Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8 - In Extra Class

[Lena P.O.V]

Hari ini, setelah menjalani kegiatan belajar-mengajar di kelas, aku langsung bergegas untuk pulang, namun ternyata urusanku di sekolah belum selesai, karena aku mendadak didatangi oleh cowok yang menyebalkan itu lagi, lagi, dan lagi.

“Hai, Lena!” sapanya padaku.

Aku tidak membalas sapaan itu, tetapi aku hanya tersenyum sinis setelah memandangnya. Iya, dia seorang badboy yang tadi, Ferdi.

Akhirnya aku membalas sapaan itu dengan dinginnya, “Hai juga, ngapain kau disini?”

“Aku ingin menginformasikan sesuatu. Katanya kau bakal ikut ekskul OSN, bukan?” duga Ferdi padaku.

Astaga. Darimana dia tahu kalau aku ingin ikut ekskul yang bermanfaat itu? Apakah dia seorang stalker? Aku sungguh risih pada cowok itu, pasti dia ingin ikut ekskul itu juga.

“Le-Lena? Woi!”

Seruan dan tepukan bahu cowok itu berhasil menyadarkanku dari lamunan dan pikiranku ini.

“Apa sih?” sahutku.

“Jawab aku dong! Kau ikut ekskul OSN kan?” tanyanya agak memaksaku untuk menjawab pertanyaan itu.

“Iya, kenapa?” jawabku singkat.

“Hari ini seleksi atau pembinaan OSN, Len. Kau mau ikut?”

“Astaga! Kenapa tidak ada yang memberitahuku soal ini? Ya Allah...,” kejut gadis itu.

“Maaf, Len, aku juga baru dikasih tahu tadi. Untung aku sudah bilang ke orang tuaku kalau aku pulang agak telat hari ini.”

“Ya sudah. Aku mau beritahu orang tuaku dulu. Bye!”

Aku langsung capcus saja, pergi dari hadapannya. Kesal sekali. Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan kalau aku satu ekskul dengannya, tapi informasi mendadak itu langsung membangkitkan emosiku.

***

Ketika aku berada di ekskul OSN, aku masuk bidang Matematika. Mengapa? Karena aku tertarik dengan bidang yang satu ini. Bidang yang selalu terpaut dengan hitung-hitungan dan aku suka.

Dan ketika aku memasuki kelas Matematika, aku menyaksikan semua orang sudah berada di kelas dan siap untuk mendapatkan pelajaran yang tentu saja menambah wawasan mereka seputar matematika. Ah, malunya aku. Aku tidak tahu apa-apa, kalau hari ini ada pembinaan OSN.

Segera ku beranikan diri untuk mengetuk pintu kelas, dan aku akan masuk kelas setelah dipersilakan masuk oleh guru yang mengajar.

“Permisi, Bu,” ujarku sebelum memasuki kelas.

“Silakan.”

Aku pun masuk kelas dan menghampiri meja guru. Seketika itulah aku ingin melihat guru itu dengan saksama.

Kelihatannya aku pernah mengenal guru ini. Guru matematikaku pada saat aku memasuki kelas sementara, sebelum akhirnya aku masuk kelas X IPA 9. Oh Subhanallah! Itu Bu Las!

“Ma-ma-maaf, Bu Las. Saya terlambat, karena saya baru tahu informasi ini dari teman saya, jadi saya tidak tahu apa-apa soal ini,” kataku terbata-bata kepada Bu Las.

Untungnya, Bu Las hanya tersenyum. Beliau tidak marah padaku. Justru muka beliau semakin ramah suasananya. Lalu ia menjawab, “Tidak apa-apa, Nak. Silakan duduk. Terima kasih sudah hadir di kelas OSN Matematika.”

“Iya, Bu, sama-sama.”

Maka aku pun langsung duduk di tempat yang kosong. Dan ternyata, di sebelahku ada orang lain yang aku kenal sebelumnya.

“Le-Lena?”

“K-K-Kau? Lim?”

Ternyata orang itu bernama Lim. Cowok yang selalu menjadi sainganku sejak aku masuk SMP sampai sekarang. By the way, dialah sainganku yang paling berat. Dia sangat pintar. Susah bagiku untuk menyainginya.

“Kita ketemu lagi ya, Lena,” katanya kemudian.

“Iya,” jawabku singkat.

“Baiklah, anak-anak. Kita langsung ke materi tentang Geometri. Dimohon bagi kalian untuk menyimak dan menciptakan suasana yang kondusif. Apalagi kalian sudah diseleksi dan masuk inti, benar bukan?” –Bu Las.

Tetapi, kami ingin menyimak penjelasan dari Bu Las sambil saling ngobrol tentang beberapa hal.

“Oh iya, Len, bagaimana perasaanmu terhadap seleksi kemarin? Dan ternyata diumumkan hari ini?” tanyanya memulai pembicaraan setelah perkataan Bu Las tadi.

“Oh soal itu, perasaanku deg-degan sekali. Aku saja baru tahu kalau aku lolos seleksi, dan bisa masuk ke kelas Matematika yang bisa dibilang eksklusif ini.”

“Selamat untukmu ya, Lena. Kau benar-benar hebat.”

“Kau juga, Lim.”

Kami pun terdiam untuk sementara. Setelah beberapa saat, barulah kembali aku tanyakan sesuatu pada Lim, tentang sesuatu yang janggal di kelas Matematika.

“Oh iya, Lim, aku mau tanya. Katanya tiap bidang menerima sepuluh orang siswa, tetapi mengapa jumlahnya kurang ketika aku hitung?”

For your information, aku hobi menghitung-hitung jumlah orang di kelas, sehingga ketika aku mendengar kabar bahwa tiap bidang menerima sepuluh orang siswa, jumlahnya yang ada di kelas ini tidak sesuai dengan informasi yang aku dapat hari ini, ketika aku menghitungnya.

“Mungkin mereka tidak mengetahui kabar ini, jadi mereka tidak datang hari ini. Memangnya, berapa orang yang kau lihat di sini?”

“Delapan orang.”

“Apakah abang-abang dan kakak-kakak kelas hadir di kelas hari ini?”

“Iya. Semuanya. Aku ingat muka-muka mereka.”

Lama-lama, meskipun aku dan Lim adalah dua orang yang saling bersaing, tapi pertemanan kami tetap dibangun. Jadi, kami larut saja dalam obrolan tersebut.

“Ternyata kau mudah mengingat mereka, ya?” duganya.

“Aku hanya kebetulan bisa mengingat mereka, kok. Mereka yang dulunya datang di hari pertama OSN.”

(Btw, Author tidak menceritakan hari pertama mereka di OSN. Mengapa? Karena tidak ada hal yang bagaimana gitu. Jadi Author langsung ceritakan kisah mereka di kelas OSN, pada hari berikut-berikutnya.)

“Begitu... Oh iya, apakah kau sudah mengenali teman-teman kita di sini?”

“Aku belum mengenal semuanya, kecuali kau dan Risti, teman sekelasku,” jawabku.

“Risti? Perasaan aku pernah mendengar namanya.”

Belum selesai kami mengobrol, ternyata Bu Las sudah melihat kami berdua mengobrol, “Kalian berdua yang di ujung sana. Bisa tenang? Saya sedang menjelaskan materi. Diam.”

Akhirnya kami mengurungkan niat untuk mengobrol dan menyimak pelajaran Matematika.

***

[Ferdi P.O.V]

Aku terus memikirkan gadis itu, gadis yang tadi emosian saat aku menginformasikan sesuatu tentang OSN. Aku bertanya-tanya dalam hati, dia masuk kelas mana di OSN? Karena dia anak IPA, dia pasti memilih untuk masuk Matematika atau yang lainnya. Susah bagiku untuk bertemu dengannya.

Ah sudahlah.

Aku pun akhirnya sampai di depan kelas. Segera ku beranikan diri untuk mengetuk pintu kelas OSN yang lain. Karena aku anak IPS, aku hanya bisa memilih untuk masuk kelas Geografi, Kebumian, atau Ekonomi. Aku mulai menyukai ketiga pelajaran tersebut, tetapi aku hanya bisa memilih salah satu. Sebenarnya aku juga suka hitung-hitungan, maka dari itu aku memutuskan untuk memilih kelas Ekonomi.

Ketika aku mengetuk pintu, semua menoleh ke arahku. Ternyata sudah ada gurunya. Tapi, by the way, aku tidak kenal guru itu. Guru itu berjenis kelamin pria, padahal selama aku masuk kelas X IPS 2, kelasku belum pernah dimasuki guru pria.

Dari luar kelas, aku mendengar suara bapak itu, “Baiklah, jadi, nama saya Pak Kran, saya akan membimbing kalian dalam bidang Ekonomi dari awal hingga kalian mengikuti seleksi ini.”

Oh ternyata beliau itu Pak Kran, guru Ekonomi. Tapi beliau mengajar kelas 10 atau kelas 11? Jadi bingung saya.

“Pak, ada yang mau masuk tuh!”

Seketika itulah Pak Kran menoleh ke arahku dan mempersilakanku untuk masuk kelas.

“Selamat sore, Pak, maaf saya terlambat.”

“Tidak apa-apa. Silakan duduk.”

Akhirnya aku duduk di bangku yang tersisa. Aku masih bingung dengan situasi kelas ini, maka dari itu, aku melihat sekeliling. Tetapi satu hal yang membuatku terkejut, ada seorang gadis berkerudung yang duduk di meja sebelahku. Duduknya sendirian, sama sepertiku.

Ah, siapa sih itu cewek? Dia berkerudung juga, apakah dia teman sekelasnya Lena?

Tapi naasnya, dia menoleh kepadaku. Aku langsung mengurungkan niatku untuk mencari tahu tentang gadis itu.

“Mengapa kau melihatku?” tanya gadis itu.

“Astaga, aku tidak melihatmu kok. Aku hanya menoleh ke arahmu, dan itu kebetulan saja.”

“Sama saja.”

“Oh iya, ngomong-ngomong, kau siapa? Mari kita kenalan.”

Aku langsung menjulurkan tangan kananku untuk bersalaman dengan gadis itu. Tapi sayangnya, usahaku gagal karena dia tidak akan merespon ajakan salamku.

“Tidak perlu bersalaman. Bukan muhrim. Namaku Heni. Kau?”

Heni? Kayak pernah dengar nama itu. Tapi di kelas manakah ia? Kalau memang dia tidak ada di kelas IPS, jangan-jangan dia... satu kelas dengan Lena? Di kelas IPA? Dia anak IPA, ikut Ekonomi?

Segera ku tepis pikiran-pikiran itu, inilah giliranku untuk memperkenalkan diri. “Namaku Ferdi. Aku anak X IPS 2. Salam kenal ya.”

“Oh, anak IPS toh? Hehe, maaf ya, aku nyasar ya, masuk ke kelas Ekonomi?”

Tuh kan benar dugaanku, dari kata-katanya barusan, dia ternyata anak IPA. Tapi mengapa bisa? Apakah dia tidak lolos seleksi di bidang sebelumnya jadi ia masuk ke kelas Ekonomi, yang katanya kekurangan siswa?

“Memangnya sebelumnya kau dari kelas bidang mana, Heni?” tanyaku penasaran.

“Matematika. Dan aku tidak lolos seleksi. Aku ingin tetap ikut OSN, jadi aku mencari kelas yang kekurangan siswa, dan aku masuk sini deh, hehehe,” jawabnya. Terselip tawa kecilnya dibalik obrolan itu.

“Apakah di kelas Matematika sudah fix jumlah siswanya?”

“Iya, kata kawanku sih gitu, Fer.”

Kami terlalu larut dalam obrolan ini sehingga kami tidak mendengar apa-apa yang Pak Kran jelaskan hari ini.

Ini cewek ada hubungannya dengan Lena, tidak ya? Perasaan aku pernah melihatnya deh.

“Oh iya, Heni. Kau kelas mana?”

“Aku berada di kelas X IPA 9. Emangnya kenapa?”

Benar dugaanku. Berarti kau pasti mengenal Lena, bukan? Sungguh aku menyukai gadis itu. Haruskah aku bertanya pada Heni soal Lena?

“Ferdi?”

Lagi-lagi aku melamun. Untung saja Heni berhasil menyadarkanku.

“Maaf, aku melamun lagi, ya?”

“Kau kenapa sih, Fer? Perasaan dari tadi aku melihat kau melamun terus setiap kali aku bicara.”

“Tidak apa-apa.”

Aku sengaja menyembunyikan apa yang aku pikirkan, soal Lena tentunya. Dan aku tidak mau memberatkan Heni lagi jika aku bertanya soal Lena.

...

Tidak lama kemudian, hampir pukul lima sore, pelajaran Ekonomi hari ini telah selesai. Kami bisa pulang ke rumah masing-masing. Ternyata melelahkan juga ketika pembinaan OSN harus berlangsung saat sore hari pas pulang sekolah.

Ketika aku sudah menuju keluar kelas, aku tidak berbicara lagi dengan Heni. Segera aku cari keberadaan gadis itu di kelas Matematika. Tetapi naasnya, dia tidak ada di kelas. Mungkin saja dia sudah terburu-buru untuk pulang ke rumah.

Namun ketika aku ingin pergi ke parkiran untuk mengambil motorku, aku menemui Ikrar di depan pintu masuk gerbang samping.

“Hei, bro!” sapa Ikrar padaku.

Aku pun membalas dengan sapaan yang sama.

“Bagaimana kabarmu dan gadis yang kau suka itu?” tanya Ikrar.

Mukaku langsung tersungut. Mengapa tiba-tiba ia menanyakan kabar Lena?

“Dia baik-baik saja kok.”

“Syukurlah. Oh iya, aku mau ajak kau ke suatu tempat. Kau bisa membawa Lena ke sana.”

“Jangan aneh-aneh. Kau mau mengajakku ke mana?”

Ikrar langsung mengambil sesuatu dan menyerahkannya padaku. “Nih, baca!” serunya setelah memberikan benda itu.

Ternyata itu undangan. Bentuknya love. Sebenarnya aku suka sih.

“Undangan apa ini?” tanyaku sebelum akhirnya aku baca isinya.

“Baca saja. Dia meminta kita untuk datang membawa pasangan masing-masing.”

“Baiklah. Aku baca dulu.”

Setelah aku membaca isi undangan tersebut, ternyata itu adalah pesta ulang tahun. Pesta anniversary-nya Rinda dengan Farras, pacarnya, dengan tema couple party.

“Astaga, kenapa kau harus mengundang kami ke acara anniv-mu?” gumamnya dalam hati. Ia masih geram atas sikapnya Rinda selama ini, apalagi sikap buruknya terhadap keberadaan Lena di sekolah ini.

“Mau datang ke acaranya, tidak? Tetapi kau harus membawa Lena ke sana.”

“Baik, nanti aku ajak dia. Sekarang kau pulang ya, aku mau pulang ke rumah. Ini sudah sore,” ujarku yang sudah mulai emosian.

“Baiklah. Sampai nanti, bro. Aku tunggu jawabanmu, lho.”

Tanpa membalas perkataan dari Ikrar, aku pun segera mengeluarkan motorku dan pulang ke rumah. Aku akan memikirkan, apakah aku harus datang ke acaranya Rinda atau tidak, dan apakah aku harus membawa Lena ke sana atau tidak.

To be Continued.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro