Bab 25 || Patah hati yang direncanakan
Hamba yang mencintai Tuhannya, mencintai ciptaan-Nya. Maka bukan sebuah kesalahan bila aku mencintaimu.
Dan di antara banyaknya skenario yang tertulis, Ayas perlahan mengerti bagaimana cara Tuhan mencintai. Ada banyak substansi yang tak sempat dipahami, tetapi Nabil menjelaskan secara rinci pada hal yang perlu diartikan menggunakan intisari.
Ayas tersenyum saat mengingat kembali pertemuan singkat itu. Setelah Kyai keluar, buru-buru ia ke koperasi untuk sekadar membeli susu kotak dan biskuit kesukaan. Sebelum azan magrib nanti berkumandang, ia harus mendapatkan roti untuk sahur malam nanti. Di pesantren ini, setiap senin dan kamis, para santri diwajibkan untuk berpuasa sunnah melatih diri mereka untuk menahan nafsu pada hari-hari itu.
Perempuan itu segera mengambil dua kotak susu cair original, biskuit susu dan beberapa sachet sereal. Ia mengantre di deret kasir menunggu barisan para santri yang sedang menunggu untuk membayar belanjaan mereka. Koperasi milik mahasiswa masih dicampur antara putra dan putri, tapi tidak bagi santri Ula, Wustha dan Ulya.
"Yas," sapa seseorang.
Ayas menoleh. Ia mendapati perempuan berjilbab jingga yang sekarang menampakan wajah sendu.
"Ra, ada apa?" tanya Ayas pada Tiara.
Tiba-tiba Tiara menarik tangan Ayas keluar. Di depan etalase koperasi, mereka berdua berdiri. "Aku baru saja diberi undangan ini untuk disampaikan pada orang tuaku." Tiara menyodorkan sebuah undangan berwarna biru yang terlihat cantik. Di depannya terdapat sebuah ukiran bunga mawar dan tali yang berguna sebagai penutup antara lembar pertama dan kedua.
Ayas mengambil undangan yang disodorkan Tiara. Seketika kedua netra hijaunya terbelalak saat menangkap kedua nama yang tertera di atasnya. Nabil Fuadi & Silky Aulia. Kedua nama itu terukir bersebelahan sebagai mempelai laki-laki dan perempuan. Seketika, undangan yang dipegangnya bergetar hebat. Detak jantungnya berpacu dengan cepat bak disambar petir yang mengerikan. Lagi?
"Ayas," lirih Tiara.
Ayas tersenyum kecut. Ada rasa sesak yang tertahan di dada, ada rasa perih yang memenuhi rongga jiwa. Bulir-bulir air terasa tertahan di kelopaknya. "Akhirnya Silky menikah juga sama Gus Nabil. Aku senang dia berhasil menemukan orang yang tepat." Perih. Gadis itu menjatuhkan air matanya di depan Tiara.
Buru-buru diusapnya kasar. "Ah, aku terharu banget, Ra." Ayas langsung memeluk Tiara.
"Yas ...." Tiara memegang bahu Ayas yang mulai bergetar. Sepertinya ia sudah tahu bagaimana keadaan temannya saat ini.
"Aku duluan ya, Ra. Aku lupa masih ada tugas." Ayas langsung pergi meninggalkan Tiara. Gadis itu berlari cepat sembari membawa rasa perih yang amat dalam.
Tugas? Bahkan sangat terlihat bahwa dia sedang berdusta. Besok libur telah tiba dan tugas apa yang masih harus dikerjakan? Tugas berpura-pura kuat kah?
Langkah kaki yang terlapis sandal jepit itu mengantarnya menuju rooftop asrama menatap gunung yang menjulang tinggi dan mentari di cakrawala yang hendak pamit.
Dadanya benar-benar sudah sesak, tenggorokannya tercekat. Nabil menikah dengan Silky. Tapi satu hal yang pasti seharusnya Ayas tak perlu kecewa apalagi menangis. Bila memang Nabil harus bersama Silky lantas mengapa? Ayas hanya murid kemarin sore yang tak mengerti apa-apa. Pada wajahnya yang terkena rona senja, gadis itu menyeka air mata. Ia menyadarkan diri sendiri bahwa ia bukan perempuan yang pantas bersanding dengan Nabil.
Gadis itu duduk, membenamkan wajahnya di lutut yang tertekuk mengeluarkan segala beban dan rasa sesak di dada. Isak tangisnya mulai terdengar agak keras mengisi hening di antara sepoi angin yang sedang menertawai kegagalannya. Sakit. Sungguh, ralita ini lebih perih dari apa pun. Pernikahan mereka telah berhasil menghancurkan setengah dari jiwa yang telah retak.
Namun sungguh, Allah ... pada kedua matanya aku selalu melihat kedamaian yang belum pernah kutemui pada mata orang lain. Aku melihat ada kesabaran yang tak dipunya oleh orang lain, aku melihat kesempurnaan di sana. Kenapa dada ini sakit saat harus menerima kenyataan yang memilukan?
Ini lebih sakit dari apa pun. Lebih perih dari sekadar ekspektasi. Sungguh ia tak dapat menahan kristal bening yang terus mengalir membasahi pipi. Sesak. Sakit. Ada rasa nyeri yang hadir memenuhi setiap rongga anggota tubuhnya. Lagi dan lagi.
Lillahi maa fissamaawati wa ma fil ard, segala yang di langit dan bumi adalah milik Allah. Sejak kapan ia merasa kehilangan sesuatu yang bukan miliknya, sejak kapan ia mengklaim suatu kepemilikan dan enggan kehilangan? Dia harus menyatu dengan kedamaian. Ia harus menyatu dengan keteguhan hati untuk mengikhlaskan bahwa Nabil bukanlah seseorang yang ditulis Tuhan untuknya.
Sungguh, bahwa berharap kepada selain Allah sama saja berharap pada ketidakpastian, berharap pada kekecewaan dan berharap pada kehilangan. Dan sekarang, gadis itu merasa ditimpakan berbagai kepahitan yang menghantam ulu hatinya saat ini.
Apakah ini suatu keputusan yang Nabil katakan beberapa hari lalu pada Ayas? Keputusan yang memaksanya untuk bersabar dan menguatkan diri sendiri tanpa perlu melibatkan orang lain.
Gadis itu mulai mengangkat kepala saat matahari benar-benar telah pamit mengambil separuh harapannya dan mematahkan kebahagiannya.
Setelah beberapa menit kemudian, ia memutuskan untuk kembali turun usai benar-benar telah berevolusi untuk tak lagi bersedih. Mengapa ia harus kecewa saat sahabat terbaiknya mendapat seseorang yang baik pula? Ayas seharusnya bahagia dengan pernikahan Silky, kan? Kenapa rasa iri itu bergejolak di hatinya?
O Allah, seperih inikah menyaksikan sahabatku menikah dengan seseorang yang kucintai?
Setelah berjalan beberapa menit, ia sampai di kamar miliknya. Di dalam sana ada beberapa santri yang sedang mengepak pakaian di dalam ransel dan sebagian lain barangkali sudah mulai menuju masjid.
"Iya lah ini lebih dadakan daripada rujak. Dan lagi, acaranya nggak terlalu besar. Katanya sih Gus Nabil nggak suka terlalu ramai, jadi cuma beberapa tokoh aja yang diundang." Salah seorang santri bergosip dengan santri lain. Ayas mendengar suara mereka dengan sangat jelas.
"Ah pokoknya aku nggak jadi pulang besok. Fix aku pulang setelah Gus Nabil nikah."
"Aku juga."
"Rata-rata ternyata pada gitu. Setelah mereka tahu Gus idola mau nikah pada nggak jadi langsung pulang."
"Tapi anehnya Mbak Silky nggak bilang-bilang, loh," komentar yang lain.
"Sekarang Mbak Silky di mana?"
"Silky sama orang tuanya di kamar inap wali santri. Mungkin lagi persiapan."
"Padahal Gus Nabil punya pesantren sendiri, ya, tapi kenapa memilih di sini?"
"Nggak salah juga. Ini pondok Kakeknya. Mungkin Kyai Usman mau cucunya nikah di sini."
"Yang pasti beruntung banget jadi Silky."
"Pasti. Dari kecil mereka katanya sahabatan, ya mungkin wajar kalau sampe nikah."
Suara-suara mereka seperti jatuhan jarum dari langit yang menancap tepat di tubuh Ayas. Bak belati yang menikam jantung. Ingin rasanya mengucapkan selamat untuk Silky, tetapi pertahanan miliknya tak cukup kuat untuk membuat pernyataan sepilu itu. Ia belum mampu membuka mulut untuk mengungkapkan hal semenyidahkan ini. Seharusnya dari awal ia tahu, bahwa Nabil adalah mentari. Meski ia merasakan hangat sebuah keberadaan tetapi kedua tangannya tak akan mampu untuk menggapai.
Rabbi, kenapa aku harus jatuh cinta pada seseorang yang telah Kau tulis namanya dengan seseorang lain yang bukan aku? Allah, ini terlalu perih. Ternyata seperti ini rasanya saat aku berharap pada selain-Mu?
Kamis update :')
Jangan lupa tinggalkan vote dan komennya. Untuk kalian yang sudah membaca hingga sejauh ini dan bukan karena terpaksa, terima kasih ^^
Untuk yang selalu menunggu FC apdet, terima kasih juga :')
Selamat membaca dan menyelami lautan cinta.
Jangan lupa baca Swp Gen 3 yang lain.
Salam Cinta hallo_milkyway ❤❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro