❍ 𖤘 ::┊Chapter 29 : ❛Kissed.❜
┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈
Ciuman pertama untuk sang gadis.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
“Ah ... sudah lama aku tidak ke sini.”
[Name] mendongak dengan mata agak menyipit. Menatap bangunan sekolah Jujutsu yang cukup tampak dari tangga bawah–tempat ia berdiri. Dia melangkah menaiki anak tangga sampai ke atas. Lantas, menolehkan kepala kanan kiri mencari keberadaan Gojo. Orang yang memanggilnya untuk ke tempat ini. Cukup sunyi. Tak ada orang. Mungkin karena sudah malam hari dan mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing.
“Yaa~ [Name]!!”
Suara bernada kekanakan membuat [Name] memalingkan wajah ke depan. Mendapati Gojo berlari ke arahnya seraya melambaikan tangan. Senyuman ceria si pria pasang. Dia berhenti tepat di hadapan [Name] yang melenggak ke atas untuk menatap Gojo.
“Jadi, kenapa memanggilku ke sini? ... Saat malam hari?” tanya si gadis. Menaikkan sebelah alis saat melihat Gojo mengusap tengkuk dengan senyuman manis dan rona merah pada wajahnya.
“Yahaa~ aku hanya ingin kau menemaniku, sih. Aku sendirian, tauu,” jawab Gojo.
“Oh, boleh, kok. Jadi? Mau ke mana?”
Si pria tampak melebarkan senyuman. Kemudian dengan tiba-tiba, ia menggendong [Name] ala bridal. Membuat sang gadis spontan melingkarkan kedua tangan pada leher Gojo hingga jarak wajah mereka nyaris bersentuhan. [Name] menahan napas saat menghirup aroma maskulin dari tubuh Gojo. Lantas, ia memalingkan wajah.
Dalam sekejap mata. Begitu cepat. [Name] sadar jika mereka sudah berada di tempat lain. Sebuah ruangan dengan perabotan minim. Hanya ada satu sofa panjang, satu kursi tunggal, dan meja. [Name] turun dari gendongan Gojo seraya tetap menatap sekitar. Lalu, memusatkan atensi pada si pria.
“Ini di mana?” tanyanya pada sang surai putih.
“Ruanganku~”
Benar-benar ... 'sendiri', ya? [Name] menganggukkan kepala. Kemudian, menatap ruangan ini kembali. Seperti katanya, tempat ini terasa sangat 'sendiri'. Hanya ada satu orang kesepian yang tinggal di dalam sini, mungkin seperti itu gambaran dalam otak [Name]. Namun, tebakannya benar. Orang yang menempati tempat ini adalah ... orang paling kesepian yang [Name] kenal. Mata langsung menatap Gojo yang melihatnya dengan menaikkan satu alis ke atas. Si gadis tersenyum. Melangkah mendekat.
“Ne, Gojo-san. Bisa menunduk sebentar?” Ia mendongak.
“Huh?” Gojo membungkukkan tubuhnya.
[Name] mengangkat tangan kanan. Mengelus surai putih milik sang pria dengan penuh kasih sayang. Senyuman lembut ia ukirkan. “Pasti berat, ya? Tak apa! Kamu sudah melewati masa-masa itu. Aku tidak akan membiarkanmu sendirian, kok!” ucapnya riang. Tangannya tiba-tiba ditahan. Gojo menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. Kemudian, ia menegakkan tubuhnya hingga [Name] kembali dibuat menengadah.
“Kau serius mengatakan itu, huh?” tanya Gojo. Tampak dingin. Tak menyunggingkan senyuman manisnya.
[Name] mengejab. Lantas, ia tertawa kecil. “Aku serius. Setelah kesedihan harus ada kebahagiaan ‘kan? Um ... apa kamu tidak keberatan jika aku yang melakukannya?” ucapnya. Ia tahu. Dia bukanlah orang yang pertama kali menunjukkan cahaya kehidupan untuk pria di hadapannya ini. Namun, saat ini Gojo kembali masuk dalam gelapnya dunia, setelah kepergian sang kawan. Membuat [Name] ingin memperlihatkan kembali terangnya dunia ini pada Gojo.
Si pria tampak diam. Kemudian, ia menarik tangan [Name] yang masih dia genggam dengan erat. Membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapannya yang tak hangat. Kedua lengan kekarnya melingkari leher sang gadis, atau sekarang ia sebut gadisnya. Menenggelamkan wajah pada pundak mungil [Name] sembari menutup mata.
“... Kau sudah melakukannya, loh~” katanya dengan jenaka. Ia tentunya tak bohong. Semua yang ia rasakan dan lewati bersama gadisnya ini, menunjukkan cahaya baru baginya. Tanpa sadar maupun ia sadari sendiri.
“Benarkah? Aku belum melakukan sesuatu yang 'hebat', loh?” tanya [Name].
“Kau tidak percaya padaku, ya?”
“Percaya, dong. Cuma ... yah, kamu tahu. Aku belum merasa melakukan sesuatu yang banyak untukmu.”
Pelukan mengerat. Gojo semakin merasakan kehangatan gadis ini. “Aku sudah bilang kau sudah melakukannya. Jarang, loh, aku menghargai sesuatu yang sederhana seperti ini~”
Pelukan ia lepas. Tangan kanannya menyentuh leher [Name]. Menangkupnya sampai tengkuk. Mengelusnya hingga membuat gadis itu merinding. Pemandangan yang cukup menyenggol humor Gojo. Ia tertawa. Hanya dengan melihat wajah kaget [Name] membuatnya merasa senang seperti ini.
“Ah, benar juga.” Ia menghentikan tawa. Lantas, menatap [Name] dengan cukup serius dari balik kain hitam.
“Kenapa?”
“Kau panggil aku apa?”
“Eh ... Gojo-san.”
Kening [Name] ia sentil. Tak keras, tapi cukup membuat gadis itu meringis. “Memangnya kenapa dengan panggilan itu?” tanya si gadis sembari mengelus keningnya.
“Kau itu punyaku, tau. Kenapa masih memanggilku dengan formal kayak gitu, huh?”
“... Kamu mau aku panggil pakai nama kamu?”
“Benaaarr~~!!”
[Name] memiringkan kepala. “Satoru?” Ia menyentuh dagu.
“Iyaaa~‽”
[Name] tertawa melihat ekspresi Gojo. Menggemaskan. Membuatnya mencubit kedua pipi pria itu. “Kawaii~” ucapnya. Kedua rona merah pun menghiasi wajahnya. Mata juga tertutup sebab senyumannya yang lebar.
“Heee ....”
Kemudian, [Name] merasakan bibirnya disentuh sesuatu. Dilumat dengan lembut. Ia membuka mata. Iris langsung melebar karena kaget. Mendapati Gojo sedekat ini ... dengan bibir yang saling menyatu. Pria itu menghisap bibir bawahnya yang tebal. Pelukannya pun kian mengerat. Tak membiarkan [Name] lepas dari cengkraman ini di saat Gojo terlihat menikmati ciumannya.
Tak lama, Gojo menjauhkan wajah seraya menggigit bibir bawah [Name]. Melepasnya saat ia kembali menjaga jarak aman, sebelum lepas kendali. Dia menahan tawa saat melihat warna muka [Name] yang merah layaknya apel. Kemudian, menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan.
“Kau kenapa?” tanya si surai putih. Sengaja.
“Kamu tahu alasannya kenapa malah bertanya‽”
Gelak tawa terdengar. Itu berasal dari Gojo, sehingga [Name] perlahan mengintip dari sela-sela jarinya. Melihat ekspresi puas si surai putih.
“... Tunggu. Itu ciuman yang keberapa buatmu?” tanya Gojo. Tiba-tiba berubah serius. Keningnya bahkan mengernyit keras.
“Itu yang pertama, kok.”
“... Serius?”
[Name] menganggukkan kepala. Membuat Gojo mengapit dagunya. “Kau memang sangat terawat, ya ...? Dasar pak tua menyeramkan,” gumam Gojo. Dengan nada julid.
“Ah, bukan karena Ayah. Aku memang yang tidak mau melakukannya dengan sembarangan orang. Maksudku, rasanya aneh kalau aku melakukannya dengan orang yang baru saja kukenal beberapa hari atau baru saja kutemui. Walaupun aku menyukainya. Jadi, makanya aku cukup pemilih untuk ini.” [Name] mengedikkan kedua bahu.
Di Jepang, mungkin itu sudah wajar. Hubungan untuk saling memuaskan satu sama lain. [Name] tidak menyukai itu. Membayangkannya saja dia sudah bisa merasakan bagaimana gelap dan sulitnya menjalin hubungan itu. Tanpa mencampur tangankan perasaan. Menurutnya, itu mengerikan.
“... Kau mengizinkanku melakukannya, tuh, [Name]?”
“Kamu ‘kan beda, Satoru.”
“Ah, aku memang satu-satunya di dunia. Jadiii! Karena aku adalah orang yang berbeda dari orang lain ... apa aku boleh menciummu lebih dari ini?”
“Tidak!! Tidak boleh. Hanya sampai di sini saja.”
“Cih.” Ia tampak cemberut.
[Name] menepuk-nepuk pundaknya. “Sabar, yaa~” katanya.
Gojo melirik. Ia menatap wajah [Name]. Lantas, berpindah ke arah leher putih yang terekspos. Ia membungkukkan tubuh. Mendekap [Name] kembali seraya mengendus aroma leher gadis itu. Lalu, menggigitnya sampai cukup keras.
“Ne, ini sakit, Satoru! Berhenti, yaa???”
Gojo melepas gigitannya. “Gak mau~” jawabnya. Kemudian, melanjutkan kegiatannya. Ia menghirup, mencium dan menggigit. Meninggalkan bekas sebagai tanda kepemilikan. Tak menghiraukan [Name] yang sudah memintanya untuk berhenti.
“Gojo-Sensei—”
Mereka berdua kaget. [Name] mendorong tubuh Gojo menjauh. Kemudian menaikkan kerah bajunya yang semakin melonggar. Berusaha menyembunyikan tanda merah–hasil karya dadakan. Lantas, ia menatap objek yang memanggil nama Gojo. Fushiguro Megumi. Kalau [Name] tidak salah ingat.
“Hai ... Fushiguro-kun ....” [Name] melambaikan tangannya. Agak canggung. Ia melirik ke samping. Melihat ke arah Gojo yang tampak santai. Lalu, menatap Megumi kembali. Anak itu kelihatan bingung. Namun, ia mencoba untuk tak peduli dan [Name] bernapas lega untuk itu.
“Kenapa ke sini, Megumi?” tanya Gojo.
“Ah, itu. Yaga-sensei memanggilmu ke ruangannya.”
“Kau bisa telepon ‘kan, Megumi? Kenapa harus sampai pergi ke sini?” Gojo memasukkan kedua tangan dalam sakunya.
“... Aku mana tahu kalau kau berduaan dengan Ryuzaki-san di sini, Sensei,” jawab Megumi.
“Aah ....” [Name] memalingkan wajah.
Gojo melirik. Melihat gadisnya yang cukup merasa tak nyaman. Lalu, ia melihat ke arah Megumi. “Sudah ‘kan? Ayo, pergi sana. Kau ada misi sekarang.” Gojo mengibaskan tangannya.
Megumi tampak memutar kedua bola matanya. Kemudian, tanpa mengatakan apa pun ia pergi. Meninggalkan [Name] dan Gojo.
“Dia sudah pergi! Ayo, lanjuut!!!” ujar si surai putih. Semangat.
“Tidak ... tidak boleh! Itu tadi sudah cukup, Satoru!” [Name] menggeleng. Menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
“Cih.”
.
.
.
✎﹏ Note ::
Okeeh, aku mau minta maaf karena kemarin sempat insecure. Maafkan aku😭🙏🏻
Dan buat kalian yang mau kirim pesan rahasia dari link yang kubagi di wall, makasih yaa♡♡♡♡ aku sudah balas pesan kalian.
EH YANG MAU MUTUALAN SINI😭😭😭
Love Regards.
Ann White.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro