Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cantik

Jeno membuka pintu mobilnya, bersamaan dengan ayahnya yang baru saja keluar dari rumah.

"Mau kemana kamu?" tanya tuan Lee, Jeno menghela napas. "Jemput Bianka,"

Tuan Lee memandang Jeno.

"Kenapa?" tanya Jeno sembari memeras kain pembersih mobilnya.

"Kenapa kamu tiba-tiba bisa deket sama perempuan kayak gitu?" tanya Tuan Lee.

"Perempuan kayak gitu maksud ayah apa?" Jeno mengelap kaca depan mobil miliknya.

"Ya maksud ayah kamu tiba-tiba deket sama perempuan," Tuan Lee masih setia berdiri dengan jarak satu meter dari Jeno.

"Gimana sih ayah sama ibu ini... Jeno sendiri, ditanyain terus, giliran Jeno dapet pasangan, dikira aneh?" Jeno membalik badan sembari memasukan kain miliknya kedalam tempat yang seharusnya.

"Ya nggak masalah, tapi ini mendadak banget," Tuan Lee masih bertahan dengan kecurigaannya.

"Emangnya untuk berkomitmen itu butuh waktu lama? Nggak kan? Jeno juga udah dewasa yah, tahun ini lulus, terus nerusin kerja di kantor, kapan lagi Jeno punya waktu buat nyari pasangan?"

Tuan Lee menghela napas, ia lalu berbalik dan berjalan kembali memasuki rumah.

Jeno memandang punggung ayahnya itu dalam diam.

***

"Lo nggak papa?" tanya Bianka, Jeno menggeleng.

"Ayah gue curiga," ujar Jeno sembari mengaduk jus alpukatnya. "Dia emang peka banget sih masalah beginian, ibu malah nggak peka dan marah-marah,"

Bianka ikut menyender disebelah Jeno, menyimak segala ucapan pria muda itu.

"Dulu gue yang bilang jangan sampai ketauan keluarga, tapi kayaknya gue juga yang ingkar janji," Jeno tertawa miris.

"Nggak kok Jen," Bianka menepuk lengan Jeno. "Ini baru awal, masa kita udah angkat tangan gitu aja?" ujar Bianka lembut.

"Orang tua gue kira gue bohongan, padahal gue serius," Jeno memijat pelipisnya. "Ya walaupun ini hubungan palsu tapi gue beneran serius ngejalaninnya, lo ngerti maksud gue kan?"

Bianka mengangguk, kalau dipikir-pikir memang masalah Jeno lebih ribet ketimbang dirinya yang cuman mengambil kesempatan ini untuk kabur dari pertanyaan keluarga besar dan beban orang tua.

"Maaf ya Bi, kayaknya bakalan rumit, kayak dicerita-cerita sinetron itu lho,"

Bianka seketika tertawa keras, hingga ia mengeluarkan airmata. Jeno yang tadinya cemberut akhirnya ikut tersenyum kecil melihat tawa Bianka.

"Yaampun, haduh," Bianka menyeka airmata yang keluar diujung kedua matanya. "Jen, gue akuin lo lucu," Bianka masih berusaha meredakan tawanya, ia lalu menghadap kearah Jeno.

"Kita pasti bisa," Bianka mengepalkan tangannya. Jeno tersenyum kecil, lalu ia mengusap kepala Bianka.

"Lo lebih tua tapi kenapa gemesin banget sih," ujar Jeno membuat Bianka terkekeh. "Gue awet muda lah,"

***

Bianka menoleh kekanan dan kekiri. Sudah 30 menit namun Jeno belum hadir.

Iya, Bianka meminta Jeno untuk dapat menjemputnya di rumah sakit tempat ia bekerja sebagai apoteker.

"Nyariin?"

Bianka memekik tertahan saat hembusan napas seseorang hadir tepat ditelinganya.

"Jeno!" Bianka memegangi dadanya, "gue kaget!"

Jeno tertawa, ia menegakkan badannya. Kali ini Jeno memakai hoodie merah dan kacamata biasa miliknya.

"Laper?" tanya Jeno, Bianka mengangguk dengan cepat. Jeno mengulurkan sebuah plastik didepan Bianka. "Makan yuk?"

Bianka memandang tteokbokki didepannya dengan wajah sumringah. "Ini lo yang bikin?" tanya Bianka, namun dibalas gelengan oleh Jeno. "Kakak yang bikin, salam dari kakak katanya,"

Bianka tersenyum lembut, "makasih!"

Jeno tersenyum balik, lalu mengeluarkan  sumpit besi dari dalam kotak khusus dan menaruh didepan Bianka. "Makan yang banyak," ujarnya lalu mulai mengambil sumpit miliknya.

Jeno dan Bianka saat ini tengah berada di kantin rumah sakit yang masuh buka. Mereka berdua memesan es teh dan Jeno membawa tteokbokki yang kakaknya buatkan khusus untuk Bianka.

"Oh, enak," Bianka bergumam, Jeno terkekeh. "Makan aja berantakan," Jeno mengulurkan tangannya, punggung jarinya menghapus saus yang ada diujung bibir Bianka.

"Enak soalnya," Bianka mengunyah kembali lalu fokus kepada makanannya.

"Loh Bian belum pu– oh... halo..." seseorang tiba-tiba datang masih memakai seragam lengkap. Bianka dengan cepat beranjak dan menelan makanan yang sedang ia kunyah.

"Prof, ah iya.." Bianka tertawa renyah. "Laper prof jadi makan dulu.." Bianka membungkuk kecil.

"Oalah... Dijemput juga toh.." Prof. Erna melirik Jeno yang kini sudah berdiri juga dan membungkuk kepadanya.

"Iya prof.. hehe," Bianka seketika bingung harus berkata apa.

"Mbak Bi! Oalah! Belum pulang mbak? Sama siapa mbak? Wah..." seseorang tiba-tiba muncul dari balik Prof. Erna, yaitu ners Hasna.

"Ah iya mbak, makan dulu.. " Bianka menunjuk makanan yang sekarang teranggurkan.

"Wah, pacarnya mbak? Guantengnya," ners Hasna memandang Jeno sedangkan Jeno hanya tertawa kecil dan membungkuk, "halo, saya Jeno.."

"Wah bukan orang Indonesia?" ners Hasna masih setia bertanya. Bianka mengangguk kecil, "iya mbak, ada keturunan Korea nya..."

Jeno mengangguk mengiyakan.

"Ohhh... yowis, lanjut gih makannya, enaknya dijemput, aku kapan ya prof?" ners Hasna menoleh kearah Prof. Erna.

"Ya kapan-kapan, nemu dulu ya kamu," Prof. Erna menepuk-nepuk kepala ners Hasna. "Yowis Bian, mas Jeno, saya balik dulu yah.. " Prof. Erna panit, yang diikuti oleh ners Hasna mengintil dibelakang sembari melambaikan tangan dan sebelumnya sempat berbisik.

"Jangan pulang malem-malem yo sampeyan," ujarnya sembari mengedipkan mata yang dibalas tawa canggung oleh Jeno dan Bianka.

Jeno menoleh kearah Bianka, lalu ia tertawa karena menyadari mulut Bianka yang masih terdapat sisa saus.

"Kenapa?" tanya Bianka.

"Nggak, lucu aja kamu, tuh ada sisa saus dibibir,"

Tanpa sadar Bianka merasakan pipinya memanas.

***

"Yah, hujan..."

Jeno mengulurkan tangannya dan seketika tangannya basah terkena air hujan. "Deres, bi..." ujar pria itu.

"Gue ambil mobil dulu ya?" Jeno menaikkan hoodienya, Bianka menggeleng.

"Sekalian aja, gue bawa payung," Bianka membuka tasnya.

"Tapi kecil, gue kan gede," Jeno berucap, Bianka terkekeh kecil.

"Ya nggak papa, lo yang pegang deh, biar lebih tinggi, nih," Bianka menyerahkan payung miliknya yang disambut oleh Jeno, Jeno dengan cekatan membuka payung itu.

"Sini, tas lo," Jeno mengulurkan tangannya, Bianka awalnya ragu namun akhirnya memberikan tas miliknya.

"Ayo," Jeno tanpa sadar sudah merangkul pinggang Bianka dan membawanya melewati hujan yang cukup deras.

"Eh deras banget," Jeno tertawa sembari berusaha mengeratkan rangkulannya pada tubuh mungil Bianka, kali ini ia memegangi kepala Bianka agar gadis itu tidak terkena hujan yang cukup deras.

Kedua insan itu memasuki mobil dengan sukses.

"Yah... basah," Bianka melihat lengan bajunya yang setengah basa, lalu ia tertawa, yang dibalas oleh kekehan Jeno.

"Seru juga ya, hujan-hujanan?"

Bianka menoleh, ia tertawa, "iya, udah lama banget, terakhir pas SMP kali.."

Jeno masih memandangi Bianka.

"Cantik,"

Bianka mengerutkan dahinya.

"Lo cantik juga ya," ucap Jeno sembari memandang Bianka.



























Dan disitulah Bianka tahu bahwa kesepakatan dalam hubungan ini akan menjadi lebih rumit dari yang ia kira.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro