[15] Hold My Hand
Ada orang yang mengambil hatimu dan membuangnya ke sembarang tempat, dan ada orang yang mengembalikannya.
Cinta bisa membuat semua orang kalut ketika patah hati.
Gelisah, galau, merana, terkadang membuatku termenung dalam keheningan malam. Apakah aku harus menghalalkan segala cara untuk mendapatkan cintaku? Apa aku salah berniat mempertahankan seseorang yang bahkan tidak pernah melirikku?
Sejak awal aku memang salah. Aku membuat masalah yang bahkan solusinya tidak masuk akal.
Masalahnya, aku mencintaimu.
Solusinya, jatuh cintalah padaku juga.
Solusinya salah. Solusi yang benar seharusnya aku melupakanmu.
Dan bodohnya aku ketika hati ini tidak bisa berpaling. Aku bodoh karena berusaha membuatku lebih hancur lagi.
-Natusa.
👣👣
Tak terasa sudah 2 minggu Laser terikat perjanjian Natusa. Dan 2 minggu itu pula membuat hidupnya berubah. Sekarang hidupnya tidak lagi setenang air dalam gelas, melainkan seperti badai guntur. Natusa mengganggu hidupnya? Iya!
Mengacaukan pikirannya? Iya!
Walaupun ia selalu jengkel dengan sikap Natusa, ia pasrah karena sudah tidak bisa kemana-mana lagi.
Percayalah. Itu pemikirannya yang dulu. Sekarang sudah berbeda. Dengan sukarela dia mendatangi Natusa sendiri. Jangan tanya mengapa karena menurut Laser sendiri, ini masih tidak masuk akal. Berbicara soal Natusa, ia langsung mengingat Arjun. Percakapannya 2 hari yang lalu kembali mengusik lamunannya.
"lo sebenernya suka sama Natusa atau suka buat Natusa berharap lebih?" Tanya Laser dengan alis yang sedikit mengernyit. Ia memandang Arjun yang menatapnya datar.
Arjun diam saja. Alisnya mengernyit seperti sedang berpikir keras. Dia bingung? Laser ikut mengernyit. "Kalo gue suka sama Natusa lo mau apa? Kalo gue cuma suka buat Natusa berharap lebih lo mau apa?" Arjun balik bertanya dengan nada yang terdengar menjengkelkan.
"Lo harusnya ngerti. Hati cewek itu rentan. Kalo cuma mau kasih harapan palsu, mending lo pergi." Ucap Laser sambil membuat gerakan tangan mengusir. "Gue bisa kasih dia harapan nyata."
Laser mengacak rambut frustasi dan keluar dari kamarnya. Ia menuruni tangga dan berjalan menuju ruang makan. Ketika Lalisa melihat Laser, awalnya ia hendak menyapa. Tetapi ia urungkan karena merasa heran dengan kaos yang melekat di tubuh Laser. "Loh. Kamu nggak sekolah?"
"Sekolah, Ma. Seragam Acer ada di tas. Sekarang hari Kamis, kan? Acer alih profesi lagi jadi tukang becak." Laser menjawab dengan nada sebal. Tidak mau seragamnya basah kuyup dan bau penguk lagi, ia akan ganti seragam di sekolah nanti. Kalo ada waktu, Laser mau mandi lagi. Aish, Ribet!
Walaupun dia tidak keberatan Natusa memintanya mengajari Fisika, tetap saja Laser keberatan dengan pekerjaan sampingan ini! Boro-boro dapet bayaran. Sampe sekolah dia malah basah keringet! Lainnya pada wangi, keren. Laser benar-benar terlihat yang paling mengenaskan setiap hari Kamis dan Jumat.
"Nggak mau pake capil juga?" Lalisa menawarkan capil yang terpajang di ruang tamu.
"Ma, Acer bukan mau nanem padi."
👣👣
Laser membuka helm-nya. Sedikit merapikan rambut yang berantakan, ia turun dari motor. Pagar rumah Natusa yang masih tertutup rapat. Padahal sekarang sudah hampir jam 6.
Laser mengambil ponselnya dan mendial nomer Natusa. Pada nada sambung ketiga, Natusa mengangkatnya.
"Halo."Dari nada suaranya, Laser bisa memastikan sekarang dahi Natusa berkerut dalam.
"Gue udah di depan."Laser menjawab dengan tidak sabar.
"Gila aja lo! Sana pulang lagi!"Kalo yang ini, Natusa pasti melotot. Hobi dia selain tendangin masa depan juga melotot lebar. Sok kecantikan.
"Gila aja lo! Sini keluar!" Laser langsung mematikan telepon dengan dengusan kesal. Ia menatap pintu yang baru saja terbuka menampakkan Natusa dengan seragam yang masih berantakan. "Ini masih jam 6!" Natusa membuka gembok pagar. "So?" Alis Laser terangkat satu ketika bertanya.
Natusa memutarkan bola mata dan mempersilakan Laser masuk dengan motor kesayangannya juga. "Ayo masuk." Laser menurut. Ia mengikuti Natusa sampai di ruang makan. Ada wanita yang ia yakini adalah ibu Natusa, sedang mempersiapkan makanan.
"Loh. Siapa ini?" Tanyanya dengan senyum ramah. "Laser, Tante."
"Ohhh. Iya. Tukang becak, kan?" Pertanyaan itu berhasil membuat Natusa tertawa.
"Tapi bentar, deh. Kayaknya Tante pernah liat kamu." Ibu Natusa, Ratna, menatap Laser menerawang.
"Kayaknya ini pertama kali kita ketemu deh, Tan."
"Mungkin," jawab Ratna ragu.
Setelah sarapan yang kedua kalinya di rumah Natusa, mereka akhirnya berangkat. Laser menginjak pedal becak perlahan, namun penuh tenaga. Kakinya mendorong keras pedal hingga becak mulai berjalan.
Tangan Laser yang memegang gagang besi berusaha tetap menjaga jalannya becak agar tetap lurus. Terlihat mudah, tetapi sangat sulit! Becaknya oleng kanan, oleng kiri. Membuat penumpang yang tidak membayar yang duduk di depannya berdecak terus-menerus. "Hiyaa!" Laser mendorong kakinya lebih kuat.
"Kayaknya besok gue harus ganti becak motor, deh." Laser berhenti menggowes. Kakinya lurus tergantung. Ia mengelap keringat yang mengucur deras di keningnya. "Bentar. Capek banget!" Ia turun dari becak.
Natusa yang terus mengamati gerak-gerik Laser mulai panik ketika melihatnya masuk ke hutan tidak lebat yang ada di sepanjang jalan. "EH! MAU KEMANA?"
Laser berbalik dan bertanya, "mau ikut? Konon katanya di situ ada orang yang pernah ... bunuh diri." Laser berdehem sejenak sebelum berbalik, berjalan lebih dalam memasuki hutan dengan pohon yang jarang itu.
Natusa turun dari becak dengan panik. Ia berlari mengejar Laser karena teringat mimpi-mimpi seramnya belakangan ini.
"Wah danau!" Natusa yang baru berhasil mengejar Laser, tercengang melihat ada danau di sekitar sini. Dia tidak pernah tahu di sini ada danau. Jika dari dulu tahu, pasti Natusa sering ke sini sendirian untuk menenangkan diri.
"Gue nggak pernah tau ada danau di sini." Natusa bergumam pelan, namun masih bisa didengar oleh Laser.
"Main lo kurang jauh." Jawaban santai Laser segera mendapat pelototan tidak terima.
"Heh! Gue masih marah sama lo! Ngapain lo waktu itu kowar-kowar bilang suka ke gue? Terus di kantin pas gue ngobrol berdua sama Arjun ngapain lo ganggu? Hampir aja gue jadian sama dia! Sok-sokan ngerangkul gue lagi! Kalo Arjun cem---"
"Faktanya Arjun nggak cemburu!" Potong Laser menancap tepat di ulu hati Natusa.
Refleks kaki Natusa terangkat, hendak melayangkan tendangan maut yang diturunkan Mas Fadil. Laser menghindar. Natusa mengejar Laser dengan geram.
Laser berhenti di tepian danau begitu pula Natusa yang mengejarnya. Ketika Natusa melayangkan kaki kanannya lagi, tubuhnya oleng. Dengan sigap Laser maju, menarik tangan Natusa yang tak disangka dia malah ikut tertarik. Kehilangan keseimbangan, mereka berdua terjebur ke danau.
BYUR!!
Laser jatuh terduduk. Berbeda dengan Natusa yang sudah menghilang sepenuhnya. Tiba-tiba air bergetar. Natusa langsung muncul di sana dengan keadaan seluruh tubuh basah.
Laser berdiri dan menatap Natusa diam. Begitupun Natusa yang menatap Laser datar. Hening. Keduanya saling tatap dengan badan seperti patung.
Suara tawa indah Natusa memecah keheningan. Ia tertawa geli dengan mata sedikit menyipit. Melihat itu, bibir Laser membentuk lengkungan indah.
"Ini sih gila!" Natusa menyiprati wajah Laser dengan air.
"Wah. Ngajakin main air?" Laser membalasnya.
Duniaku teralih karena tawa itu. Hati yang aku tahu di dalamnya hanyalah tanah kering yang tidak pernah dilewati siapapun, kini berubah menjadi taman yang penuh dengan bunga-bunga cantik. Dan pusat dari semua bunga cantik itu, adalah cewek yang berdiri di hadapanku sekarang.
👣👣
Becak yang ditumpangi Natusa memasuki area parkir sekolah. Beberapa pasang mata menatap kedua insan itu dengan tatapan heran saat melihat kedua baju mereka basah kuyup.
Cuaca sangat terik. Lalu mengapa kedua baju mereka basah? Ada hujan di daerah mana?
Laser turun dari becak dan berdiri tepat di hadapan Natusa yang masih duduk. Natusa menatap manik mata Laser yang tidak bisa dibacanya sama sekali. Melihat Natusa bingung, Laser menahan senyum dan mengambil tasnya yang ada di samping Natusa. Ia mengeluarkan seragam dan menyodorkannya pada Natusa. "Ganti."
Natusa mengernyitkan alis sebelum menggeleng keras.
"Seragam lo basah," ucap Laser yang mulai gemas.
"Lalu apa kabar sama kaos yang lo pake?" Natusa balik menanyai Laser. "Terus lo mau pake seragam apa, hah?"
"Gampang. Gue ada seragam olahraga di loker. Kan gue nanti latihan futsal." Jawab Laser santai. "Udah bawa aja."
Natusa menatap Laser sejenak sebelum benar-benar mengambilnya. Ia turun dari becak ketika sebuah motor yang baru saja datang, parkir di samping becak. Tanpa Natusa menyuruh cowok itu membuka helm, ia sudah tahu itu Arjun.
Di boncengannya, cewek yang baru-baru ini Natusa tahu namanya Siren, menatapnya dengan senyum tidak enak. Natusa menghembuskan nafas keras.
Ia berpaling menatap Laser dan mendapat ide yang ia harap bisa membuat Arjun cemburu. "Yuk." Natusa menggandeng tangan Laser dan pergi sambil melirik Arjun yang diam saja menatap tangan Natusa dan Laser yang saling bergandengan.
👣👣
Alooo. Aku dateng bawa Natusa, Laser, Arjun, dan Siren^
Mas Cincau sama Bonong libur dulu yaa^
Dan ini dia beberapa quotes yang kalian bikin di grup chat. Makasih btw{}
-Dari Fifah❤
Aku ingin menjadi setiap sajakmu, menjadi penghias hari-harimu dan menutup kepingan masalalumu.
-Ini Laser ikutan buat❤
Lintasan langkahku di setiap jalan ketika mengelilingi matahari berbentuk hati. Dimana Matahari terletak pada salah satu Fokus-nya yaitu kamu.
-Dari Ara❤
Tahukah kamu apa itu definisi cinta bagiku?
Bagiku definisi cinta itu sederhana.
Melihatmu hanya tersenyum saja sudah membuatku bahagia.
Karena definisi cinta sesungguhnya adalah bahagiamu, bahagiaku juga.
-Dari Alifah❤
Aku mau pindah hati, tapi terikat dengan seseorang. Jika kamu tidak mencintai Izinkan aku Lepas darimu Jika kamu sama sekali tidak mencintaiku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro