Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 13 || Tasawuf, Jalan Cinta.

Allah bertanggung jawab mendengarkan rintihan-rintihan rindu selepas perpisahan yang Ia takdirkan.


Ayas duduk di halte yang tak biasanya sepi, menunggu Trans Jogja yang akan mengantarnya menuju asrama. Dibukanya note book milik Fahmi yang berada di pangkuan. Gadis itu tak tahu entah sejak kapan Fahmi mulai menuangkan catatan-catatan di balik tumpukkan lembaran.

Jeri jemarinya membuka lembar dengan asal. Netranya menemukan sebuah bait tulisan yang tak terlalu rapi, khas Fahmi.

Kamu tahu apa yang lebih panjang dari surat Al-baqarah? Ya, surat kehidupanku yang menceritakan banyak kerinduan tetapi tak kunjung dipertemukan.

Aku mulai paham mengapa mentari selalu kembali meski telah diusir dengan banyak cara. Aku rasa dia memang tak mau berhenti menyinari rona wajahmu saat terkena senja, Yas.

Bumi itu apa sih bentuknya? Apalagi kalau bukan bulat, karena yang datar adalah alur cerita kita.

Satu hal yang selalu aku pelajari, aku ingin mencintaimu seperti Qais yang mencintai Laila hingga menjadikannya Majnun. Namun, bagaimana mungkin saat salah satu hati tak lagi berpihak, Yas. Seperti mencari jalan di tengah labirin. Perjalanan kita tak jelas.

Ayas menutup buku kecil itu bersamaan dengan tibanya Trans Jogja di depan halte. Buru-buru ia beranjak ke dalam dan seperti biasa, tak dapat kursi dan harus pasrah berdiri berdesak-desakkan dengan penumpang lain.

Sembari menikmati jalanan siang Jogja, gadis itu masih berpikir tentang rasanya yang mulai rancu. Fahmi. Kenapa ia harus mencintai Ayas sedalam itu. Saat ini dia sadar bahwa ia masih tergolong mualaf. Lalu, bagaimana mungkin pikirannya selalu bercabang pada banyak sesuatu yang kerapkali tak dapat dikendalikan.

🍬🍬

Setelah menunaikan salat Ashar berjamaah di masjid, Ayas langsung melipat bawahan mukenanya di balik sajadah.

"Yas sekarang ngaji Jurmiyah, ya?" Silky memastikan. Pasalnya mereka berdua berbeda kelas. Ayas masih di Ula, sedang Silky sudah di Ulya.

Ayas mengangguk. "Tapi nggak tahu Ustazah Kiki masuk nggak. Katanya beliau lagi keluar. Mungkin diganti Mbak Layla," jawab Ayas.

"Kalau nggak masuk ikut ngaji di sini aja, Yas. Fihi Ma Fihi sama Gus Adam."

Setelah sedikit berpikir, akhirnya Ayas mengiyakan tawaran Silky. Sebelumnya dia tak pernah mengaji kitab yang ditulis oleh Jalaluddin Rumi itu. Selain hanya melihat terjemahannya saja, kadangkala Fihi Ma Fihi masih mengandung banyak pertanyaan. Dan lagi-lagi eksistensi guru memang sangat dibutuhkan.

Kitab Fihi ma Fihi merupakan salah satu karya Rumi yang disampaikan dalam bentuk prosa yang mana sebagian besar isinya merupakan jawaban dan tanggapan atas berbagai pertanyaan dari sahabat atau murid Maulana Rumi. Terdapat beberapa Fasal yang memuat tentang Tafsiran Al-quran dan hadist, ilmu-ilmu 'Irfan, akhlaq, Sosial-Keagamaan dan masih ada beberapa hal lain yang penting.

Jalaluddin Muhammad ibn Muhammad ibn Husain Bahauddin Ar-Rumi atau lebih akrabnya Jalaluddin Rumi, bukanlah sekadar penyair, lebih dari itu Rumi merupakan ahli Tasawuf (Sufi) yang lahir di Balkh (Afghanistan) pada 6 Rabiul Awwal tahun 604 H atau bertepatan dengan 30 September 1207 M.

Kendati di Persia terlahir banyak ahli Tasawuf, ulama dan Sufi, tetapi hanya Rumi sajalah yang karya-karyanya mendunia serta dikaji dan diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti, Arab, Inggris, Jerman, Urdu dan masih banyak lagi.

Puisi-puisi dan prosa miliknya seakan memiliki ruh yang dapat menghipnotis pecandu menemui hakikat cinta yang sebenarnya. Melalui karyanya, ia menyampaikan pesan cinta, perdamaian dan kemanusiaan. Rumi, memilih jalan cinta dalam mendekati Tuhannya.

Selain itu Rumi dikenal guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah Thariqat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Thariqat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun 1648.

Rumi menghabiskan sebagian besar hidupnya di Turki, hingga pada Ahad, 5 Jumadil Tsani 627 H atau 1273 M, ketika azan siang telah berkumandangan lalu sore harinya dua matahari terbenam secara bersamaan dan satu di antaranya adalah sang sufi cinta, Jalaluddin Rumi. 

Dalam satu penggalan syairnya, ia berkata, "Ketika jenazahku diusung, jangan kau tangisi kepergianku. Aku bukannya pergi. Aku baru tiba menemui cinta yang abadi."

Sekitar lima menit kemudian, seorang pria bersarung cokelat serta berkoko moka seraya membawa kitab masuk ke musalla dan duduk di atas kursi kayu kemudian. Para santri tampak mengumandangkan kalamun qadim dan setelahnya Adam langsung merapal doa-doa sebelum dimulainya kajian di majelis. Setelah itu Adam tampak membuka kitab lalu mulai membacakan maknanya.

"Kholaqta wis ndamel sopo panjenengan ni ing ingsun minnarin saking geni wa khalaqta lan wis ndamel sopo panjenengan hu ing Adam min tiin saking tanah."

"Kata Iblis, wujudku terbuat dari api dan wujud manusia terbuat dari tanah. Bagaimana bisa seorang yang lebih tinggi derajatnya bersujud kepada yang lebih rendah?" Adam mulai menjelaskan dengan lantang. Suaranya tegas kendati pandangannya hanya menuju pada santri putra. Ghadul Bashar benar-benar diterapkan setiap hari.

"Ketika Allah mengutuknya karena dosa, perlawanan, dan bantahan ini, Allah kemudian mengusirnya. Iblis berkata: "Ya Tuhan, Engkau telah menciptakan segalanya, ini adalah
kehendak-Mu, dan sekarang Engkau mengutuk dan mengusikku.

"Ketika Nabi Adam melakukan dosa, Allah juga mengusirnya dari Surga. Allah berfirman kepada Adam: "Wahai Adam, ketika Aku menghukum dan mengusirmu karena dosa yang sudah kamu perbuat, kenapa kamu tidak mendebat-Ku padahal kamu memiliki argumen? Kamu tidak berkata, "Segala sesuatu berasal dari-Mu dan diciptakan oleh-Mu. Apa pun yang Engkau inginkan di dunia ini akan terwujud dan apa pun yang tidak Engkau inginkan tidak akan pernah muncul." Kau memiliki argumen dan bukti sahih semacam ini, kenapa kamu tidak mengatakannya pada-Ku?"

"Jawab Adam: “Tuhanku, aku tahu itu, tetapi aku tidak ingin menanggalkan tata kramaku di hadapan-Mu dan cinta tidak akan membuatku merasa tersakiti." Adam menghentikan penjelasannya sebentar.

"Kalau kita sudah berhasil menanamkan cinta, maka sesungguhnya kita tak akan pernah lagi memiliki waktu untuk membenci, berbuat makar dan menolak perbedaan. Islam itu, apalagi kalau bukan cinta? Andai Muhammad berdakwah dengan kekerasan, kata-kata yang kasar, makar dan kebencian, maka tak ada jaminan bahwa umatnya akan sebanyak ini."

"Gus." Salah seorang santri putra yang duduk di dekat pintu mengangkat tangan kanan.

Adam menoleh, "Iya, Fahmi."

"Gus, bukannya kata Rumi cinta adalah segalanya. Lantas saat kita mati nanti hanya dengan membawa cinta, apakah itu cukup?"

"Lebih dari cukup. Kata Maulana Rumi, 'Keutamaan Abu Bakar yang melebihi manusia lainnya bukan disebabkan karena banyaknya salat dan puasa yang ia kerjakan, namun karena ia diistimewakan oleh pertolongan Tuhan, yaitu cinta Allah.

"Di hari pembalasan, ketika manusia datang dengan membawa seluruh ibadah salat, puasa dan sedekahnya, semua akan diletakkan di atas Mizan. Namun, saat ia datang dengan membawa cinta, Mizan tak dapat menampungnya, karena cinta adalah akar." Adam kembali tersenyum.

"Lalu Gus, kita manusia biasa. Kalau cinta sama salah satu ciptaan Allah dan berjuang untuk dia apakah itu salah?" lanjut Fahmi.

"Rasa-rasanya mulai keluar dari ranah sufi," celetuk seorang santri.

"Hadeuh mulai mengusik kaum jomblo pertanyaannya." Seseorang menyahuti.

"Mundur alon-alon, Mi. Itu cinta atau rebut kursi DPR, sih, penuh pengorbanan banget," timpal salah satu santri putra yang diketahui teman Fahmi. Barangkali dia tahu apa yang sedang Fahmi perjuangkan.

"Opo? Aku cuma tanya," sergah Fahmi.

Adam tersenyum, "Nggak apa, Mi. Cinta itu fitrah manusia. Kamu berhak jatuh cinta pada siapa pun, asalkan saat mengingatnya, kamu mengingat Allah."

"Denger, Mi. Ganteng-ganteng kok pekok," sambung teman lain.

"Sudah ... sudah." Adam meredakan keadaan yang sempat ramai. "Santri putri yang ada mau bertanya?" Dia menoleh sekilas, lalu pandangannya kembali pada santri putra.

"Gus, salah satu syair Rumi, 'Aku tak dimiliki oleh agama mana pun. Agamaku adalah cinta. Setiap hati adalah rumah ibadahku' Apakah ada pengertian lebih jelasnya selain hanya sekadar penuturan?"

Adam mengangguk. "Seorang Doktor, Muhammad Nur Jabir menjelaskan, sebagaimana kita pahami bersama, di dalam Islam, ada tiga level kesadaran. Kesadaran paling luar adalah kesadaran lahiriyah. Kesadaran paling luar ini karena terkait dengan urusan tubuh dan fisik, biasanya disebut dengan kesadaran dalam ranah syariat. Itu sebabnya syariat—dalam hal ini fiqih—lebih banyak berbicara tentang laku dalam keseharian kita.

"Kesadaran kedua adalah kesadaran makna. Dalam kesadaran ini manusia akan menggali makna-makna di dalam agama melalui nalar. Kesadaran ini akan melahirkan konsep teologis di dalam agama. Misalnya menganalisa hubungan manusia dengan Tuhan, apakah determinis atau kehendak bebas.

"Kesadaran paling batin adalah kesadaran sufistik. Pondasi kesadaran sufistik ini adalah hati. Hati adalah wadah dalam meraih kesadaran sufistik. Kemudian di sisi lain, hati adalah wadah cinta, dan dalam pandangan Maulana Rumi, cinta adalah Ilahi. Hati, cinta, dan Tuhan adalah tiga hal yang tak terpisahkan dalam pandangan Maulana Rumi.

"Melalui bait di atas, Maulana Rumi ingin mengajak kita masuk ke dalam kesadaran paling batin di dalam agama, yaitu kesadaran sufistik yang hanya bisa diraih dengan cinta yaitu cinta pada Ilahi di dalam hati. Sufi menyebut hati hanya jika terisi oleh cinta Ilahi.

"Sebab itu kata Rumi, setiap hati adalah kuilku, karena hati hanya disebut hati jika terisi oleh cinta Ilahi. Dan karena itu pula, agamaku adalah cinta sebab cinta adalah Tuhan. Jadi, maksud 'I belong to no religion' adalah ketika seseorang telah berada di dalam aspek paling batin di dalam agama yaitu fana dalam cinta Ilahi, ia akan menyaksikan bahwa segala yang ada di luar berasal dari Tuhan." Kalimat yang Adam tuturkan sangat tegas dan jelas.

Ayas mengangguk-angguk paham, ternyata ia baru mengerti bahwa syair Rumi yang hanya tertulis dua baris itu bisa sangat panjang saat dijelaskan.

Sebenarnya Ayas belum benar-benar paham siapa Rumi dan mengapa banyak sekali manusia yang menyukai jalan kehidupannya. Hingga suatu hari, empat tahun lalu dia mencoba membaca salah satu buku milik Rumi dan ia jatuh cinta pada setiap pusinya. Kendati saat itu Ayas masih rancu dengan kehadiran Tuhan tetapi ia tak mengungkiri tentang sebuah 'Ada'.

Aduh panjang banget 😌

Untuk teman-teman pembaca yang masih bingung siapa Rumi, semoga jawaban singkat di atas bisa memberikan sedikit gambaran ya 😊

Bila ada kesalahan, sila sampaikan dengan baik.

Terima kasih untuk yang masih setia membaca sampai sekarang. Jangan lupa vote dan komentarnya manteman

Salam | hallo_milkyway

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro