Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

꩜ 𖤘 ::┊Chapter 31 : ❛Mildness.❜

Perasaannya bukan didasari perasaan simpati.
▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

“... Apa-apaan ini?”

“Yaa~! Pak tuaa!!”

“Hai ... Ayah.” [Name] tersenyum sembari menutup mata. Merasakan aura berat dari ayahnya dan juga berbunga-bunga yang berasal dari Gojo. Si gadis ada di antara mereka berdua.

“Aku hanya mengundang [Name]-chan, ya. Kau tidak diundang.” Ryuzaki menunjuk Gojo.

“Kau kasar banget, sih.” Si surai putih memonyongkan bibir.

“Mmm ... nenek ada di mana, Ayah?” tanya [Name].

“Dia sudah tidur. Kalian datang terlambat!” Ryuzaki melirik Gojo dengan tajam.

[Name] mengulum bibir. Lantas berkata, “Ah, itu ... tadi aku habis bertemu kutukan di hutan Meiji-jingu, lalu Satoru datang menjemputku dan—”

“Ha? [Name]-chan ... sejak kapan kau memanggil anak ini dengan namanya?” Ryuzaki menaikkan satu alisnya ke atas. Membuat [Name] menelan ludah. Dia baru ingat. Belum ada yang tahu soal hubungannya dengan Gojo–setahunya. Karena ia yakin belum mengatakan apa pun pada orang lain tentang hubungan mereka.

“Hee? Aku belum mengatakannya, ya?”

[Name] menoleh ke arah Gojo yang saat ini mengapit dagunya. Ia menelan ludah. Si gadis belum siap mengatakannya pada sang Ayah. Apa yang akan dipikirkan orang tua itu jika tahu mereka menjalin hubungan kasih?

“Kami pacaran,” jawab Gojo santai. Sembari tersenyum lebar.

Mampus. [Name] mengembuskan napas. Lantas, melirik diam-diam ke arah Ayahnya yang tampak bungkam. Mungkin sedang mencerna perkataan Gojo.

“APA‽”

“Gak perlu kaget gitu, dong.”

[Name] menunduk saat tahu Ayahnya menatap penuh tanya ke arahnya, sementara Gojo masih terlihat santai di sebelahnya.

“Tunggu, biarkan aku mencerna ini terlebih dahulu.”

[Name] mendongak. Menatap wajah ayahnya yang tampak tertekan. Pria tua itu–panggilan Gojo– memijit pelipisnya.

“Jadi ...? Sejak kapan kalian pacaran?” tanyanya.

“Kemarin,” jawab Gojo.

“Begitu. Kemarin, ya? Jadi ....” Ryuzaki tersenyum, membuat [Name] merinding. “Sudah sampai mana kau menyentuh putriku?” tanya pria itu.

“Ayah, itu—”

“Aku tidak menyentuhnya. Aaah ... belum, sih.”

“He‽” [Name] menoleh. Melihat Gojo yang juga menatapnya seraya tersenyum lebar.

“[Name]-chan ....”

“Iya, ayah?” Si gadis menatap sang Ayah. Menemukan ekspresi pria tua yang tampak menggelap.

“[Name]-chan ... masih seorang gadis ‘kan?”

“ ... Iya.”

“Aku ‘kan sudah bilang belum menyentuhnya. Gimana, sih, pak tua?” Gojo mengernyitkan alis.

“Diam kau, bocah. Aku tidak bertanya padamu. Ah, sudah! Kalian masuk dulu. [Name]-chan, ada yang ingin Ayah katakan padamu.”

“Aah, maaf banget, tapi ... aku harus pergi.”

“BAGUS!!”

“Eh? Gak bisa mampir sebentar?” tanya [Name].

Gojo tersenyum. Satu tangan terangkat mengusap puncak kepala [Name]. “Hmm, aku akan mampir lain kali,” ucapnya.

“Gak ada lain kali, ya, maaf.”

“Okeh. Hati-hati, yaa~” Si gadis melambaikan tangan. Dibalas oleh Gojo yang kini melangkah menjauh.

“Dadah~~” ucap Gojo.

“Nah, sekarang orang itu sudah pergi. [Name]-chan, ikut ayah.”

Si gadis menghela napas. Lantas menganggukkan kepala, kemudian mengikuti langkah sang ayah masuk ke dalam rumah.

“Ayah tidak menyangka [Name]-chan menjalin hubungan dengan pria itu.”

“Yaah ... aku juga tidak menyangka.”

“ ... Tapi [Name]-chan ... perasaanmu padanya ... bukan karena simpati ‘kan?”

“Eh?” Ia mendongak. Menatap sang ayah yang tetap melangkah tanpa menolehkan kepala.

“Kamu awalnya hanya bersimpati padanya, karena keadaan kalian yang sama. Lalu sekarang kalian pacaran, apa perasaan kamu benar-benar tulus tanpa rasa kasihan padanya? [Name]-chan, tidak ada kisah cinta yang berjalan mulus jika didasari rasa simpati.”

[Name] menarik napas. Bungkam sejenak. Lantas ia membuka mulut, berkata, “Ayah ... dari awal aku tidak pernah bilang aku bersimpati padanya.“

“Eh??”

“Walaupun ... aku juga sempat berpikir perasaanku padanya hanya sekadar simpati, tapi aku mengenyahkan pikiran itu saat merasa ... senang dengan keberadaannya.” [Name] menunduk. Mengingat semua yang ia lewati bersama sang surai putih. Perasaan nyaman dan bahagia kala mereka berdua. Melakukan hal-hal bersama, ditemani tawa dan kejahilan Gojo. “Aku yakin itu bukan simpati.” [Name] mendongak menatap ayahnya yang kini telah berhenti melangkah.

“Wah ....”

“Eh?” Si gadis mengejab.

“Setelah sekian lama ... ayah baru melihatmu punya keinginan besar seperti itu, [Name]-chan. Ternyata ... ada gunanya juga bocah Gojo itu muncul.”

“Ah ... benarkah?”

“Hum! Ayah–setelah ibumu meninggal–tidak pernah melihatmu punya permintaan yang besar ataupun berusaha mendapatkan apa pun. Kamu ... berubah sejak saat itu.”

“Aku memang menutup diri dengan orang lain setelah ibu meninggal.” Ia menunduk kembali. Tersenyum kecil dengan pandangan mata yang sendu. Tak lama, ia merasakan elusan pada puncak kepala. Lembut dan menenangkan, membuat [Name] mendongak ke atas dan mendapati sang ayah tersenyum tulus padanya.

“Ayah bersyukur, tapiii ... kenapa bocah Gojo? Dari semua orang ....”

[Name] terkekeh. “Tidak ada yang bisa menebak masa depan ‘kan?” ucapnya. Bersama binar mata yang bercahaya.

“[Name]-chan benarr!”

“Oh, iya. Ayah sudah ketemu kak Yuu? Eeh, dia ada di Tokyo dan beberapa kali menemuiku, tapi kayaknya dia belum bertemu dengan Ayah, deh.”

Ryuzaki mengibaskan tangannya. “Ayah sudah bosan melihat wajah Yuu di kamp pelatihan.”

“Yaa ... jangan kayak gitu, dong.”

“Tidak apa-apa. Yuu juga tidak dengar, kok!”

“Maaf banget, ya, aku dengar.”

“HA‽”

[Name] menoleh. Mendapati kakaknya berdiri di samping. Ryuzaki Yuu. Pria dengan surai blonde. “Oh, kak Yuu? Sejak kapan berdiri di sini?” tanya [Name].

Yuu menoleh. Mengejab sebentar menatap [Name]. Lalu mengangkat tangan dan mengelusi puncak kepala sang adik. “Aku baru-baru saja berhasil masuk lewat pintu dan melihat kalian berbincang di sini. Awalnya, aku berniat membobol pintu rumah ini.”

“Kau mau merusak rumah Ayah??” tanya Ryuzaki.

“Ayah ‘kan kaya. Bisa perbaiki lagi,” jawab Yuu.

“Haha! Kayaknya aku gak punya hubungan yang bagus dengan anak laki-laki.” Ryuzaki menyentuh kening. Mungkin merasa pusing.

“Sudah, ya. Kak Yuu pasti capek, istirahat aja," kata [Name].

“Untung [Name]-chan ada,” sahut Ryuzaki.

“Dia jadi jembatan,” balas Yuu.

“Kau dan si bocah Gojo gak ada bedanya di mata Ayah, tau.”

“Bocah Gojo? Oh, pacar [Name], ya?”

“JANGAN BILANG KAYAK GITU‽”

“Terus maumu apa?”

[Name] mengembuskan napas. “Kalau kalian teriak-teriak kayak gitu nanti nenek bangun, loh,” ujarnya.

“Ha? Nenek ada di sini?” Yuu menoleh. Menatap [Name] yang menganggukkan kepala.

“Dia baru saja sampai, kok,” jawab sang gadis.

“Souka. Aku harus pergi besok pagi-pagi sekali sebelum kena semprotan ucapan penuh bijaknya.”

“Kau hanya tidak ingin menemuinya ‘kan?”

“Ayah tau apa?”

“Anak ini ....”

[Name] menanggapi dengan senyum. Kemudian, ponselnya bergetar. Ia merogoh saku. Menyalakan layar dan mendapati pesan masuk yang berasal dari Gojo.

“Oh? Satoru memintaku untuk menemuinya sekarang.” [Name] menyentuh sebelah pipinya.

“HA? [Name]-chan baru saja sampai. Masa' mau pergi lagi?” protes Ryuzaki.

“Yah, gak papa ‘kan? Cowoknya memanggil,” balas Yuu.

“Ayah tidak bertanya padamu, ya.”

“Maaf, tapi apa aku boleh pergi, ayah?” tanya [Name] hati-hati. Ia merasa tak enak hati pada ayahnya, tapi juga tidak bisa mengabaikan permintaan Gojo. Mungkin saja ada sesuatu yang darurat dan dia sangat dibutuhkan? Ia tidak tahu sebab sang surai putih juga tidak mengatakan apa pun.

Ryuzaki mengernyitkan kening. Lantas, mengembuskan napas panjang. “Pergilah, hati-hati di jalan,” ucapnya.

“Serius?”

“Pergi saja, [Name]. Urus pacarmu dulu. Pak tua ini belakangan.”

“Mulutmu itu mau Ayah lakban, hm?”

“Um, aku akan datang besok. Bye-bye, ayah, kak Yuu!” Si gadis melambaikan tangan.

“Bye-bye.”

“Hati-hati di jalan.”

Kedua pria itu membalas lambaian sang gadis. Menatap kepergian [Name] hingga ia menghilang dari balik pintu.

“Kupikir ayah tidak akan mengizinkannya,” kata Yuu. Melirik ke arah Ryuzaki.

“Awalnya, sih ... tapi setelah kupikir-pikir ... sudah terlalu lama [Name]-chan tidak keluar rumah kayak tadi. Jadi, aku mengizinkannya dengan mudah. Walau si bocah Gojo itu bikin jengkel, sih.”

“Souka. Kupikir ayah tidak sadar diri.”

“Mulutmu itu harus kau rem, Yuu.”

“Masa?”

“HIH?!”

.

.

.

.


::┊NOTE ::

COLD, WARM, AND SWEET MENEMANI BULAN DESEMBER INII


Hehehe, gak banyak kok chapternyaa~~

Love Regards.
Ann White.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro