Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Orang Tua Bianka

"Lo umur berapa?" tanya Jeno, Bianka menoleh, "24, lo nggak baca biodata gue ya?" Bianka menyipitkan matanya menatap Jeno.

"Gue ga ngitung, bukan nggak baca, gue tau lo lahir bulan Mei kok," Jeno memutar stirnya memasuki jalan Antasari.

"Berarti lo lebih tua dong, mau dipanggil kakak atau gimana?" tanya Jeno, Bianka menggeleng, "panggil nama aja," ucap gadis itu, membuat Jeno mengangguk, "okay."

Ternyata Jeno bukanlah orang yang banyak berbicara, sepanjang perjalanan ia hanya terdiam, kadang dengan dunianya sendiri bergumam nyanyian dari radio. Suaranya juga tidak jelek, malah terbilang bagus. Membuat Bianka semakin lama mengantuk.

"Tidur aja dulu, nanti gue bangunin kalo udah sampai, jalan Dharmawangsa kan?"

Bianka mengangguk.

"Gue nggak bakalan culik lo kok tenang," Jeno tertawa, ia memanjangkan tangannya kebelakang, mengambil salah satu bantal mobil dan menaruhnya di pangkuan Bianka, "gih, tidur.."

***

Jeno menarik rem tangan sedannya, ia lalu menoleh, melihat Bianka yang dengan tenang tertidur, napasnya teratur.

Bianka memiliki perawakan yang mungil, dengan pipi sedikit chubby dan mata mungil. Sepertinya ia bukan tipe cewek yang gampang didekati, namun akan cepat akrab dengan orang yang ia baru kenal.

"Bianka,"

Gadis itu tidak bergerak, Jeno tertawa kecil. Ia menyender pada kursi mobil dan memilih untuk memainkan ponselnya.

Jeno kembali memandang Bianka, ia menghela napas, pria itu mengambil selimut kecil yang ada di kursi belakang dan mulai menyelimuti Bianka saat ponsel gadis itu berdering.

"MOM"

Begitulah tulisannya. Bianka menggeliat, membuat Jeno mempercepat langkah menyelimuti gadis itu dan kembali menyender pada kursi kemudi.

"Halo? Bu?" Bianka berbicara dengan suara serak miliknya dan sedikit kebingungan saat melihat dirinya terselimuti dengan selimut.

"Ah! Aku udah sampai dirumah!" Bianka menegakkan badannya. "Aku udah sampai ini didepan rumah," Bianka menoleh, melihat Jeno yang juga sedang memperhatikannya membuat gadisnitu secara tidak sadar salah tingkah.

"Iya aku balik, tadi baru aja selesai urusan, kenapa emangnya?"

Bianka menghela napas. "Bilang ke nenek aku bukan anak kecil lagi bu..."

"Iya... okay..."

Bianka tertawa kecil lalu menutup panggilan tersebut. Ia menoleh dan tersadar bahwa Jeno masih setia memperhatikan dirinya.

"Lo... emang suka perhatiin orang ya?" tanya Bianka kebingungan. Jeno menggeleng, "nggak juga sih," pria itu kembali menyenderkan badannya.

"O...kay?" Bianka mengedikkan bahunya lalu ia melipat selimut milik Jeno, namun matanya melebar saat ia melihat seseorang keluar dari pagar rumahnya.

"JENO!" Bianka menepuk-nepuk paha Jeno membuat yang ditepuk mengerang sakit. "Astaga kenapa–"

"ITU BOKAP GUE!"

***

Jeno menggigit bibir saat ia berdiri didepan ayah Bianka.

"Ha..lo om.." Jeno membungkuk, sedangkan ayah Bianka masih sibuk memperhatikan perawakan Jeno.

Jaket kulit hitam, kaos putih, jeans hitam, rambut hitam legam.

Tampan.

Tapi ia masih belum mempercayai pria muda didepannya ini.

"Yah, haha, ini temen Bian.."

Ayah Bianka memandang anaknya itu, "sejak kapan kamu punya temen laki-laki," ujarnya membuat anak gadisnya itu terdiam menutup rapat mulut.

"Saya.. begini om.. " Jeno membasahi bibirnya berusaha untuk mencari kalimat yang pas.

"Saya calonnya Bianka,"

Bianka membulatkan matanya sembari menatap Jeno yang kini juga bingung kenapa kalimat itu yang keluar dari mulut dengan bibir tipis indahnya itu.

***

"Jeno kita kan awalnya pacaran aja, belum sampai bilang nikah?" Bianka menarik Jeno sedikit menjauh dari ayahnya yang kini sedang menyiram tanaman di depan rumahnya.

Ayahnya sepertinya sedang berusaha menormalkan diri karena cukup kaget dengan ucapan Jeno barusan, setelah Bianka menarik pria itu menuju mobil, ayah gadis itu memilih untuk melanjutkan tujuan awalnya : menyiram tanaman.

"Ya gimana? Udah keburu keluar dari mulut gue?" Jeno menunduk menatap Bianka.

"Sumpah," Bianka mengusap wajahnya. "Terus gimana?"

"Ya nggak gimana-gimana emang harus gimana?"

Bianka menghela napas. Jeno menyisir rambutnya lalu kembali menatap Bianka. Tinggi yang cukup jauh membuat Jeno harus menunduk untuk dapat melihat wajah Bianka.

"Pada akhirnya gue akan dikenalin ke keluarga lo juga kan?" Jeno bertanya memandang Bianka dalam diam, Bianka mendongak, iris matanya bertemu pandang dengan iris mata Jeno.

"Lo percaya atau nggak sama gue?" tanya Jeno setengah berbisik.

Bianka memandang Jeno, yang dibalas oleh Jeno dengan tatapan dalamnya..... menenangkan.

"Iya, gue percaya."

***

Jeno mengambil duduk disebelah Bianka.

"Maaf kalau saya hanya sebentar disini.." Jeno menunduk, sedangkan ibu, nenek, dan ayah dari Bianka memandang Jeno tanpa mengucapkan hal apapun.

"Umur kamu berapa?" tanya ibu Bianka. Ia sama kagetnya dengan ayah Bianka namun hatinya luluh saat Jeno dengan sopan memperkenalkan diri dan mengatakan maksudnya untuk mengantar Bianka pulang.

"22 tahun.."

Ibu Bianka langsung mengalihkan pandangannya kepada Bianka dan memandang anak gadisnya itu dengan tajam.

'22 tahun? Bianka kamu gila?!' ujar ibu Bianka dengan isyarat, Bianka mengedikkan bahunya. 'Cinta nggak mandang umur!' jawab Bianka tanpa suara.

Jeno berdeham.

"Kamu lulusan mana?" tanya nenek Bianka.

"Nenek–"

"Ya kan nggak mungkin kamu nikahin orang yang pendidikannya nggak jelas," nenek Bianka memandang Jeno dengan tatapan mencibir.

Bianka tercekat, malu sekali akan apa yang barusan neneknya katakan. Jeno yang sadar akan perubahan mood Bianka langsung mengambil alih pembicaraan.

"Saya masih kuliah, di salah satu universitas di Depok,"

Bianka memejamkan matanya. Lelah dengan neneknya yang melihat orang berdasarkan tempat ia menimba ilmu dan jabatan posisi saat ia bekerja.

"Saya anak interior design," Jeno berbicara dengan pelan namun mantap.

Bianka dengan cepat beranjak dari duduknya.

"Udah kan? Udah sore banget, Jeno ada urusan,  besok lagi ya nanyanya?" Bianka menarik-narik jaket Jeno membuat Jeno ikut berdiri.

"Ehhh ayah mau kemana? Jeno nggak perlu dianter yah, udah biasa dia mah sendiri, okay? Bi aja yang anter sampai pagar," Bianka menghentikan ayahnya yang hendak mengantarkan Jeno keluar rumah.

***

Bianka menghembuskan napasnya, gadis itu memijat pelipisnya. "Gue nggak bisa banget akting jelek begini," rutuknya. Jeno yang sekarang berdiri tepat di sebelah pintu mobilnya tertawa kecil.

"Polos," ujarnya dengan suara rendah.

"Hah?" Bianka mendongak, Jeno menurunkan wajahnya agar sejajar dengan Bianka.

"Kamu, polos," ujarnya sembari tersenyum kecil.

"Dah, gue balik," Jeno menyentil dahi Bianka lalu berbalik dan membuka pintu mobilnya.

"Bye," Jeno melambaikan tangannya lalu menghilang memasuki mobil.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro