Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 15 || Seperti Rabiah Al-Adawiyah

Munada adalah isim yang disebut sesudah 'ya' atau salah satu akhwatnya untuk meminta kehadiran orang yang dimaksud. Namun, ironisnya kamu tak pernah meletakkan namaku setelah huruf 'ya' itu.


Selesai melakukan tugas kuliah, Ayas langsung meminta izin segera pulang. Sebelumnya ia melaksanakan salat asar di masjid kampus, lalu menunggu Silky yang masih ada kelas.

Langit sore hari ini terlihat lebih damai. Di pelataran masjid, gadis itu membuka mushafnya untuk menghafal beberapa ayat untuk setoran nanti malam.

Sekitar sepuluh menit kemudian, seorang perempuan berjilbab hitam serta bergamis jingga baru saja berdiri di teras masjid, depan Ayas duduk.

"Yas," panggil seseorang.

Ayas mendongak. Kedua netra hijaunya menyipit saat memperhatikan raut wajah Silky.

"Sil, muka kamu pucet banget," komentar Ayas. Perempuan itu memasukkan mushaf ke ransel, lalu memakai sepatu dan menyentuh bahu Silky kemudian.

"Aku baik-baik aja." Silky tersenyum.

"Kamu sakit, kan, Sil?" Ayas terlihat cemas.

"Silky, ayo!" Suara seseorang memanggil.

Silky dan Ayas menoleh bersamaan dan seketika, tatap mata Ayas berserobok dengan lelaki berkemaja maroon panjang dan pada bagian lengannya terlipat hingga siku.

"Fahmi," lirih Ayas.

"Ayas ngapain di sini?" tanya Fahmi.

"Aku disuruh nemenin Silky," jawab Ayas.

"Oh gitu."

"Aris ke mana, Mi?" tanya Silky saat menyadari Fahmi sendirian.

"Pulang."

"Berarti jadwalnya cuma bertiga nih?" Silky memastikan.

Fahmi mengangguk.

Laki-laki 20 tahun itu berjalan duluan, kemudian disusul Ayas dan Silky yang berjalan di belakangnya. Di sepanjang jalan, Silky memegang kepalanya terus menerus dan hal tersebut berhasil menambah kecemasan Ayas.

Setelah sampai di halte yang kian tampak ramai, mereka berdiri di sana menunggu Trans Jogja. Sekilas Ayas melirik ke arah Silky dan ia tersentak saat melihat setetes darah keluar dari hidung mancung perempuan itu. "Sil, kamu mimisan." Ayas panik.

Perempuan itu segera mengambil tisu dari ranselnya, lalu diambil alih oleh Silky cepat. "Jangan keras-keras," lirih Silky.

Fahmi tampak risau, "Sil, mending ke panti nanti aja ya. Kamu sakit, kan? Jangan dipaksain."

Ayas mengangguk menyetujui ucapan Fahmi.

Silky menggeleng, "Jangan dibatalin. Harus sesuai jadwal, Mi. Lagian kemarin kita udah janji sama anak-anak mau bawa buku buat mereka, hari ini. Kalau ditunda mereka pasti kecewa." Gadis itu menghentikan ucapannya sebentar. Wajahnya terlihat semakin pucat.

"Aku pulang dan kalian ke panti berdua bisa, kan?"

Ayas terkejut. Begitupun Fahmi. "Nggak seharusnya, Sil. Lagian bukannya nggak baik berduaan dengan lawan jenis," tolak Ayas.

"Aku percaya sama kalian berdua. Tolong untuk kali ini aja." Suara Silky melemah.

"Lagian kamu nggak bisa pulang sendirian, kamu harus ke klinik," timpal Fahmi.

"Silky biar aku yang bawa pulang." Tiba-tiba Tiara berdiri di belakang Silky entah sejak kapan. Gadis itu memegang bahu Silky dengan tatap yang masih dingin seperti biasa.

"Silky udah janji sama panti bakalan ngasih hadiah mereka hari ini. Jadi, tolong antar sesuai jadwal."

"Tapi Ra—" Ayas menggantungkan ucapannya.

"Nggak ada hukuman untuk kalian hari ini. Aku harus rawat dia."

Tiara menggandeng Silky menuju taksi yang barusan mereka hentikan, setelah mereka benar-benar pergi, kali ini Ayas benar-benar terjebak bersama Fahmi. Ayas merasa canggung. Perasaannya benar-benar mulai rancu.

"Sekarang kita ke mana, Mi?" tanya Ayas.

"Toko buku. Kemarin, Silky udah janji bakal ngasih buku dan beberapa pakaian untuk mereka. Tapi untuk pakaiannya udah ada," jelas Fahmi.

"Naik taksi aja, Yas. Biar cepet." Fahmi langsung meninggalkan halte. Ayas mengernyit, lalu menuruti kemauan laki-laki itu.

Usai turun ke bawah dan menghentikan taksi, akhirnya mereka langsung masuk ke dalam dan duduk bersebelahan menuju toko buku di KM bawah. Dalam diam, Ayas mulai mencemaskan perasaannya yang tak lagi beraturan. Bak berdiri di antara banyaknya pilihan dan ia dituntut untuk mengambil keputusan yang tak sejalan.

🍬🍬

Setelah beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan sebuah Mall. Ayas dan Fahmi langsung turun sebelum akhirnya mereka langsung berjalan ke dalam menuju toko buku.

"Cari buku apa, Mi?" tanya Ayas saat mereka sampai di depan rak-rak buku yang berderet.

"Komik-komik, kisah nabi, baca tulis. Apa aja buat anak kecil," sahut Fahmi.

"Kita berpencar aja ya. Aku cari sebelah sana." Ayas menunjuk buku anak-anak.

Fahmi mengangguk, sebelum akhirnya mereka berjalan menelusuri rak-rak buku.

Setelah beberapa menit mendapatkan buku-buku, Fahmi dan Ayas bertemu di meja kasir. Fahmi membayar buku-buku tersebut, lalu mereka keluar untuk segera mengambil pakaian di butik depan.

"Ah Yas, sebentar. Kamu tunggu di sini aja biar aku yang ambil," ujar Fahmi sembari meletakkan kresek berisi buku di sebelah Ayas.

Tanpa menunggu jawaban, laki-laki itu langsung menjauh, tampak menyebrangi jalan raya untuk mengambil pakaian milik anak-anak. Sedang Ayas menunggu buku-buku itu sembari menatap lalu lalang manusia yang mulai memadati jalan Malioboro.

Sebenarnya Ayas ingin ikut serta, tetapi barangkali akan merepotkan Fahmi. Sekarang Fahmi berjalan ke sana sendirian dan Ayas hanya menunggu sembari memastikan barang bawaannya aman dan baik-baik saja.

Gadis itu menyipitkan matanya saat seorang lelaki keluar dari butik tersebut. Ayas tersenyum, Fahmi berjalan ke arahnya, lalu mereka menghentikan taksi untuk segera ke panti.

Dalam kendara yang berjalan, Ayas selalu memalingkan wajahnya ke arah jendela. Baginya menatap jalanan di luar sana lebih menarik minat daripada harus bermesraan dengan pikirannya yang selalu melayang ke mana-mana. Dalam situasi seperti ini ia tak mengerti harus berbuat apa.

Andai Fahmi tak pernah berjuang lagi untuknya mungkin mereka dapat kembali berteman seperti biasa. Namun, Ayas tak nyaman berdekatan dengan seseorang yang ia tahu bahwa dia menyimpan rasa untuknya. Berbicara tentang cinta pada manusia rasanya setiap dari kita pasti mengalami luka. Jatuh cinta memang patah hati yang direncanakan. Sebaik-baik tempat berlabuh memang hanya pada pencipta semesta.

Berbicara cinta yang baka, Ayas mengingat syair Rabiah Al-Adawiyah yang pernah Nabil potret di salah satu sosial media beberapa minggu silam.

Aku mengabdi pada Tuhan, bukan karena takut neraka.
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi karena cintaku pada-Nya.

Ya Allah, jika aku menyebah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya.
Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap sebuah surga, campakanlah aku darinya.

Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi kepadaku.

Ayas

Rabiah siapa, Kak?
11.00

Kak Nabiel

Sufi wanita
12.39

Ayas

Judul buku yang Kakak baca apa? Aku mau baca juga.
12.40

Kak Nabil

Sila
15.00

Ayas

Astagfirullah judulnya apa, Kak? Maaf ya, aku mau nanya nih, Keypad kakak nggak lengkap apa gimana?
15.31

Kak Nabil

Sent a photo.
18.00

Setelah mendapat buku yang dimaksud, Ayas baru tahu tentang perjalanan spiritual Rabiah. Tertulis di sana bahwa Rabiah adalah seorang sufi wanita. Ia lahir di Bashrah pada tahun 714 M, tetapi pendapat lain mengatakan antara tahun 713 M atau 717 M. Setelah Rabiah dewasa, ia enggan berumah tangga. Ia tak pernah menikah karena tak ingin perjalanannya menuju Tuhan mendapat rintangan. Dalam salah satu doanya, ia berbincang dengan kekasihnya. "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari segala perkara yang menyibukanku untuk menyembah selain-Mu dan dari segala penghalang yang merenggangkan hubunganku dengan-Mu."

Di antara mereka yang mencoba datang untuk membujuknya menikah adalah Abdul Wahid bin Zaid. Seorang yang menjaga kesucian hidupnya, ahli agama dan seorang khatib. Namun, Rabiah menolak lamarannya dan berkata, "Hai orang yang sangat bernafsu, carilah wanita lain yang juga sangat bernafsu sebagaimana dirimu. Apakah kau melihat ada tanda berahi dalam diriku?"

Ayas

Beliau enggan menikah, lalu kita selalu buru-buru ingin mendapat jodoh ya, Kak.
18.14

Kak Nabil

Kita? Kamu aja, saya nggak.
20.59

Maqam-nya Sufi itu udah tinggi. Kamu yang manusia normal wajar-wajar aja mau menyempurnakan separuh agamamu.
21.00

Ayas

Berarti Kakak mau kayak Rabiah? Nggak mau menikah?
21.30

Kak Nabil

Mau kalau sama kmu
21.32

Kak Nabil

Maaf, Yas, tadi yang bales mas Lukman.
21.45 

Ayas tersenyum miris saat mengingat isi pesan beberapa minggu lalu. Padahal saat itu wajahnya sudah memerah tapi dia memang sudah memiliki firasat bahwa balasan itu diketik oleh teman Nabil. Rasanya sangat tidak mungkin bahwa Nabil yang mengatakan itu pada Ayas. Terlihat dari jeda waktu terkirim saja sudah jelas. Nabil bukan tipe orang yang membalas pesan Ayas dengan cepat.

Kembali tentang surga dan isinya, perjumpaan dengan ilahi rabbi adalah hal yang paling diinginkan. Dalam doa yang dipanjatkan dalam menginginkan pertemuan adalah perjumpaan dengan Dzat maha cinta, Rasul dan Rumi. Karena Rasulullah bersabda, "Engkau akan bersama dengan orang yang kau cintai." Namun, hari ini banyak dari manusia yang berebut surga dengan memberi neraka pada orang lain.

"Surga itu luas, lakukan segala kebaikan, tanamkan cinta pada Allah dan ciptaan-Nya. Agar kerinduanmu pada surga terbalas. Surga tidak didapat dengan kebencian dan makar." Begitu kata Adam saat ngaji kitab beberapa hari lalu.

Saat Ayas belum paham gambaran surga, dia membayangkan bahwa surga semacam perpustakaan besar berisi tumpukan buku-buku yang ditulis oleh malaikat, dan barangkali wajar saat seseorang mengingkan tempat syahdu itu.

Berbicara cinta, Ayas manusia biasa. Ia memiliki nafsu. Ia memiliki cinta pada seseorang yang mustahil didapat. Ia memiliki rasa pada seseorang yang tak mencintainya dan ia menjatuhkan hatinya pada seseorang yang dijadikan perantara Tuhan menuju agama Rahmatan lilalamin.

Sesaat kedua bibir ranumnya beradu, berdecak pelan. Bagaimana mungkin disaat bersama Fahmi tetapi hatinya selalu terpaut pada Nabil.

Ya Allah aku tahu bahwa skenario-Mu lebih baik dari rencanaku. Di balik kecewa akan tumbuh asa, di balik ujian terbit harapan. Wahai yang maha lembut, lembutkanlah hatiku.

Aduh maaf ya manteman kalau part-nya panjang lagi huhu ...

Bila ada kesalahan, sila sampaikan dengan baik. Jangan lupa untuk tetap tinggalkan jejak ❤

Salam | hallo_milkyway 💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro