[16] Laser Ikutan Perang!
Now Playing : Cinta Luar Biasa - Cover By Reza Darmawangsa
^^^
Perasaan hanyalah pengunjung, biarkan mereka datang ataupun pergi.
Jika seseorang benar mencintaimu, sekali dia datang untuk menetap, dia tidak akan pernah pergi.
Jika dia pergi kemudian kembali untuk mengucapkan penyesalan, ulurkan tangan, sebut namamu dan bilang padanya, "Hai. Salam kenal ya. Kita mulai semuanya sebagai teman."
^^^
*Apelu?
Wkwk, siapakah cowok yang mengejek dengan gantengnya itu?:v
^^^
Suara knalpot motor Laser memecah keheningan malam. Pikirannya tidak bisa jernih walau hanya sedetikpun. Sebelum semuanya terjadi, Laser hendak bercerita.
Dia adalah leader dari Blaze. Geng yang anggotanya berasal dari kalangan macam-macam. SMP, SMA, atau kuliah. Geng yang punya banyak musuh bebuyutan karena beberapa kali memicu permasalahan dengan geng lain. Percayalah, bukan Laser yang membuat masalah. Tapi salah satu anggota dengan pangkat tinggi setelah Laser. Namanya Yuski.
Laser sedikit menyipit ketika melihat banyak motor terparkir di pinggir jalan. Ini pasti teman-temannya. Laser memperlambat laju motornya hingga berhenti total.
"Wiss. Dateng juga lo."
Laser memutar bola matanya muak ketika mendengar Yuski menyapanya dengan senyum miring. Balok kayu yang dilempar padanya langsung dia tangkap. Benar. Laser di sini untuk ikut perang.
"Lo di garis depan." Yuski memerintahkan Laser seenak jidat. Namun Laser hanya tersenyum miring membalasnya, tidak berniat membuat konflik dengan anggota gengnya sendiri. Sekarang bukan saatnya bertengkar dengan teman karena musuh hendak mengacau.
"Oke. Tapi gue mau tanya dulu," Laser melangkahkan kaki agar lebih dekat dengan Yuski. "Yang mulai ini siapa? Devil Squad atau lo?"
Yuski tertawa kesal sambil menatap Laser kesal, "merekalah!" Laser menganggukkan kepala berkali-kali. Ia tidak terlalu percaya dengan Yuski. Kebanyakan konflik yang terjadi antara Blaze dan geng lain biasanya Yuski-lah sang pemicu utama. Entah Yuski mengejek, mempermalukan, atau memukuli anggota geng lain yang biasanya membuat perang terjadi. Memang temperamen Yuski buruk.
Laser melirik ke teman-temannya yang lain. Mereka semua hanya menatapnya bungkam. Benar atau salahnya Yuski, mereka tidak akan berani protes jika tidak ingin dipukuli.
Brum. Brum. Brum.
Kumpulan motor yang pasti milik Devil Squad melaju dari arah berlawanan dengan datangnya Laser tadi. Ketika mereka memarkirkan motor, Laser langsung maju di garis depan. Belakangnya ada Yuski. Dan 10-12 temannya yang lain berdiri di belakang Yuski.
Suara tawa terdengar bersamaan dengan Vano, ketua geng, berjalan mendekati Laser. "Lo ikutan?" Vano menyapa sinis. Setelah lama tidak melihat Laser, ia mengira bahwa Laser telah keluar dari Blaze.
Laser mengeluarkan smirk-nya. "Kenapa? Takut kalah?" Tantang Laser dengan wajah menjengkelkan. Ia membuang balok kayu yang tadi diberikan Yuski padanya sambil melirik ke belakang, "buang senjata kalian kalo nggak mau dianggep pengecut sama mereka. Mereka nggak bersenjata."
Walaupun ogah, mereka tetap mengikuti perintah Laser. Padahal mereka, terutama Yuski, ingin sekali melihat Devil Squad menderita luka parah.
"Gue mau batalin perang ini." Ucap Laser pelan, namun tegas. Mendengar perkataan Laser yang tidak diduga siapapun, baik Blaze ataupun Devil Squad menatap Laser tidak percaya. Apalagi Yuski. Dia menjerit marah sambil memanggil nama Laser. Mereka sudah mempersiapkan semuanya matang-matang namun Laser minta dibatalkan? Lalu bagaimana nasib kemarahannya yang tidak bisa dibendung lagi?
Laser menatap semua anggotanya dan berkata dengan nada dingin, "gue tau kalian yang salah. Tapi karena udah kepalang ajur, gue nggak punya pilihan lain selain kalah dari mereka. Ini juga karena kalian!" Laser melirik Yuski tajam.
"Oke. Setuju." Jawab Vano setelah menyuruh anggotanya diam. Blaze mau tidak mau juga menelan kemarahan bulat-buat. Mereka juga diam.
Vano menatap Laser dengan senyum tipis. "Gue seneng dari dulu lo tetep menegakkan kebenaran." Setelah mengatakan itu, Vano dan teman-temannya pergi dari sana.
Laser berbalik, menatap Yuski kesal sebelum berkata, "mulai sekarang, lo leader-nya. Gue out."
^^^
Dengan mengendap-endap Laser membuka pintu rumah. Ia menutup pintu pelan-pelan agar tidak ada yang memergokinya pulang tengah malam begini.
Laser berbalik dan terkejut melihat papa, Sergio, duduk di sofa ruang tamu sedang menatapnya tajam. Laser menatap Sergio dalam diam, kemudian berjalan melewatinya.
"DARI MANA KAMU? BERANTEM LAGI?" Emosi Sergio langsung terlontarkan ketika melihat anaknya dari dulu tidak berubah. Berantem lagi berantem lagi.
Laser menatap Sergio tak percaya. "Kenapa setiap saya pulang malam anda merasa saya berantem? Saya tidak seburuk itu." Laser menjawab dengan dingin sambil tetap berjalan menuju tangga.
"BERHENTI! PAPA BELUM SELESAI BICARA!" Laser mengepalkan tangannya mendengar teriakan itu. "SAMPAI KAPAN KAMU KAYAK GINI TERUS? KAPAN KAMU BERUBAH?!" Memejamkan mata sejenak, Laser berbalik menatap manik mata papanya itu dengan kesenduan yang tidak bisa disembunyikan. "Yang seharusnya anda tanyakan itu, apa yang membuat saya seperti ini? Kenapa saya yang dulu rajin belajar dan patuh berubah seperti ini?!"
Laser menaiki tangga dengan perasaan bercampur aduk, meninggalkan Sergio yang menyesali semuanya. Ia menatap foto mama kandung Laser dengan sendu. "Maaf."
^^^
Natusa berjalan di koridor dengan langkah lambat. Semua lagu galau yang terputar di headset-nya selalu mengingatkan Arjun. Ia mematikan lagu dari ponselnya dan tetap membiarkan headset itu nangkring di telinganya.
Kalau dia bersikap seolah-olah sedang dekat dengan Laser, Arjun bisa saja semakin menjauh karena tidak ingin menganggu hubungannya dengan Laser.
Kalau dia bersikap pengecut, takut bertemu dengan Arjun, lalu kapan Arjun bisa suka sama dia?
Tanpa Natusa sadari, sebuah kaki menjegalnya.
BRUK!
Natusa jatuh berlutut dengan perasaan kaget. Sedikit mengernyit, dia melirik tajam sosok yang berani-beraninya melakukan ini.
Windy, siswi kelas XII Bahasa 2 tertawa puas. "Apa? Nggak suka?" Tanyanya dengan ekspresi menantang. Natusa memutar bola matanya muak, berdiri dengan tatapan mengintimidasi terarah lurus pada mata Windy. "Maksud lo apa?" Natusa bertanya dengan dingin.
Windy berkata, "asal lo tau ya. Nggak semua orang di sini itu takut sama lo. Awalnya gue biarin aja lo sok berkuasa, sok kecantikan. Kenapa? Karena itu nggak ada hubungannya sama gue." Dengan panjang lebar Windy menyampaikan pikirannya.
"Tapi pas gue tau lo keganjenan deket-deketin Laser, gue mulai muak. Kalo lo nggak jauhin Laser, gue bisa bikin lo lebih menderita daripada ini." Setelah mengatakan itu, Windy pergi sambil bersenandung riang.
Natusa tertawa tak percaya dengan kepala yang geleng-geleng. Ia tahu sekarang. Penyebab utamanya adalah Laser. Dan yang Natusa yakin sekarang, ini akibat kutukan yang dibawa Laser!
Tidak bisa membiarkannya, Natusa harus menemui Laser sekarang juga! Ia berjalan dengan langkah kaki cepat. Entah bagaimana ekspresinya sekarang, yang pasti beberapa siswa di koridor menatapnya takut.
^^^
BRAK!
Delon menggebrak meja Laser dengan tatapan horor. "Jangan! Gue nggak mau punya temen yang patah hati gara-gara ditolak Natusa!" Delon melarang Laser dengan desisan. Laser mengabaikan Delon yang tidak bisa diajak curhat. "Serius lo suka sama Natusa?"
Merasa belum puas dengan pertanyaannya tadi, dia memajukan kepalanya untuk bertanya lagi, "itu muka lo asem-asem kecut bukan gara-gara berantem sama Arjun, kan?"
"SER! LO DICARIIN NATUSA NIH." Suara cempreng dari ratu gosip kelas Laser segera membuat tatapan Laser beralih pada Natusa yang berdiri di depan pintu.
"Apa?" Laser bertanya dengan mulut yang terbuka sedikit. Males bersuara. Ia masih teringat dengan perdebatan singkat dengan papanya tadi malam. Jujur, Laser merasa muak dianggap sebagai anak yang tidak berguna. Tapi Laser tidak tahu lagi bagaimana cara menunjukkan kemampuannya pada Sergio. Apalagi Laser masih merasa sakit hati akibat perlakuan Sergio pada mama kandungnya di masa lalu.
Melihat wajah Laser yang terkesan mengabaikan, Natusa segera menatap Laser tidak suka. Niatnya untuk menyuruh Laser segera menghapus kutukan lenyap seketika. "Gue nggak suka liat ekspresi lo." Natusa pergi. Meninggalkan Laser yang menatap Natusa kebingungan. Natusa tidak suka diabaikan.
Leon menepuk bahu Laser keras, berusaha membangunkan lamunan Laser. "Minta dikejar tuh," ujar Leon membantu Laser menentukan sikap yang tepat.
"Gue lagi males!"
Leon tiba-tiba tersenyum menggoda. "Serius lo lagi males?" Tanyanya sambil menggerakkan dagu menunjuk Natusa. Laser mengalihkan pandangan untuk melihat Natusa yang sedang berbicara dengan Arjun.
Tanpa basa-basi, Laser langsung bergegas mendekati mereka. "HEI! Mau kemana?" Laser menghadang mereka berdua. Ia menarik tangan Natusa dan mengajaknya menjauh dari Arjun.
Natusa menghempaskan tangan Laser dan menarik Arjun menjauh dari sana. "Gue mau pergi sama Arjun dulu."
Laser terdiam. Baru kali ini dia ditolak. Dan ini membuatnya semakin gencar untuk meluluhkan hati Natusa yang sudah terpaku untuk Arjun saja. Coba, deh. Dia sama Arjun cakepan siapa? Ada di sini yang bilang dia lebih jelek daripada Arjun? Sini. Ayo ribut.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro