Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3 - Who Are You?

[Lena P.O.V]

Di kantin...

Tiba-tiba aku hampir terkena serangan jantung. Aku bertemu seorang cowok. Bertabrakan. Aku dan dia pun jatuh. Di tengah-tengah beberapa siswa yang berdesak-desakan untuk membeli makanan dan minuman mereka.

Aku waktu itu sudah membeli susu kesukaanku di stand pojok kantin. Aku mau keluar di tengah-tengah para siswa tersebut. Karena aku bertabrakan dengan cowok itu, akhirnya susu aku tumpah mengenai baju seragamku.

"Ah... Sorry ya.... Kamu tidak apa-apa?" tanya cowok itu.

"Apa kau sedang tidak waras? Kau tidak melihatku ya? Mata kau tidak rabun kan?! Aduh kau ini. Pantasan saja. Badanku kecil," omelku.

"Jangan begitu dong, aku kan tidak sengaja. Aku tidak menganggap postur tubuhmu itu kecil kok," balas cowok itu.

"Dasar cowok tiang listrik. Masih ngeles lagi kau. Udah ah. Aku mau keluar dari kantin saja!" seruku.

Aku pun langsung membalikkan badan dan pergi meninggalkan kantin sekolah, tidak memedulikan teman-temanku yang pergi denganku tadi.

"Jangan marah, aku tidak menganggapmu begitu kok."

Aku pun langsung menghentikan langkahku dan berbalik kembali ke hadapannya. Aku masih kesal.

"Dasar kau. Kau tidak lihat apa yang terjadi padaku?!" seruku kesal.

"Tidak."

"Lihat saja sendiri!" Aku pun kemudian menunjukkan bajuku yang kotor, untung tidak terkena sampai ke kerudungku.

Dia pun melihat bajuku yang kotor akibat susu yang tumpah itu. Lalu dia menundukkan kepalanya tanda malu. Dia berkata, "Maafkan aku ya.... Aku akan mengganti apa yang kau beli tadi."

"Ka-ka-kau yakin?" tanyaku terbata-bata. Aku baru menemukan cowok yang langsung bertanggungjawab jika ia salah.

"Iya aku yakin. Bentar aku belikan dulu," ujar cowok itu.

Ternyata ia tidak main-main. Gumamku.

Cowok itu pun pergi membelikan minuman yang aku beli tadi. Sebelum dia kembali dengan gantinya, keempat temanku itu tadi sudah menghampiriku di depan kantin.

"Hei, Lena! Kau ngapin bengong sendirian di depan kantin?" tanya Heni.

"Ah... aku sedang menunggu kalian kok," jawabku.

"Kenapa? Kau nda beli makanan atau minuman gitu?" tanya Mutiara.

"Atau jangan-jangan, Lena lagi berpuasa?" duga Mutia.

"Aduh jangan aneh-aneh gitu pikirannya..." ujarku lirih.

"Kalian mau makan dimana? Di kelas atau di kantin?" tanya Fidza.

"Di kantin saja yuk! Kan belum bel nih...." balas Heni.

"Lena, ayo kita duduk, makan-makan kita...." ujar Mutia, satu diantara gadis kembar bermata empat itu.

"Oke... tapi aku menunggu seseorang dulu ya. Kalian duluan saja," tolakku.

"Ya Allah. Kau menunggu siapa, Len?" tanya Heni saking penasarannya, "Kita kan sudah datang, kau sudah menunggu di sini layaknya orang kebingungan ndak tentu rudu."

Mereka pun tertawa. Sungguh menyebalkan.

"Gitu kau, Heni," kataku kemudian. Aku tambah kesal, sebentar lagi aku bakal badmood.

Barulah mereka berempat pergi ke meja yang sudah kosong karena ditinggal pelanggannya. Sedangkan aku masih menunggu si cowok itu tadi.

"Mana cowok itu, kok lama sekali?" tanyaku pada diriku sendiri.

Beberapa saat kemudian, dia pun kembali, membawakan minuman yang telah aku pesan sebelumnya.

"Ini minumanmu," ujarnya sambil menyerahkan minuman itu padaku.

"Terima kasih banyak ya," ucapku lirih. Aku kemudian menerima minuman itu dari tangannya.

"Iya sama-sama. Aku minta maaf ya atas apa yang aku lakukan tadi," ujar cowok itu lirih. Ia tidak tau harus gimana lagi. Ia sudah semakin canggung di hadapanku. Lalu tiba-tiba saja ia membalikkan badan dan pergi dari hadapanku, tapi aku mencegahnya dengan berkata dua patah kalimat padanya.

"Jangan minta maaf padaku lagi. Yang penting kau sudah bertanggungjawab," ucapku mencairkan suasana. Dia pun langsung berhenti melangkah.

"Makasih ya," katanya singkat. Ia kemudian melangkah lagi untuk meninggalkan aku.

Aku tidak mengerti apa yang terjadi padanya. Aku pun melamun tidak henti.

--------------------

[Ferdi P.O.V]

Dalam perjalananku kembali ke kelasku di lantai 3...

Aku menemui gadis itu.

Aku tidak mengerti. Perasaanku rada tidak karuan. Siapakah gadis itu? Dia kelihatan manis, tapi ia galak. Tapi ia baik. Ah sudahlah, labil. Aku belum sempat lagi tuh menanyakan namanya. Dasar.

Aku tiba-tiba menendang pintu kelas X IPS 2. Sontak itu tentu saja mengundang respon negatif dari beberapa temanku.

"Kau kenapa sih menendang pintu kelas seperti itu?!" seru kawanku, Cici.

"Ah... maaf Ci, aku begitu saja menendang pintu itu," ujarku.

Fatah yang melihat tingkahku pun langsung menghampiriku.

"Ada apa, teman? Ceritalah," kata Fatah.

"Aku akan cerita. Mari kita duduk di bangku kita," ajakku. Maka aku dan Fatah pun kembali duduk di bangku paling belakang, baru aku menceritakan semuanya pada Fatah.

Beberapa saat kemudian, ....

"Jadi apa yang mau kau ceritakan?" tanya Fatah.

"Jadi... jadi... jadi..." kataku terbata-bata.

"Apa? Penasaran aku nih," balas Fatah.

"Aku... bertemu dengan seorang gadis di kantin."

"Gadis?! Dasar. Kau masih ingin bicara denganku yang ANTI terhadap GADIS apapun?!" teriaknya. Untung saja teman-teman sekelasku tidak ada yang mendengar dan menoleh ke arah kami karena aku langsung refleks menutup mulutnya.

Fatah pun menggeliat, minta dilepaskan tanganku dari mulutnya.

"Baiklah aku lepaskan." Aku langsung melepas tangan itu dari mulutnya.

"Jahat sekali kau. Baru kenalan sehari saja sudah begitu kelakuanmu."

"Aku hanya ingin bercerita kepadamu. Aku tidak mau yang lain tau soal ini," ujarku.

"Terserah kau. Tapi izinkan aku untuk menceritakan sesuatu, kenapa aku anti sama yang namanya perempuan."

"Kenapa, Fat?" tanyaku penasaran.

"Jadi, aku dari dulu sampai tamat SMP itu selalu masuk pesantren."

"Hah, pesantren?"

"Iya. Dan itu tuh pesantrennya isi semua santrinya cowok. Jadi aku dari dulu tidak punya teman cewek," ceritanya.

"Apa kau tidak punya teman cewekmu pas TK gitu? Setidaknya kau punyalah satu atau dua gitu, yang ingatannya masih membekas pada otakmu," ujarku terbelit-belit.

"Tidak."

"Kenapa?"

"Pada saat aku masih duduk di bangku TK, aku masuk di sekolah yang muridnya cowok semua. Jadi aku tidak kenal satupun yang cewek. Guru dan kepala sekolahnya pun pria."

"Jadi, kau...."

"Aku tidak pernah mengenal yang namanya cewek. ANTI."

"Kok anti cewek? Hidup di dunia ini ada berpasang-pasangan. Siang dan malam, kaya dan miskin, begitu juga laki-laki dan perempuan."

"Karena aku tidak pernah mengenal cewek manapun."

"Yaelah...."

Sekarang bagaimana cara aku untuk bercerita padanya soal gadis itu? Aku ingin minta saran darinya....

--------------------

[Lena P.O.V]

GILA NIH COWOK! AKU TIDAK PAHAM LAGI LAH SOAL DIA ITU.

"Apa sih, Len. Kenapa kau teriak-teriak tidak jelas begitu?" tanya Heni padaku. Heni baru saja menyantap makanannya dengan lahap. Ia pasti belum sarapan, aku pikir.

"Maafkan aku, aku tadi refleks saja mau bilang begitu. Habisnya, dia nyebelin banget," jawabku.

"Wah wah Lena kenapa ni? Ceritalah ceritalah hihihi," kata Fidza.

"Aku bertabrakan dengan seorang cowok tadi," kataku memulai cerita.

"Nah, terus-terus?" tanya Heni penasaran akan kelanjutan ceritanya.

"Susu yang aku beli itu tumpah mengenai bajuku. Aku kesal padanya. Dia memang menyebalkan."

"Nah, itu susunya tidak tumpah kok," kata Mutia sambil menunjuk ke minumanku itu.

"Susunya tadi sebenarnya tumpah semua, ada yang kena ke baju aku, untung nda sempat kena kerudung aku."

"Alhamdulillah lah.... Lalu lalu?" kata Mutiara kemudian.

Tak disadari, mereka semua telah menghabiskan makanan mereka masing-masing.

Nampaknya mereka belum sarapan ya tadi hmm. Gumamku dalam hati.

Ah sudahlah. Aku harus melanjutkan ceritaku pada mereka.

"Lalu dia ...."

Kriiing!!! Kriiing!!! Kriiing!!!

Belum selesai aku melanjutkan ceritaku, tiba-tiba bel masuk kembali berbunyi. Istirahat pertama selesai.

"Dah yuk teman, kita kembali ke kelas!" seru Heni.

"Ke lantai 3!" lanjut Fidza.

"Ke kelas X IPA 9!!!" lanjutku dengan penuh semangat.

Maka aku, Heni, Fidza, Mutia, dan Mutiara pun kembali ke kelas kami, X IPA 9, menyisakan kisahku yang belum sempat aku ceritakan sampai habis kepada mereka.

Aku tidak habis mikir dalam memikirkannya.

Hei, kau, cowok. Siapa sih sebenarnya dirimu itu? Kau memang orang yang baik, penuh tanggungjawab dan nyadar diri kalau ada salah. Tapi mengapa kau itu menyebalkan dan kau membuatku penasaran akan siapa dirimu?

To be Continued.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro