Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[13] What If I Like You?

"GUE CUMA MAU MINTA MAAF!" Natusa berhenti berlari dengan tangan yang mengepal.

Farhan menoleh ke arah Laser yang juga berhenti berlari, namun tidak berbalik. Farhan menatap Natusa lagi dengan firasat buruk yang mulai memenuhi hatinya.

"Sorry," Natusa memelas, "kalung lo ilang."

"Ilang?" Laser berbalik, menampakkan wajah menyeramkan dengan langkah perlahan mendekati Natusa. Ini yang membuatnya susah percaya dengan orang lain! Selangkah, dua langkah, tiga langkah, Laser hendak menyuarakan kemurkaannya sampai Natusa mengelak dengan tegas, "nggaklah! Gue bohong!" Natusa cepat-cepat mundur menjauhi Laser. Awalnya ia tidak ingin mengakui secepat ini. Ia ingin tahu seberapa berharganya kalung itu dan ingin melihat ekspresi panik Laser yang kehilangan kalung itu. Tapi niatnya segera berubah ketika melihat wajah Laser yang kalut. "Kalungnya aman. Di kamar gue."

Laser langsung lega sekaligus lemas. Menatap Natusa tidak suka, ia berkata, "gue nggak suka lo bercanda kayak gini!" Jika kenangan bisa dijadikan lelucon tak berarti, untuk apa kenangan tercipta seiring berjalannya waktu.

Natusa menatap manik mata Laser yang berkilat gemas. Ia mencari kata yang tepat untuk membela dirinya sejenak, dengan senyum yang jarang ditampakkan ia mengatakan, "lagian, lo ngapain lari-larian sih? Takut gue suruh-suruh? Gue cuma mau nanya, lo udah waras belum?"

Farhan hampir saja menyemburkan tawa ketika mendengar pertanyaan Natusa. Ditambah lagi ekspresi Laser yang menganga tak percaya membuatnya berdehem untuk menetralisir tawa yang membuat tenggorokannya berkedut.

Melihat tingkah laku Farhan membuat Laser tidak nyaman. Ia mengalihkan tatapannya pada Natusa lalu memajukan wajahnya lebih mendekat. "Gue nggak pernah gila." Ujar Laser dengan suara dalam.

Menatap ke arah lain, Natusa menganggukkan kepala beberapa kali seolah mengerti. "Oke. Sekarang gue yakin lo udah waras."

Natusa berlalu meninggalkan Laser yang masih setia dengan tampang lempengnya. Setelah Natusa menghilang dari pandangannya, ia baru teringat bagaimana Natusa merawatnya kemarin.

^^^

Suara binatang-binatang kecil memecah keheningan malam. Natusa yang merasa bosan berada di rumah, ia berjalan mengitari taman. Dengan langkah lambat yang konsisten, ia memetik bunga mawar yang sudah mekar. Lampu taman yang bersinar terang masih tidak bisa menyaingi pancaran binar di matanya. Tetapi berbeda dengan suasana hatinya yang suram. Tidak tahu mengapa, Natusa merasa tidak nyaman dengan hembusan angin malam yang menerpa.

Lampu mendadak padam ketika Natusa baru mendudukkan diri pada kursi taman. Kegelapan mulai merayap. Meraba sekitar, ia beranjak pulang dengan langkah yang merambat pelan.

Beberapa pasangan yang tadinya sedang berkencanpun pulang karena pemadaman ini. Tidak melihat jalan lain, ia memilih mengikuti beberapa orang itu sampai kakinya tersandung sesuatu yang sangat besar. "AW!" Ia berusaha menyeimbangkan badan yang oleng.

Lampu menyala. Cahaya yang terasa sangat menyilaukan segera membuatnya mengerjap.

"LO?" Natusa berjingkat kaget saat matanya sudah mulai menangkap semua objek dengan jelas. Entah kebetulan atau takdir, lagi-lagi Laser muncul kala semuanya terasa janggal. Tapi, kali ini bukan lagi mimpi. "Ngapain lo di sini?"

Dengan alis yang menyernyit, Laser tidak segera menjawab. Ia juga sama herannya seperti Natusa. Mengapa Natusa bisa ada di taman ini padahal jauh dari rumah Natusa.

"Lo pikir cuma lo yang butuh udara segar?" Natusa mencibir mendengar ucapan Laser yang menjengkelkan. "Lo---" Natusa tidak lagi melanjutkan ucapannya ketika lampu kembali padam. Ia bisa mendengar decakan kesal Laser sebelum suara maskulin itu memasuki inderanya. "Ini tukang PLN-nya umur berapa sih kok masih mainan lampu!"

"L-lo jangan panik ya! Lo tenang!"

Natusa tertawa pelan mendengar ucapan Laser yang sepertinya berusaha menenangkan dirinya sendiri. Perasaan dia diam saja. Malahan Laser yang panik nggak jelas.

"Kenapa lo ketawa? Gue nggak pan---"

Dengan sangat menjengkelkan, lampu kembali menyala membuat mata Laser dan Natusa perih karena gemerlap lampu. Sekelebat bayangan hitam sekilas melintas di hadapan mereka. "Ser! Itu apa tadi!" Natusa memekik kaget. Kali ini, Natusa mulai panik. Kakinya berjalan mendekati Laser tanpa perintah.

Natusa juga baru tersadar suasana taman yang tadinya sempat terdengar canda tawa, sekarang hening menyisakan binatang malam yang beraktivitas.

"Kita pergi dari sini." Laser menggenggam telapak tangan kanan Natusa mengajaknya berjalan cepat dengan keringat dan sesak yang mulai terasa. Natusa tidak menolak. Bahkan jika tadinya Laser tidak menarik tangannya, dia yang bakal menarik tangan Laser.

Natusa peka terhadap situasi. Dari awal dia sudah mulai merasakan kejanggalan ini. Tetapi dia mengabaikan. Sekarang Natusa merasa ada yang mengikuti mereka berdua. Natusa hendak mengatakannya pada Laser namun Laser mencengkeram kuat tangannya. Natusa langsung tutup mulut. Tahu jika Laser menyuruhnya diam dengan isyarat kasar.

Natusa hendak menoleh ke belakang sampai bunyi hantaman keras bersamaan dengan kepalanya terasa berat, sakit, dan pusing. Lagaknya suara hantaman keras tadi bersumber dari kepalanya sendiri. Sebelum Natusa kehilangan kesadaran, ia melihat Laser ambruk ke tanah dengan keras.

^^^

Natusa terbangun dengan kepala yang hampir jatuh dari bangku. Seriusan itu tadi cuma mimpi? Kenapa rasanya nyata sekali?

Natusa berpikir keras dengan tangan kiri memegang alisnya. Setelah beberapa saat, ia mulai membenarkan jika itu memang mimpi. Taman di mimpinya tadi terasa sangat tidak familiar. Natusa tidak pernah ke sana sebelum mimpi ini.

"Kebiasaan! Kalo jamkos selalu aja tidur! Padahal guru ngasih tugas banyak. Gimana lo bisa pinter kayak Arjun?" Lusi yang sedari tadi memerhatikan gerak-gerik Natusa mulai muak.

^^^

Laser meraup oksigen dengan rakus. Mata yang biasanya memancarkan semangat, berwarna merah dan tampak suram. Dadanya kembang-kempis seraya tarikan nafasnya yang murka.

Mendengar nafas tidak karuan itu, Leon yang duduk di depannya segera menegur, "biasa aja kalo nafas! Kuping gue geli dengernya."

Leon memerhatikan Laser tamat-tamat dan bertanya, "kenapa lo? Pucet banget. Mimpi?" Laser segera menjawab dengan anggukan. "Pala gue digebuk dari belakang pas lagi serem-seremnya."

^^^

"Surem banget hari ini."

Mas cincau segera menyapa ketika Natusa berdiri di depan stand-nya. Tanpa menunggu Natusa memesan, ia langsung membuatkan Natusa es cincau. Mas cincau sudah hafal dengan Natusa. Pelanggan tetap, yang terkadang bertingkah absurd. Contohnya waktu dia melayani pelanggan, terkadang Natusa datang dan merekamnya. Pernah juga waktu itu Natusa ikut membantunya. Sifat Natusa mengingatkannya pada adiknya.

"Kenapa sih? Panas-panas gini wajah lo surem banget."

Surem? Natusa bertanya dalam hati. Kalo liat lo mah langsung terang, Mas.

Sebelum mas cincau memberikan esnya pada Natusa ia berkata, "daripada mikir yang nggak-nggak, mending sono ke lapangan. Banyak ekskul yang latian buat turnamen tuh."

Mata Natusa langsung melebar. Tangannya memegang gerobak cincau itu sebelum bertanya dengan semangat, "seriusan? Basket juga?" Mas cincau mengangguk membuat Natusa langsung mengambil es cincaunya. "Et! Bayar!" Mas cincau menarik tangan Natusa dengan kedua alis yang terangkat.

Natusa nyengir kuda. "Hehe. Lupa." Ia membayar dan langsung meninggalkan kantin dengan langkah cepat. Ia berjalan menuju lapangan basket namun ketika tatapannya tanpa sengaja jatuh pada dua sosok yang saling bertos ria di lapangan futsal, Natusa malah belok ke sana. Penasaran ingin melihat Bonong dan Laser bermain futsal dalam satu tim.

Bonong yang bisa langsung merasakan kehadiran Natusa segera mengedarkan pandangan mencari keberadaannya. "SA!" Bonong melambaikan tangan dengan heboh membuat Natusa memutar kedua bola matanya. Menyembunyikan rasa geli karena melihat tingkah Bonong yang konyol.

Berkat Bonong, Laser yang ada di sampingnya juga bisa melihat Natusa. Agak heran juga melihat Natusa di sini. Padahal Basket juga latihan di lapangan indoor. Tumbenan nggak nyamperin Arjun. Ia melemparkan bola yang ada di tangannya, mengabaikan beberapa teriakan yang memintanya kembali, Laser terus berjalan menghampiri Natusa. Beberapa tatapan berharap dari fans-nya segera mengikuti setiap langkah Laser.

"Minum." Laser berhenti tepat di depan Natusa dengan tangan menengadah. Natusa langsung mendekap es cincaunya dengan posesif. "Ini bukan buat lo!"

Mengabaikan ucapan Natusa, Laser merebut es di pelukan Natusa dan langsung meminumnya.

Natusa terdiam. Bahkan ketika Laser mengembalikan es itu ke tangannya dan sudah berjalan ke lapangan lagi, Natusa masih lempeng. Setelah Laser berjalan lima langkah menjauh darinya, ia baru tersadar dan berteriak, "IH! GUE NGGAK MAU MINUM SATU SEDOTAN SAMA COWOK YANG NGGAK GUE SUKA!!!"

Dengan wajah santainya, Laser berbalik dengan senyum miring terpampang di wajahnya. Ia berkata dengan lantang, "Kalo gue yang suka sama lo gimana?"

^^^

Hai para readers akuu^

Tadinya aku mau mau bikin grub chat buat pembaca FAWtMH. Tapi aku masih mau belajar dulu buat USBN^^
Nanti ya selesai USBN. Hari rabu aku selesai^^
Nah, sukarelawan yang bersedia jadi adminnya kontak aku di ig @dindarsavina ya^ Makasih{}
Btw, buat grubnya pengen dimana? Line atau Whatsapp?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro