Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 26 || Pertemuan Antar Keluarga

Aku mencoba berziarah ke dalam hatimu hingga akhirnya kutemukan namaku terukir di dalamnya.

Nabil melepas peci hitamnya. Setelah mengganti baju koko dengan kaus cokelat polos, ia keluar kamar menemui keluarganya yang sudah memadati ruang tengah. Diciumnya tangan sang kakek—Kyai Usman— Nyai Nafisa, ibu, ayah dan kedua pamannya—Adam dan Ibrahim.

Selain itu, di sana berkumpul semua menantu Kyai Usman beserta beberapa cucunya yang menambah ruang tamu menjadi kian padat. Juga, beberapa saudara jauh pun ikut serta berkumpul di rumah yang sederhana itu.

Kyai Usman dan Nyai Nafisa memiliki tiga putra, Muhammad Saif Ismail, Muhammad Saif Adam dan Muhammad Saif Ibrahim. Lalu sekarang masing-masing dari mereka sudah memiliki istri dan keturunan.

"Khitan Ace kapan, Ammi?" tanya Hilya pada Gus Ibrahim selaku ayah Isa.

"Besok pagi. Setelah zuhur langsung persiapan Maulid untuk malam," kata Ibrahim.

Muhammad Isa Ar-Rumi adalah anak kedua Ibrahim yang dititipkan pada Adam. Karena anak yang belum genap empat tahun itu ingin menghafal quran, maka Ibrahim menyuruhnya untuk menetap di Nadwatul Ummah agar bisa setoran pada Adam atau Rifa.

Kebetulan, anak yang lebih akrab disapa Ace itu memang sangat dekat dengan Kyai Usman, sehingga dia tak keberatan bila harus jauh dari orang tuanya. Kabarnya saat nanti Ace berusia lima tahun, dia akan dipindah ke Yaman bersama orang tuanya.

"Ibrahim, S3-ne sampun bade rampung?" tanya Kyai Usman.

"Masih setengah tahun lagi, Abah. Tapi karena Isa mau ke sana mungkin saya akan tetap di sana sampai Isa nuntasin sekolah dasarnya."

"Nanti bagaimana sama Nabila?" Kyai Usman kembali bertanya. Nabila adalah putri pertama Ibrahim yang masih sekolah dasar dan ia menetap di pesantren salaf Jawa Timur.

"Nabila nggak mau pulang, Bah. Tapi kami insya Allah bakal ke sini jengukin dia. Dan lagi Isa di sana cuma sampai enam tahun, kan, abis itu kita pulang lagi ke Indo."

Nabil tak begitu dekat dengan Ace. Karena dari awal Ace lahir, ia sudah di Mesir dan kali ini adalah kedua kali mereka bertemu. Namun, Nabil sedikit tahu kenapa anak itu tak mau dipanggil Isa. Ia menyukai salah satu karakter bernama Ace di serial One Piece dan saat itu juga ia tak mau dipanggil Isa. Katanya Ace itu keren. Dia bisa mengeluarkan api karena telah memakan buah setan mera-mera.

"Panggil aku Ace!" Itu perkataan yang selalu Ace ulang-ulang saat ada seseorang yang memanggilnya Gus Isa.

"Sehari setelah Maulid nanti disusul nikahan Nabil," celetuk Hamdan tiba-tiba.

Nabil yang duduk di sebelah ibunya—Umi Hanin, melempar raut wajah menyebalkan.

"Cie ... Mas Nabil udah nggak jomlo lagi," goda Hilya.

"Iya dong, emang mau mufrad terus sepanjang tahun," balas Nabil.

"Lebih cepat lebih baik ya, Bil," timbrung Ibrahim.

"Insya Allah, Mi." Nabil tersenyum.

Adam yang duduk di sebelah Kyai Usman tampak melirik ke arah Nabil, lalu menunduk. Tatapan miliknya sangat berbeda dengan tatapan-tatapan saudara yang lain pada Nabil. Adam seperti mengetahui keadaan Nabil sebenarnya. Dia tahu yang terjadi hari ini.

"Ucapkan selamat untuk Mas Nabil, Ace," pinta Ibrahim seraya menggenggam tangan kecil anaknya.

"Turut berduka cita, Ami," ucap Ace polos.

"Hei Ace." Hilya berseru. Nabil refleks tertawa.

Kemudian keadaan berubah ramai. Kyai tampak tersenyum melihat tingkah cucunya.

"Bukan begitu, Sayang. Ucapkan seperti ini, selamat menempuh hidup baru, Ammi Nabil." Sang ibu tampak mengajarkan.

"Harus begitu, ya? Ya udah, selamat menempuh hidup baru, Ammi Nabil," ulang Ace.

"Terima kasih, Ace," sahut Nabil seraya tersenyum.

Bahkan Nabil masih enam bulan lagi untuk menyelesaikan S1. Namun satu hal, ia tak bisa menolak permintaan ayahnya. Dari awal Nabil sudah berjanji bahwa ia akan selalu berusaha untuk tak pernah mengecewakan orang-orang yang disayangnya.

Sebentar lagi azan berkumandang. Nabil dan sekeluarga langsung bersiap-siap menuju masjid untuk melaksanakan salat Magrib berjamaah.

"Ammi, Ace ke mana?" tanya Nabil pada Ibrahim setelah menyadari ketiadaan anak itu di antara mereka. Laki-laki itu sudah bangkit dari duduknya hendak keluar rumah menuju masjid.

"Mungkin lagi sama Kafa, Bil. Dia betah sama santri kepercayaan Mas Adam itu."

Setelah keluar rumah, laki-laki itu langsung berjalan menuju masjid. Di bawah langit petang, terlihat sebagian santri-santri berpeci hitam mulai berlari-lari kecil ke arah masjid An-Nadwah. Karena bila sampai azan 'Allahu Akbar' didedengungkan, dan masih ada yang belum menginjakkan kaki di masjid, maka santri itu akan terkena hukuman membaca Asmaul Husna di depan komplek atau asrama sekalipun.

Ribuan santri bersarung dan berbaju koko sudah memenuhi masjid pusat, tetapi sebagian lain ada yang salat di masjid komplek Al-Anwar, karena komplek mereka memang cukup jauh dengan masjid An-Nadwah. Dari lima belas komplek, dibagi menjadi dua masjid guna mengantisipasi telat yang sering terjadi. Sedangkan untuk santri putri sendiri memiliki musalla tersendiri di salah satu kompleknya.

Nabil langsung duduk di baris pertama. Sebelahnya ada Hamdan, Gus Ismail, Gus Ibrahim, Gus Adam, Kyai Usman, Kyai Syakir dan ustaz-ustaz lain yang tak begitu Nabil kenal. Sekitar tiga menit kemudian, azan magrib berkumandang. Lalu mereka menunaikan tiga rakaat yang diimami oleh Kyai Usman sang kyai yang sangat alim tutur katanya.

🍬🍬

Di bawah langit malam, Nabil memutuskan untuk duduk di gazebo sembari memandangi para santri yang sibuk lalaran di komplek An-Nadwah.

Laki-laki itu memperhatikan para santri putra yang mulai keluar kamar sembari membawa kitab kecil bernama Majmu' Kamil Nadhom. Di dalam kitab itu terdapat nadhom Jurumiyah, Imrithi sampai Alfiyah. Bukan hanya itu, ada beberapa nadhom lain yang memang dijadikan sebagai bahan belajar untuk mereka.

Beberapa anak mulai mengambil tempat untuk menghafal. Karena sebentar lagi akan diadakan imtihan, maka ngaji diliburkan sebagai gantinya mereka akan belajar lebih giat untuk menjawab soal-soal nanti. Santri-santri mulai berpencar, ada yang duduk di pojokan, ada yang di gazebo, tepi danau, kursi taman, bahkan di atas pohon mangga sekalipun bisa dijadikan tempat syahdu menghafal. Santri memang tak pernah kehabisan akal.

Nabil pernah memasuki asrama mahasiswa, tapi nahasnya di sana terlalu sepi. Barangkali setiap individu memang memiliki kegiatan masing-masing. Yang mampu mengumpulkan mereka semua hanya salat magrib, ngaji setelahnya, ngaji Isya, subuh, tahlil atau marhabanan. Setelahnya, mereka akan kembali ke kamar, membuka laptop untuk mengerjakan tugas.

"Rumi!" seru Nabil pada anak berkaus putih serta bersarung biru yang sedang berlarian mengejar kucing di sekitar danau. Dia tampak membawa roti keju dan memaksa kucing itu untuk memakannya.

Anak kecil itu menghentikan kegiatannya, ia menoleh. Sesaat kemudian kaki kecilnya berlari ke arah Nabil. "Ammi, panggil aku Ace," pintanya.

"Rumi." Nabil mengulang perkataannya.

"Ace."

"Rumi."

"Kalau Ace, harus Ace, Ammi." Bibir mungilnya mengercut.

"Iya iya, Ace besok mau khitan?" tanya Nabil akhirnya. Berdebat dengan anak kecil tak ada akhir yang jelas.

Ace mengangguk penuh semangat. "Iya. Sakit nggak ya? Padahal Ace mau khitannya nanti kalau udah sekolah."

Nabil terkikik geli saat anak itu memeluknya. "Nggak sakit kok. Kayak digigit ular aja."

"Digigit ular nggak sakit ya, Ammi?"

"Lebih sakit digigit Orochimaru."

Nabil mengangkat tubuh kecil Ace, lalu didudukkan di sebelahnya. "Ace lagi ngapain di sini? Kok nggak hafalan?"

"Ace udah setor sama Ammi Adam, sekarang Ace lagi nunggu Mas Kafa. Tapi tadi ada Galaxi, jadi Ace ngasih makan Galaxi dulu."

Galaxi yang dimaksud Ace adalah nama kucing yang tadi dikejar olehnya.

"Mau ngapain sama Mas Kafa?" tanya Nabil.

"Mau beli martabak di luar."

"Mas Kafa, kan mau belajar. Dia mau imtihan. Nanti Ace ganggu dia. Lagian dia jadi panitia Maulid loh, pasti sibuk. Abis khitan Ace langsung dilanjut Maulid malemnya."

"Mas Kafa pinter, Ammi. Nggak usah belajar pun dia bisa. Makanya Ace pengen kayak Mas Kafa."

"Tapi tetep aja Mas Kafa harus belajar. "

"Tapi tetep aja Ace mau beli martabak."

Huh anak kecil susah dibilangin.

"Beli martabak sama Ammi aja, yuk. Kita ke Malioboro. Gimana?"

"Mau ... mau ... Ace belum pernah ke sana. Nanti ya, Ammi, Ace ke kamar Mas Kafa dulu." Anak itu langsung melompat ke bawah, lalu berlari cepat meninggalkan Nabil. Sedangkan pemuda itu hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sileut sepupunya yang mulai menjauh.

Nabil masih menunggu di sana sembari menikmati syahdu para santri yang mulai mengalunkan bait-bait nadhoman. Ah, ya, dia pernah berada di posisi mereka saat masih di Jawa Timur dulu. Dan melihat mereka, Nabil menjadi mengingat bagaimana asyiknya tinggal di pesantrennya dulu. Tempat itu memiliki banyak kenangan yang tak akan pernah dilupakan oleh ingatannya.

Setiap dari manusia, memang memiliki jalannya masing-masing dan sejauh ini Nabil bersyukur dengan banyak kehendak yang Allah ciptakan untuknya. Pada langit malam di atas sana, ia mendongakkan kepalanya lalu menyebut nama kekasih-Nya, Sayyidina Muhammad, berharap ia akan memberi syafaat pada Nabil, kelak.

Minggu update 😊

Gimana part kali ini? Gaje? Nggak papa ya :')

Nggak nyangka sekitar sebulan lagi SWP Gen 3 akan berakhir. Cerita-cerita kami akan selesai.

Untuk kalian yang masih membaca hingga sekarang, terima kasih :) Untuk yang masih setia menunggu keajaiban buat Ayas, yaudah tunggu aja. Akhirnya ada atau nggak, ya Allahu a'lam 😂

Rasa-rasanya Silky emang lebih berhak ^^

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentarnya, manteman ^^

Salam sayang | hallo_milkyway ❤❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro