Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

:: Kim Taehyung ::

Sabtu yang menyebalkan bagi Taehyung datang lagi. Laki-laki tinggi dengan rambut cokelat pekat yang telah merebut berjuta hati para gadis di kampusnya. Siapa yang mengelak bilang kalau ia tampan? Sepertinya orang itu sudah gila.

"Taehyung-ssi? Boleh aku pinjam jaketmu?"

Taehyung berhenti. Sebelumnya ia hendak menuju perpustakan untuk mengembalikan buku, tapi suara seorang gadis yang sangat ia hafal itu membuat niatnya sedikit tertunda.

"Ah? Udaranya terlalu dingin Jiyeon-ssi, mungkin aku bisa mati kedinginan kalau kau mengambil jaketku." Taehyung tersenyum menunjukkan garis matanya. Perempuan bernama Jiyeon itu mengangguk canggung.

"B-baiklah. Aku akan pinjam teman yang lain nanti," katanya terbata.

Hwang Jiyeon. Satu-satunya perempuan yang Taehyung tak permasalahkan jika ia mendekatinya. Perempuan itu tidak berniat menggoda dan meraup keuntungan dari dirinya seperti perempuan lain di kampusnya, dia mengingatkannya pada seseorang yang sangat manis padanya dulu.

Yoo Cheonsa.

Mungkin dengan membiarkan Jiyeon mendekatinya bisa sedikit mengobati rindu Taehyung pada sikap manis Cheonsa yang dulu ia terima. Bukan teriakan dan amarah yang sering dikeluarkan gadis itu sekarang.

Oh yeah, Taehyung bukan lagi Taehyung yang dulu. Bukankah ia pernah bilang kalau ia akan berubah? Seperti yang Cheonsa lakukan padanya.

Jiyeon hendak berbalik sebelum Taehyung menahan tangannya.

"Jiyeon-ssi? Apa kau ada kelas?" ucap Taehyung tanpa ragu. Taehyung yakin kalaupun Jiyeon ada kelas, ia akan menyempatkan untuk menolong Taehyung.

Karena Hwang Jiyeon menyukai Kim Taehyung. Dan Taehyung mengetahuinya. Ia merasa bersalah? Tentu tidak. Mungkin Jiyeon akan meninggalkannya juga nanti seperti Cheonsa.

"Tidak," katanya sedikit bingung. Pikirnya tumben sekali Taehyung bertanya seperti ini.

"Bagus. Bisa temani aku sekarang? Eh tidak maksudku setelah aku mengembalikan buku?"

"Kemana?"

"Entah, lihat nanti saja. Aku hanya butuh seorang teman." Taehyung tersenyum kembali. Hah jelas sekali Jiyeon tidak akan menolaknya.

"O-oke."

Benar kan?

"Ah tidak usah pinjam jaket orang lain, kau bisa pakai jaketku."

"Benarkah?" Mata Jiyeon berbinar. Gadis itu terlalu bahagia bahkan hanya diberi pinjaman jaket saja. Udaranya memang sangat dingin karena angin kencang dan ia lupa membawa jaketnya. Padahal tadinya ia sempat ragu karena Taehyung pasti menolak meminjamkan jaketnya. Yah meskipun sepertinya sekarang ia meminjamkan jaket untuknya hanya untuk rasa terima kasih mau menemaninya hari ini.

"Yasudah tunggu aku di parkiran." Taehyung mendorong tubuh Jiyeon pelan. Mengarahkan gadis itu menuju parkiran.

"Ohya, jaketnya nanti ya. Aku masih kedinginan," ucapnya terkahir kali sebelum melesat menuju perpustakaan yang hanya beberapa langkah lagi. Sedangkan Jiyeon sudah melebarkan senyumnya sambil berjalan ke arah parkiran.

Hari ini akan menjadi hari yang sangat panjang. Setidaknya untuk beberapa jam ke depan.

***

Kaki Taehyung melangkah dengan cepat, ia nyaris lupa dengan Jiyeon kalau gadis itu tidak memanggil namanya. Setidaknya seharusnya Taehyung menunggu Jiyeon untuk turun atau yah sekadar basa-basi kalau mereka sudah sampai tujuan. Yang ada justru Taehyung langsung turun tanpa mengatakan apa-apa dan berjalan masuk ke dalam sebuah gedung minimalis di hadapannya.

"Tae, ini klinik? Kau sakit?" Jiyeon mengejar langkah Taehyung yang panjang. Kakinya sudah menyamai langkah laki-laki itu sekarang.

"Sepertinya, tapi aku tidak sakit." Taehyung berbelok membuka sebuah pintu. Dua buah sofa berhadapan yang pertama kali ia tangkap. Sementara Jiyeon terus mengekor di sisi Taehyung sampai matanya menangkap sosok wanita dengan blouse abu-abu dan masker hijau menutupi wajahnya. Dari sorot matanya Jiyeon bisa tahu bahwa wanita itu menyiratkan aura sedikit menyebalkan.

"Tae? Dia siapa?" Jiyeon menyenggol lengan Taehyung, tapi laki-laki itu tidak menjawab. Ia malah menggiring Jiyeon menuju kursi di pojok ruangan.

"Akhirnya kau datang." Kata sambutan yang Taehyung terima pagi ini membuatnya tersenyum miring.

"Aku tidak mengerti kenapa aku harus datang."

"Karena hatimu berkata begitu."

Jiyeon mendengar sayup-sayup percakapan mereka. Sepertinya Taehyung cukup dekat dengan wanita itu. Jiyeon tidak mengerti kenapa laki-laki itu mengajak Jiyeon ke sini. Sedikit merutuk dalam hatinya telah menerima ajakan Taehyung kalau akhirnya malah dia akan meninggalkannya dengan wanita lain.

"Ah siapa yang kau ajak kemari?"

Jiyeon menengok, merasa dirinya dibicarakan. Namun jawaban Taehyung di detik selanjutnya justru membuat Jiyeon membeku. Tidak, lebih tepatnya ia merasa seperti menjadi patung. Taehyung gila?!

"Kekasihku," katanya kelewat santai. Sangat santai sampai dia tidak menyadari perubahan ekspresi kedua wanita yang berada di dalam satu ruangan dengannya.

Jiyeon memilih untuk diam dan menyibukkan dirinya dengan memainkan ponsel. Lalu kalian tahu apa yang Taehyung lakukan? Ia tertawa pelan melihat reaksi Jiyeon. Ah gila, seharusnya dia merasa bersalah tapi hatinya sudah terlalu lelah memikirkan perasaan orang lain.

Maaf Jiyeon-ssi, batin Taehyung.

"Jadi? Apa kau bawa yang aku minta?" Wanita yang entah siapa namanya itu membuka suara. Taehyung langsung mendaratkan dirinya di salah satu sofa. Diikuti wanita itu yang duduk di hadapannya.

Taehyung merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah album foto. Ini pasti ulah Cheonsa dan Jimin. Mereka berdua terlalu bersikeras untuk memgembalikan Taehyung.

"Sudah kubilang aku muak melakukan ini."

"Tapi kau tetap datang kemari."

"Ya ya terserah. Jadi apa yang akan kita bicarakan selama satu jam ke depan?"

Taehyung memutar bola matanya. Pikirannya sudah fokus pada gelagat wanita di hadapannya. Satu hal yang baru Taehyung sadari, dia selalu memakai masker.

"Masalahmu, kan? Apalagi?" Wanita itu ikut memutar bola matanya malas. Taehyung sangat menyebalkan baginya saat ini, tapi tdak, ini yang bisa ia lakukan, membantu si bocah sialan itu.

"Kau bukan dokter, kau bukan psikiater, dan aku tidak sakit jiwa." Taehyung menekan setiap katanya. Memang begini, setiap Sabtu hanya akan ada debatan hebat yang keluar dari bibir Taehyung, tapi wanita itu tetap masa bodo dan melanjutkan kerjanya.

"Memangnya hanya yang sakit jiwa yang datang ke psikiater? Kau mahasiswa kedokteran pastinya tau hal ini."

"Ini tidak akan berhasil, percayalah."

"Aku bukan seorang psikiater, kau benar. Tapi aku bisa membantumu."

"Kau bisa saja aku laporkan telah membuka praktek tanpa izin resmi. Biar kutebak, kau sama denganku, seorang mahasiswa."

Wanita itu berhenti melakukan aktivitasnya. Tadinya ia mau menghiraukan ocehan Taehyung, tapi laki-laki itu terus berbicara omong kosong yang membuatnya geram.

Hentakan yang wanita itu buat seketika membuat Taehyung bergidik ngeri dan jangan lupakan Jiyeon yang dengan gugup menahan takutnya berada di antara keributan dua orang yang ah entahlah, bagi Jiyeon mereka terlalu kasar untuk dibilang seorang teman. Apa dia kekasih Taehyung? pikirnya.

"Kalau begitu biar kuberitahu kau sesuatu Tuan Kim Taehyung yang sok tahu." Wanita itu berdiri. Ia menahan amarahnya yang sudah mencuat sampai ke ubun-ubun.

Taehyung mundur sedikit dari duduknya. Sungguh, wanita di hadapannya ini tidak pernah sebegininya dengan Taehyung. Kalau ia mengeluarkan sesuatu yang jahat wanita itu hanya akan diam dan terus melanjutkan kerjanya.

"Aku mahasiswa? Kau salah. Aku bukan seorang dokter? Kau juga salah. Aku tidak membuka praktek, tapi keluargamu yang memintaku membantumu. Ya Tuhan bahkan Ayahku sampai rela menyewa tempat ini untuk membuatmu nyaman."

Taehyung menelan salivanya kasar. Gila gadis ini gila! Taehyung ingin menoleh ke arah Jiyeon, sepertinya gadis itu sudah tidak di posisinya. Ah salah dia membawa Jiyeon ke sini. Gadis itu pasti berpikir dia sedang berbicara dengan seorang nenek sihir!

"Ah maaf, apa aku membuatmu takut?"

Taehyung menganga. Wanita itu duduk kembali dan tersenyum kaku. Taehyung yakin ia bisa melihat dari matanya. Bagaimana bisa perubahan sifat seperti ini muncul padanya? pikir Taehyung.

Taehyung berdehem, ia yakin wanita itu sedang menertawainya dalam hati. Cih menyebalkan!

"Kalau begitu, apa insomniamu masih berlanjut?"

Taehyung sekarang berusaha untuk diam saja. Jiyeon sebelumnya memberi isyarat untuk ke kamar kecil. Taehyung sedikit tidak peduli dan hanya mengangguk kecil.

"Aku butuh obat tidur."

Hanya itu kalimat yang ia ucapkan. Memang benar kalau Taehyung mengalami penurunan kondisi fisiknya. Dan memang benar juga kalau Ayah dan Ibunya meminta bantuan wanita di hadapannya ini untuk berkonsultasi. Mereka pikir kesehatan Taehyung yang memburuk akhir-akhir ini karena masalah pada kejiwaannya. Terlebih tentang tekanan masa lalunya.

Namun yang Taehyung tahu hanyalah kedua orangtuanya bersikeras untuk mengembalikan ingatan Taehyung. Hanya itu dan laki-laki itu yakin bahwa ini alasan kesehatannya memburuk. Dipaksa untuk mengingat sesuatu yang bahkan ia tidak dapat membayangkannya.

"Kau butuh sesuatu bukan obat tidur. Aku sudah pernah meresepkan obat tidur untukmu dan seharusnya itu tidak habis."

"Sayangnya sudah habis."

"Kau gila?" Wanita itu refleks mengangkat wajahnya menghadap Taehyung. Matanya menangkap setiap lekuk wajah laki-laki itu. Bahkan wajahnya sudah seperti panda! Matanya berkantung tebal.

"Berhenti meminun itu. Cobalah membuka hatimu," ucapnya dengan nada melembut. Taehyung tidak yakin wanita di hadapannya ini hanya punya satu kepribadian. Dia mudah berubah seperti arah angin. Kalau begini kenapa Taehyung harus percaya padanya? Dia terlihat tidak meyakinkan.

"Berhenti merokok, berhenti minum alkohol, dan jangan minum obat tidur untuk memaksamu mengingat masa lalu. Aku tahu kau sangat ingin kembali. Dan kau juga tahu kalau tiga hal tadi sangat buruk untuk kesehatanmu. Iya kan, mahasiswa kedokteran?"

Taehyung diam. Mulutnya benar-benar bungkam. Pertemuan pagi ini beda dari biasanya. Tidak ada percakapan tentang "kau harus percaya bahwa rencana orangtuamu untuk menbuatmu bercerita padaku adalah baik".

"Kau terdengar seperti dokter sungguhan sekarang. Atau terdengar seperti dosenku." Taehyung terkekeh. Kalimat itu keluar refleks dari bibirnya. Wanita di hadapannya ikut melengkungkan senyumnya kala pintu ruangan terbuka dan menampakkan sosok Jiyeon di balik punggung mereka.

Taehyung tentu tidak menyadari hal itu. Jiyeon melihatnya hanya tersenyum masam. Tanpa berpikir panjang Jiyeon langsun menyambar tas kecilnya dan keluar dari ruangan itu. Mereka tidak akan menyadarinya jadi Jiyeon tidak perlu repot-repot mengendap. Taehyung juga pasti akan melupakan bahwa Jiyeon tadi ikut bersamanya.

"Kau bisa meminta bantuan kedua sahabatmu untuk melakukan rutinitas yang dulu sering kalian lakukan. Tentunya hal yang sama sekali tidak kau ingat. Itu saranku. Aku tidak butuh album lama kalian, seharusnya kau yang membukanya. Sudahkah?"

Taehyung menggeleng. Jiyeon tidak lagi mendengar percakapan mereka karena gadis itu sudah melenggang keluar ruangan.

"Kau boleh pulang. Orang yang kau bilang kekasihmu itu sudah keluar ruangan."

Namun wanita ini melihatnya. Dia jelas melihat bagaimana raut wajah gadis tadi yang menyiratkan ketidaksukaan pada dirinya. Cemburu? Untuk apa gadis itu cemburu?

Ah benar, mereka sepasang kekasih katanya.

"Dan aku tidak akan meresepkanmu obat tidur," ucapnya terakhir kali sebelum ia berdiri dan keluar dari ruangannya.

Taehyung merasa sesuatu yang aneh pada dirinya pagi ini. Entah kenapa melihat mata wanita itu, ah tidak maksudnya gadis itu karena dia terlalu muda untuk dipanggil seorang wanita, melihatnya mengingatkan ia akan satu hal.

Gadis itu tidak suka ketika Taehyung menyebut Jiyeon kekasihnya?

"Ya Tuhan tidak mungkin orang tanpa nama itu menyukaiku, kan?" Taehyung terkekeh pelan. Membayangkan wajahnya sangat lucu. Tapi sekarang sepertinya ia harus segera keluar, bukan berdiam diri di ruangan yang dulu ia benci.

Hwang Jiyeon juga bersikap tidak biasa. Perempuan memang rumit, pikirnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro