli Laser, "lo ngajak gue nongkrong di sini, tapi lo anggurin gue." Natusa yang mulai sebal menunjukkan kebosanannya.
Laser diam saja. Ia menatap Natusa dalam sebelum menyandarkan kepalanya di bahu Natusa dengan nyaman, berbanding terbalik dengan Natusa yang terkaget-kaget dengan tindakan Laser. Ia menatap kepala Laser, hendak menempeleng kepalanya sebelum mendengar suara sendu Laser, "plis. Sebentar aja."
Natusa terdiam. Dengan batin yang terus berperang, dia membiarkan Laser yang mulai menutup mata, merasakan kenyamanan.
"Lo kenapa?" Setelah berperang dengan dirinya sendiri, Natusa akhirnya membiarkan Laser dengan setengah hati. Sedikit tidak rela karena Arjun bukan orang pertama yang membutuhkannya untuk dijadikan sandaran.
Laser menggeleng, tidak berniat menjawab pertanyaan Natusa. Melihat itu Natusa berhenti bertanya. Lagian dia bukan siapa-siapanya Laser. Tidak baik terlalu ikut campur dengan masalah yang menimpanya.
Melihat Natusa yang diam saja, Laser mengangkat kepala dan menatap Natusa sewot. "Kok lo nggak tanya lagi, sih?!"
Natusa langsung mengernyit. Heran dengan makhluk yang entah manusia atau bukan ini, menunjukkan perilaku yang menurut Natusa sangat tidak jelas. Tak mau kalah dengan Laser, ia membalas perkataan Laser tidak kalah sewot. "Kan tadi lo geleng-geleng! Ya gue nggak tanya lagi lah!"
Natusa melihat Laser yang keningnya semakin berkerut. Sedetik kemudian Laser menjawab Natusa dengan gemas, "tanya lagi, dong!"
Natusa menarik nafas panjang dan menjawab, "Oke-oke! LO KENAPA?" Dengan sangat terpaksa dan tidak kepo sama sekali, Natusa akhirnya bertanya dengan nada muak.
Suara Natusa yang terdengar merdu di telinga Laser membuat Laser ingin sekali menjelaskan semuanya pada Natusa. Namun ia tidak bisa. Ia hanya menjawab Natusa dengan gantung, "Gue kecewa sama bokap gue. Kecewa, marah, benci."
Natusa mengernyit, "emang kenapa lo kecewa, marah, benci sama bokap lo?" Nada suaranya sudah berubah. Dari yang awalnya muak, menjadi simpati. Mendengar Laser yang melas benar-benar membuatnya tidak tega.
Laser menggeleng pelan. Ia berpikir bercerita tentang masa lalu bukanlah hal yang bisa membuat hatinya bahagia, malah akan membuka luka lamanya lagi. Ia memang ingin berbagi cerita pada Natusa. Tapi untuk kali ini, Laser belum yakin apakah dia bisa menceritakan semuanya tanpa menunjukkan wajah sedih? Laser malu memerlihatkannya pada Natusa.
"Kenapa?" Natusa bertanya lagi.
Laser menatap manik mata Natusa dan berkata, "belum saatnya lo tau."
Natusa menggertakkan gigi gemas, merasa bingung dengan cowok menjengkelkan di sampingnya ini. Tadi bilang kalo dia geleng minta ditanya lagi. Giliran dia geleng lagi, ditanyain, jawabnya malah belum saatnya Natusa tau. Emang siapa yang pengen tahu? Natusa menjerit dalam hati.
"Nat."
"Hmm."
"Cie mau dipanggil Donat."
Natusa berdecak kesal.
Mengabaikan Natusa yang wajahnya mulai memerah karena emosi, Laser berkata lagi, "gue tau udah pernah bilang ini. Tapi, gue cinta sama lo. Lo mau kasih gue kesempatan buat bikin lo jatuh cinta sama gue?"
Natusa menelan ludah dengan susah payah. Jantungnya berdetak kencang karena ini baru pertama kalinya ada cowok nekat, yang tidak takut dengan kegalakannya, tetap pantang menyerah ingin membuat Natusa jatuh cinta padanya.
Pikiran Natusa melayang. Rafael, atau cowok yang pernah nembak Natusa dulu, hanya berusaha membuat Natusa menerima cinta mereka. Berbeda dengan Laser yang ingin membuat Natusa jatuh cinta juga padanya.
Natusa menatap mata Laser yang menunjukkan keseriusannya. Perlahan-lahan Laser mengatakan, "I want to find a way to your heart."
Find a way to my heart? Bahkan dari semua jalan sudah tertutup, hanya menyisakan satu yang terbuka. Yaitu untuk Arjun. Ia bahkan tidak tahu cara membuka jalan yang lainnya.
Namun, jika Laser bisa membuka jalan itu sendiri, mengapa tidak? Ia sudah lelah memperjuangkan orang yang bahkan tidak pernah meliriknya walaupun hanya sekilas. Natusa ingat ucapan Laser, "Sebelum lo perjuangin seseorang, lo liat dulu. Orang itu pantes atau nggak buat diperjuangin."
Alasan Arjun pantas diperjuangkan? Karena Natusa cinta.
Alasan Arjun tidak pantas diperjuangkan? Karena Natusa tidak pernah dilirik, apalagi diberi kepastian.
See? Menurut Natusa, Arjun bukanlah sosok yang harus dia perjuangkan. Walaupun berat, Natusa akan mencoba sebisa mungkin untuk tidak mendekati Arjun. Dan ... Laser? Sepertinya Natusa ingin membuka hati untuknya. Karena dia tau. Rasanya memperjuangkan tetapi tidak diperhatikan orang yang diperjuangkan itu sakit. Jadi, Natusa tidak ingin Laser merasakan apa yang telah dia rasakan ketika mencintai Arjun.
Natusa terdiam lama sampai Laser menyenggol bahunya. Tersadar, setelah berdehem singkat Natusa berkata, "apa cuma gue yang ngerasa nggak nyaman pas lo terang-terangan kayak gini?"
Laser mengangguk mantap. "Cuma lo. Karena gue lega setelah bilang ini."
"Buat gue jatuh cinta sama lo," ucap Natusa dengan cepat, matanya melirik ke arah lain dengan salah tingkah.
"Serius? Lo terima cinta gue?" Laser memastikan. Dengan ngotot, ia menggoyangkan lengan atas Natusa berkali-kali.
"Siapa yang terima! Gue bilang buat gue cinta sama lo!" Natusa meralat ucapan Laser yang terdengar berlebihan. Emang iya! Buat Natusa jatuh cinta. Bukan terima cinta Laser!
"Bodo. Yang penting lo udah terima cinta gue."
"Nggak!!"
Bunyi langkah kaki tergesa-gesa sambil suara yang terus memanggil nama Laser keras, membuat perhatian keduanya teralih. Cowok yang menurut Natusa asing, namun sangat familiar bagi Laser segera terlihat. Namanya Yoga. Ia menampakkan wajah panik ketika menatap Laser.
Yoga mengabaikan fakta bahwa dia telah mengganggu Laser, dan mengatakan berita penting yang baru dia dengar barusan, "Ser! Salah satu anggota turnamen futsal kita tadi pagi diserang sama anak Devil Squad yang sekolah di SMA Pelita!"
Laser menggeram. Besok adalah hari turnamen persahabatan itu dilaksanakan! Ini yang tidak dia suka. Tanding tanpa sportivitas. Ia tersenyum sadis sebelum berkata, "kasih tau gue dimana markas mereka."
Laser berjalan cepat, mengabaikan Natusa seorang diri dengan tatapan kosong yang terlihat suram.
^^^
A/n :
Hai ketemu lagi sama aku^
Btw, aku mau ngucapin maaf dulu buat semua readers yang chat aku di whatsapp, wattpad, ataupun instagram.
Maaf belom sempet bales ya.
Aku udah jarang banget buka data karena aku sibuk pindahin barang. Pindah rumah emang ribet kan ya:') Sekali lagi aku minta maaf ya{} Nanti kalo aku udah nggak sibuk, aku bakal bales kok{} Makasih atas pengertiannya. Doain juga ya buat UN aku tanggal 1,2,4 sama 8♡
Buat kalian yang sekarang ujian, ujian praktek, dan ujian lainnya, tetep semangat yaa{}
Aku punya pertanyaan nih.
Kalo misalnya kalian dalang, sedangkan Natusa, Laser, dan Arjun adalah wayangnya, kalian mau buat mereka bertiga gimana?
Setelah jawab yang atas, kalian punya kata yang mau disampein ke mereka nggak? Buat siapa? Sampein aja di bawah ya{}♡
♡Laser
♡Natusa
♡Arjun
♡Bonong
♡Lusi
♡Anas
♡Siren
Makasih udah mau baca sampe akhir^^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro