Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 16 || MENIKAHLAH DENGANKU!

Pernikahan adalah ikatan untuk saling mempertahankan bukan melepaskan kala ujian mulai berdatangan.


Saat ini, taksi yang mereka naiki berhenti di depan sebuah bangunan sederhana yang didominasi hijau tua. Di depannya terdapat sebuah halaman yang cukup besar dan dilindungi oleh gerbang abu-abu yang pintunya terbuka begitu saja. Di sebelah rumah itu terdapat sebuah spanduk bertuliskan "Gubuk Harapan" yang mulai luntur termakan masa.

Fahmi mengajak Ayas untuk segera ke dalam, lalu mereka mulai berjalan dan memasuki bangunan itu. Ayas memeluk kresek putih berisi pakaian, erat-erat.

"Assalamualaikum," ucap Fahmi saat sampai di depan pintu yang sedikit terbuka. Sayup-sayup terdengar suara berisik dari dalam.

"Waalaikumussalam." Sebuah jawaban terdengar lantang.

Saat pintu cokelat terbuka, seorang wanita paruh baya berambut sebahu tersenyum ramah ke arah mereka. Fahmi langsung menyalami wanita itu lalu disusul Ayas yang kemudian mencium pucuk tangan ibu panti.

"Nak Fahmi gimana kabarnya?" tanya wanita berdaster hijau itu.

"Baik, Buk."

"Ayo masuk dulu. Anak-anak lagi pada wudhu persiapan salat. Sekalian Nak Fahmi imamin mereka."

Fahmi mengangguk sembari tersenyum kecil, lantas keduanya mulai masuk ke dalam ruangan bercat putih yang tak terlalu besar. Di dalam sana terlihat beberapa kamar, ruang tamu dan ruang keluarga yang sekarang dijadikan tempat salat.

Fahmi dan Ayas segera berwudhu, sebelum akhirnya mereka melakukan jamaah bersama penghuni panti yang lumayan banyak jumlahnya.

Setelah berzikir dan berdoa, mereka bersalaman dengan Ayas dan Fahmi. Setelah itu, Fahmi mulai mengeluarkan buku-buku dan pakaian dari plastik. Seketika terlihat wajah mereka yang bersinar bahagia. Ayas terharu melihat pemandangan semacam itu. Betapa ia selalu mengingkari nikmat Tuhan dan marah terhadap kehendak yang tak sejalan dengan logika.

"Kakak baru ke sini ya? Kakak cantik namanya siapa?" Seorang anak perempuan berusia sekitar tujuh tahunan mendekati Ayas.

"Kak Ayas," jawab Ayas sembari mengusap pipi tembem anak itu.

"Aku mau baju yang putih," seru salah satu anak laki-laki.

"Aku mau juga yang kuning gambar Lumba-lumba." Anak yang lain menyahuti.

"Aku mau yang Naruto."

"Adek-adek, nanti bakal kebagian semua ya. Tenang. Nanti ibu yang bakal bagikan sama kalian," ujar Fahmi, lembut.

"Kak Fahmi jangan pulang dulu ya," kata salah seorang anak laki-laki.

"Iya ntar abis isya."

Seorang wanita yang sedari tadi duduk di sebelah Ayas menatap ke arah mereka. Jumlahnya sekitar 57 dan mereka benar-benar menjadi pribadi yang kuat. Ayas merasa bangga terhadap ibu panti yang bersabar menghadapi sikap mereka yang tak semuanya sama.

Saat anak-anak sedang bermain dengan teman-temannya, Ayas berjalan keluar. Dihirupnya angin malam sembari memperhatikan padatnya kendaraan di jalanan. Sedangkan di teras bangunan, tak ada siapa pun. Di sini benar-benar sepi selain hanya pancaran rembulan dan hamburan gemintang yang mempercantik langit malam.

Perempuan itu memutuskan untuk duduk di teras bangunan sembari murajaah hafalan. Mungkin, nanti malam tidak jadi disetorkan pada Salsa, Pasalnya Ayas baru tiba di asrama sekitar satu jam lagi dan tentunya Salsa sudah mulai sibuk dengan tugas kuliahnya. Sesaat, pikirannya tebersit pada nama Tsanisa yang pernah dikatakan teman Nabil pada Silky kemarin malam. Namun, ia tak tahu siapa seseorang di balik akun itu. Seseorang yang memakinya di sosial media. Tapi bukankah itu tak penting? 

"Yas," panggil seseorang.

Ayas mendongak. Ia mendapati Fahmi yang kemudian duduk satu meter di sebelahnya.

"Mi, ada apa?" tanya Ayas.

"Yas, kita nggak perlu canggung, kan?"

Ayas terdiam. "Mi, bukannya kita harus jaga jarak. Bukannya Gus Adam sudah mempercayai kamu sebagai santri yang tidak pernah mengambil kesempatan dalam setiap kesempitan. Dan kemarin, aku merusak reputasimu, bukan? Dan lagian aku nggak mau kalau nanti ada fitnah lagi."

"Itu salahku, Yas. Ayas, ada satu hal yang mau aku katakan. Bersikap seperti dulu lagi bisa, kan? Apa aku masih punya kesempatan?" Fahmi bertanya beruntun.

Perempuan itu menundukkan kepalanya, menatap mushaf biru di pangkuan dalam-dalam. "Bukannya ibu kamu nggak pernah setuju dengan hubungan kita? Ibu kamu, ingin kamu menikah dengan perempuan yang jauh lebih baik dari aku. Surga ada di telapak kaki ibumu, kan? Apa kamu mau menentang beliau?" Ayas melirik Fahmi sekilas.

"Permasalahan ini bisa dibicarakan baik-baik. Yas, aku masih mencin—"

"Aku tahu." Ayas menyela ucapan Fahmi.

Gadis itu terdiam. Bayang-bayang perlakuan keluarga Fahmi waktu dulu, selalu sukses membuatnya kecewa. Perempuan itu memang tak menyimpan sedikit pun dendam pada keluarga itu tetapi Ayas memiliki hati yang dapat tergores, ia memiliki perasaan yang dapat luka dan ia masih merasakan keduanya.

"Yas untuk terakhir kalinya aku mohon padamu, menikahlah denganku! Aku berjanji akan bertanggung jawab untuk kehidupanmu dan Yas, aku nggak akan pernah mengecewakanmu lagi," tegas Fahmi.

"Satu hal yang tak pernah alfa, aku selalu berdoa pada Allah bahwa kelak kita dapat sujud bersama dalam salat sepertiga malam. Kita berdua bersama-sama meminta sebuah keabadian hingga akhirnya Dia ridha membuatkan kita satu tempat di salah satu sudut surga dan kita tinggal berdua di dalamnya.

"Aku ingin menjadi tempat pulang untukmu. Aku ingin menjadi negara yang kamu rindukan setiap saat. Yas, kamu tahu bahwa dari kecil aku bercita-cita ingin menjadi Dokter, tetapi setelah bertemu denganmu, menghabiskan waktu tua bersamamu adalah keinginan terbesar yang selalu kumunajtkan. Aku mohon pertimbangkan keinginanku," tegas Fahmi.

Perempuan itu terkejut dengan pernyataan Fahmi barusan. Dipegangnya kuat-kuat alquran miliknya sedang pandangannya masih menatap ke bawah tak berani melihat wajah Fahmi. Ia harus memastikan kembali bahwa tadi Fahmi benar-benar mengungkapkan pernyataan yang tak bisa dijadikan sebuah candaan.

"Jangan bercanda," lirih Ayas.

"Aku serius. Lihat aku," tegas Fahmi. "Mau bukti? Jangankan hanya kudatangkan kedua orang tuaku untukmu esok nanti, kau mau kubuatkan 1000 candi dalam semalam pun aku jabanin."

"Ya tapi jangan aneh-aneh sih, Yas. Aku nggak mau bersekutu sama makhluk halus," lirih Fahmi.

Ayas menggeleng pelan. Percuma, Mi. Hatiku kurang ajar. Aku tak bisa bersyukur, disaat seseorang baik sepertimu benar-benar datang namun aku tak bisa menerima dan lebih memilih berharap pada kekosongan. Aku tak pantas untukmu.

"Di luar sana ada banyak yang berhak mendapatkan kamu, Mi. Kita harus berjalan masing-masing," Ayas berusaha menolak.

"Kenapa kamu selalu menyuruhku untuk melihat ke luar sana sedangkan aku lebih peduli pada yang di dalam," sergah Fahmi.

Mi, jangan membuat aku memperjelas bahwa aku menolakmu. Sungguh, saat kukatakan itu bukan hanya kamu yang sakit, aku juga. Semesta akan mencatat bahwa seorang perempuan bodoh telah menolak laki-laki sempurna sepertimu.

"Karena aku nggak mau kamu kecewa pada akhirnya. Berhentilah, Mi. Kita jalan masing-masing," lirih Ayas.

"Yas, kalaupun kamu sudah benar-benar menutup pertahananmu, satu hal yang pasti, jangan pernah menyuruh aku berhenti. Karena aku nggak mungkin bisa melakukan itu."

Ayas memandang datar ke depan. Betapa ia tahu bahwa laki-laki di sebelahnya sangat keras kepala. Saat ia sudah mulai berkehendak, maka ia tak dapat dicegah.

"Banyak yang lebih baik dari aku, Mi."

"Baik menurutmu belum tentu baik menurutku, kan?"

Ayas mengangguk-angguk. Ia tak tahu harus menjawab apa lagi.

"Kamu seperti ini karena Gus Nabil, Yas?"

Ayas mendongak. "Kenapa harus bawa-bawa Kak Nabil?" Kedua matanya menyipit.

"Karena perempuan kerapkali lebih memilih orang yang dicintai daripada orang yang mencintainya. Lalu saat dia mulai merasa tersakiti, dia membuat pernyataan bahwa semua cowok itu sama. Brengsek," tandas Fahmi.

"Jangan sok tahu. Aku tahu letak perbedaan."

"Ya, cewek emang selalu benar," sergah Fahmi.

"Aku bukan penganut semboyan cewek selalu benar," timpal Ayas.

"Tapi itu kenyataannya," balas Fahmi.

"Kapan? Di mata kedua orang tuamu saja aku selalu salah. Berhentilah, Mi. Kita memang tak bisa lebih dari ini dan juga kamu nggak tahu isi hatiku," ujar Ayas. Laki-laki itu benar-benar tak berubah. Fahmi masih seperti Fahmi saat SMA.

Fahmi terdiam. Ia mengamati wajah perempuan di depannya berusaha mencari jawaban lain tetapi nahasnya hanya kekosongan yang didapat.

"Yas—"

"Baiklah, aku akan berpikir lagi. Tapi, Mi, pada akhirnya jawaban apa pun yang nanti terlontar aku harap kita sama-sama menerima. Aku nggak suka baca ulang novel sad ending yang sama. Mengawali dengan bahagia lalu berakhir luka.

"Berjuanglah, Mi. Walaupun pada akhirnya bukan aku yang didapat tentu kamu percaya bahwa Allah telah menyiapkan perjalanan sempurna untuk hamba-hambaNya." Ayas bangkit sembari memeluk mushafnya erat. Detik berikutnya, ia berbalik, berjalan menuju pintu masuk.

"Kalau akhirnya kamu yang didapat?" Fahmi berteriak.

Langkah Ayas terhenti. Dia menoleh. "Aku akan menikah denganmu. Bukankah kamu ingin kita hidup bersama?" Dia tersenyum, lantas melanjutkan langkahnya yang sempat terjeda.

Ia tak sadar bahwa barusan terjebak dengan Fahmi di antara lekatnya malam dan membiarkannya di tengah labirin samudera kebingungan. Pernyataan-pernyataan Fahmi, seperti tombak yang berusaha keras mendobrak dinding milik Ayas, dan perempuan itu takut bila suatu saat nanti, Fahmi berhasil menaklukannya. Sekeras-kerasnya batu akan berlubang saat ditetesi air secara terus menerus, barangkali akan berlaku juga pada hati.

Ayas cemas. Selanjutnya, ia tak tahu harus melakukan apa dalam keadaan yang seperti ini. Di satu sisi ia terlalu bodoh dengan terus menerus mengharap ketidakpastian balasan perasaan dari Nabil, sedang di sisi lain ia pun tak mudah menerima kembali apa yang telah menyakiti. Dua pilihan terkadang lebih rumit dari banyaknya opsi yang tersedia dalam satu titik masa.

Ahad update!

Terima kasih untuk teman-teman yang masih membaca hingga sejauh ini 😊 Gimana part kali ini? Wkwkw gemes ya sama Ayas haha

Bila ada kesalahan, sila sampaikan dengan baik. Bila ada kesamaan nama, tempat, itu murni karena ketidaksengajaan ^^

Jangan lupa tinggalkan jejak. Vote dan komentarnya sangat ditunggu teman-teman 😊

Salam | hallo_milkyway

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro