Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11 - Party YES, Ec NO

[Lena P.O.V]

Ketika aku sampai di rumahku, aku langsung menaruh tasku dan beristirahat sebelum akhirnya waktu Maghrib dimulai. Sungguh, aku lelah dengan semua ini. Semua yang aku alami pada hari ini, baik ketika aku bertemu dengan Ferdi, ataupun yang lainnya. Aku benar-benar lelah. Kuputuskan untuk tidur sejenak.

Hingga pada waktu Maghrib, aku bangun dari tidurku dan segera kutunaikan sholat. Setelah selesai, aku membuka handphone-ku. Ternyata aku mendapat notifikasi SMS dari... Ferdi lagi. Segera kubuka aplikasi SMS dan membaca pesannya. Isinya begini.

From

0857-1483-xxxx

Assalamu’alaikum Lena, apa kabarmu kali ini?

Aduh, to the point saja bah. Apa kau tidak bisa melakukan itu, Fer? Segera aku balas pesan itu secara singkat.

To

0857-1483-xxxx

Wa’alaikumussalam. Ada apa lagi sih, Fer?

Balasan pesanku benar-benar kejam. Habisnya aku kesal pada orang itu, tapi aku suka. Dan tiba-tiba aku mendapat balasan lagi.

From

0857-1483-xxxx

Jangan kesal, Lena. Aku hanya menanyakan kabarmu, sebelum aku menginformasikan sesuatu untuk besok.

“Ini anak mau modus atau mau memberi informasi, sih? Aku heran ah,” gerutuku.

To

0857-1483-xxxx

Maaf ya, Ferdi. Tidak ada waktu untuk modus bagimu. Lebih baik kau ketik apa yang mau kau sampaikan, sekarang juga.

Belum sempat aku keluarkan aplikasi SMS itu sejenak, eh tiba-tiba muncul lagi notifikasi pesan.

From

0857-1483-xxxx

Aku tidak modus kok, muehehehe. Okelah, jadi sesuai janjiku, aku ingin memberitahukan padamu sesuatu. Yaitu....

Astaga, aku baru saja senang karena dia bisa menginformasikan sesuatu, tapi ternyata akhirnya ‘gantung’. Yang benar saja.

To

0857-1483-xxxx

Cepatlah, kau ingin memberitahuku apa? Aku tidak mau buang-buang waktu dengan orang badboy sepertimu. Unfaedah.

Begitu aku mengetik dan mengirim pesan seperti itu pada Ferdi, seketika itulah notifikasi SMS di handphone-ku belum muncul, sampai beberapa menit, dan itu sudah mendekati waktu Isya. Setelah itu, aku mendapat notifikasi SMS lagi, pasti itu dari Ferdi.

From

0857-1483-xxxx

Jadi, besok aku sarankan kau pakai baju gaun untuk pesta anniv-nya Rinda besok. Ingat ya, Len, gaun, bukan gamis! Beda, bukan? Setelah itu, jika kau masih mau memakai jilbab atau kerudung, saranku, sebaiknya kau pakai kerudung yang tentu saja warnanya harus cocok dengan baju gaunmu. Besok, pestanya dimulai jam empat sore, jadi besok habis Ashar, kita bisa pergi ke tempat yang dimintanya, bersama-sama. Tetapi tentu saja kita tidak hanya pergi berdua, karena ada Ikrar dan Ziah yang nantinya mereka juga akan pergi bersama kita. Oh iya, aksesoris diperlukan untuk pestanya besok. Tetapi, jika kau memakai kerudung, aksesorismu bisa dalam bentuk bros, gelang, ataupun jam tangan. Saranku, kau pakai bros yang bentuknya bunga-bunga atau hati, biar kelihatan manis, serta sesuaikan juga dengan warna kerudungnya. Selanjutnya, untuk gelang dan jam tangan, saranku, kau bisa pakai warna cerah untuk kedua benda tersebut, tetapi disesuaikan lagi. Oh iya, katanya juga, nanti bakal ada lomba kecantikan, jadi berdandanlah secantik mungkin, tetapi jangan sampai melanggar syari’at, karena aku tahu, kau selama ini berpakaian yang syar’i bukan? Sewajarnya saja ya, Len. Oke? Dan satu lagi. Untuk masalah sepatu, aku pinjamkan satu pasang yang bagus untukmu. Besok kau bisa ambil di kelasku, X IPS 2. Oke, itu saja yang bisa ku sampaikan. Apakah ada pertanyaan?

Aku terkejut bisa mendapat pesan yang sepanjang ini, dua ratus tujuh buah kata dengan beratus-ratus huruf, berisi sejumlah informasi yang sedemikian banyaknya. Apakah dia memang terbelit-belit dalam menginformasikan sesuatu atau ...? Tetapi, kebanyakan isi pesan itu memakai sarannya dari Ferdi itu sendiri, jadi informasi yang bisa aku dapatkan itu, intinya, aku harus pakai baju gaun dengan kerudung dan aksesoris menyesuaikan. Selain itu, bakal ada lomba kecantikan dan Ferdi akan meminjamkan satu pasang sepatu yang ia punya padaku. Lah, memang dulu dia cewek sampai dia punya sepatu cewek? Ada-ada saja. Aku juga mengkhawatirkan kalau saja pulsanya habis hanya untuk mengirim pesan sepanjang itu padaku.

Ah, Ferdi, aku kesal padamu, tapi aku kasihan juga padamu.

Lalu aku membalas isi pesan yang belum pernah aku dapat sepanjang ini, secara singkat.

To

0857-1483-xxxx

Oke, Fer. Terimakasih atas informasi dan juga saranmu yang terbelit-belit itu. Aku ingin menanyakan beberapa hal. Bagaimana bisa kau punya satu pasang sepatu cewek? Dan, apakah kau tidak takut jika pulsamu habis hanya untuk mengirim pesan yang terlalu panjang itu padaku?

Bagus sekali, aku tiba-tiba menyindirnya, padahal dia telah membantu dan memberi saran padaku. Tiba-tiba, handphone-ku kembali berbunyi, pasti itu notifikasi SMS lagi.

From

0857-1483-xxxx

Iya, Lena, sama-sama. Tentu saja aku punya, karena aku dulunya punya seorang kakak sepupu, perempuan, yang kebetulan ukuran kakinya sama dengan kaki dirimu. Aku tidak takut, karena aku punya agen penjual pulsa di dekatku, yaitu tetanggaku sendiri. Hehe.

Oh, jadi begitu ceritanya. Ferdi sebelumnya punya seorang kakak sepupu berjenis kelamin perempuan, lah, mengapa dulu? Dan juga, tetangganya penjual pulsa? Ah, Ferdi. Segera ku mainkan jari-jari tanganku untuk membalas pesannya.

To

0857-1483-xxxx

Oh begitu. Kok dulu? Ah sudahlah. Aku tidak mau out of topic. Aku ingin bertanya padamu lagi. Bagaimana caranya supaya aku aman bersamamu?

Astaga, pertanyaan apa itu? Ingin ku batalin, tetapi pesan itu sudah terlanjur dikirim. Arghh.... Aku kesal sekali. Bodohnya aku. Kemudian....

From

0857-1483-xxxx

Jangan menanyakan hal itu, Lena. Aku berjanji, kau akan aman bersamaku. Aku tahu sifat jeleknya Rinda. Aku bisa melindungimu darinya. Tidak ada yang akan menyakitimu. Percaya padaku. Believe me.

Mataku berkaca-kaca setelah membaca kata-kata terakhir, ‘Believe me’. Iya, aku harus percaya padanya. Tetapi mengapa aku harus percaya pada cowok itu? Bukankah pelindung sebenarnya bagiku hanyalah Allah SWT? Tapi, aku harus optimis, mungkin Dia mengirimku sebagai malaikat pelindung bagiku, dan aku harus mempercayainya dan memberinya kesempatan untuk melakukan aksinya. Segera aku membalas pesannya itu.

To

0857-1483-xxxx

Terima kasih, Ferdi. Aku percaya padamu. Semoga janjimu benar-benar kau tepati dengan setulus hatimu.

Aku mulai lega atas apa yang aku katakan. Kini, apakah perasaan ini mulai tumbuh di hatiku? Apakah aku harus jatuh cinta padanya? Perasaan ini datang begitu saja, memasuki hatiku secara sembarangan tanpa izin. Iya, begitulah, jika memang benar benih-benih cinta mulai tumbuh dari hatiku, berarti ....

Tapi ya sudahlah. Aku segera menutup kembali handphone-ku, tanpa memperdulikan apakah Ferdi bakal membalas pesanku atau tidak, kemudian aku bersiap-siap untuk tidur, karena malam sudah semakin larut. Aku harus bersiap-siap untuk sekolah di hari Jumat besok.

***

Besoknya, pada hari Jumat, hari yang mulia ini, aku kembali berangkat ke sekolah dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Setelah aku memasuki kelas X MIPA 9, suatu kejutan pun terjadi. Tiba-tiba saja....

“Lena! Ada yang memberi sepasang sepatu padamu!” seru Mutia, yang sudah datang terlebih dulu di kelas.

Jangan-jangan, Ferdi yang memberikannya padaku?

“Oh, mungkin itu kawanku yang memberikan benda itu, hanya saja dia ingin terburu-buru jadi dia memberikannya sekarang, Mut,” dugaku, tanpa menyebutkan nama ‘Ferdi’.

“Begitu... okelah.”

“Cieeee yang dapat sepatu!” seru yang lainnya.

Tiba-tiba saja, Heni dan Fidza menghampiri meja kami dan seenaknya saja mereka menyoraki aku yang mendapat suatu ‘hadiah’ itu.

“Kalian ini apa-apaan sih?” sahutku pada kedua temanku itu.

Heni dan Fidza pun hanya tertawa geli. Lalu mereka berdua pun menjawab, “Tidak ada apa-apa kok, Lena. Kami senang ketika kau senang atas hadiah yang kau dapat itu.”

By the way, apakah hari ini adalah hari ulang tahunmu?” tanya Mutia padaku. Tetapi aku hanya menggelengkan kepalaku, pertanda bahwa hari itu bukan hari ulang tahunku.

“Lah, terus, orang itu memberi hadiah untukmu dalam rangka apa?” Giliran Heni yang bertanya. Ia pun penasaran atas apa yang ku dapat.

“Aku tidak tahu, Hen. Jangan tanya aku,” jawabku lirih. Kemudian, aku berlalu begitu saja, dan pergi ke kelasnya Ferdi untuk bertanya sesuatu. Tetapi sebelum aku keluar dari kelas itu, aku....

“Lena, kau mau kemana? Kita belum selesai bicara!” seru Fidza padaku.

Aku pun tidak mengindahkan seruannya kawanku itu. Aku harus mendapat kepastian, apakah benar Ferdi yang memberikan sepatu itu padaku, atau tidak. Namun ketika aku berjalan beberapa langkah keluar kelas, tiba-tiba, ada yang menabrakku. Aku pun terjatuh, begitu juga dengan dirinya.

“Aduh! Siapa lagi sih ini?!” gerutuku.

Ketika aku melihat seseorang yang terjatuh setelah menabrakku tadi, barulah ku tersadar bahwa yang menabrakku itu adalah....

“FERDI!” teriakku.

Ferdi hanya terdiam. Ia hanya memandangiku dengan perasaan bersalah. Kemudian ia berdiri lalu membantuku untuk berdiri.

“Lagi-lagi aku minta maaf, Lena,” ujarnya lirih.

Aku hanya menyilangkan kedua tanganku di dada, kemudian aku berkata, “Sekarang, kau ngapain di sini? Apa urusanmu?”

“Aku mau bertanya tentang satu hal padamu.”

“Justru aku yang harus bertanya padamu. Apakah sepatu yang ada di atas mejaku itu, hadiah darimu? ‘Hadiah’ yang sebenarnya merupakan barang pinjaman dari kakak sepupumu itu?” tanyaku kemudian. Aku orangnya selalu to the point.

“Hadiah sepatu?” tanyanya kemudian. Ia mengernyitkan dahinya.

“Iya, apa itu darimu? Kalau iya, aku sangat berterimakasih padamu kali ini.”

Tetapi kemudian, aku melihat sebuah kotak yang tergeletak di lantai koridor depan kelasku. Aku menyadarinya, sedangkan Ferdi tidak. Seketika itulah aku bertanya, “Fer, itu apaan? Kotak yang jatuh di sampingmu tadi.”

Ferdi pun menolehkan pandangannya ke kotak itu dan ternyata....

“Itu sepatumu.”

Aku pun terkejut setengah mati. Jadi, sepatu yang aku dapatkan di kelas tadi... bukan dari cowok itu?

“Ah, kirain itu sepatu dari dirimu.”

“Sumpah, itu bukan dariku, sepatu yang aku kasih itu lebih bagus dari yang itu, Len!”

Kemudian ia pun mengambil kotak sepatu itu dan menunjukkan isinya padaku. Aku pun memperhatikannya dengan saksama.

See? Sepatu itu pasti berbeda dengan yang kau terima. Coba kau lihat lagi isi dari kotak sepatu yang kau dapat tadi.”

Aku pun kemudian mengambil sepatu yang aku dapat tadi, yang masih ku letakkan di atas meja, lalu membawanya keluar dan menunjukkannya kepada Ferdi. “Ini sepatunya, Fer.”

Ferdi pun melihatnya dengan saksama, dan ternyata, dia berkata, “Aku tidak memberikan sepatu yang seperti itu. Yang lebih bagus itu sepatu yang kuberikan padamu.”

Aku pun terenyuh. Jadi sebenarnya siapa yang memberikan sepatu itu padaku sebelum si cowok itu?

“Jadi, siapa yang memberikan sepatu sebelum dirimu, Fer?” tanyaku kebingungan.

“Aku pun tidak tahu, Len. Jangan-jangan itu Rinda atau orang lain,” duganya kemudian.

Aku semakin terkejut setengah mati kemudian bergumam lagi di dalam hati. Apakah benar yang memberi sebuah sepatu itu Rinda, bukan Ferdi? Tetapi, bagaimana dia bisa tahu jika aku ingin sepatu? Bukankah hanya Allah dan Ferdi yang tahu soal ini?

“Ta-ta-tapi Fer, Rinda kan...,” ujarku, namun terpotong oleh perkataan Ferdi berikut ini, “Aku yakin pasti ada orang yang berniat jahat padamu. Aku sarankan kau buang sepatu itu jauh-jauh, kau pakai sepatu punyaku ya, Len.”

Aku pun tersenyum tipis, kemudian menerima kotak yang berisi sepatu itu dari Ferdi, kemudian aku mencoba untuk memakainya. Ternyata ukuran sepatunya memang pas dengan kakiku. Jadi kuputuskan bahwa aku akan memakai sepatu yang dipinjamkan Ferdi dan menyimpan sepatu yang diberikan padaku.

“Tidak disimpan, tapi kau langsung buang saja, Len,” tolaknya. Ia tidak menyetujui usulanku.

“Aku simpan saja, siapa tahu ada yang tertarik mau coba sepatu itu, Fer.”

“Baiklah, terserah dirimu.”

Maka dari itulah, urusan selesai. Aku tinggal memakai semua yang telah aku siapkan untuk pesta.

***

Ketika aku, Ferdi, Ziah, dan Ikrar telah sampai di rumah—bukan di rumahku tetapi di rumahnya Ziah—dengan cepatnya, aku bergegas untuk memakai gaun, jam tangan, kerudung, bros, gelang, dan sepatu yang akan kupakai untuk pesta. Kami akan memakai pakaian yang berbeda-beda.

Ziah, si tuan rumah, memakai gaun yang sangat indah. Menurutnya, gaun itu ia dapatkan dari pinjaman orang tuanya. Gaun itu berwarna merah berkilau dan ada garis-garis hitam di bawahnya. Untuk aksesoris lainnya, ia tidak memakai jam tangan maupun bros. Dia hanya memakai gelang yang telah dibelikan oleh Ikrar untuknya. Sepatunya berjenis kets dan berwarna warna-warni.

Ikrar, pasangannya Ziah, memakai baju kemeja berlengan panjang. Aku tidak mengerti bagaimana bisa dia punya baju seperti itu. Soal aksesoris seperti kerudung, bros, dan gelang itu tentu saja ia tidak memakainya, tetapi ia akan memakai jam tangan berwarna hitam dan sepatu hitam.

Ferdi, cowok peralihan itu, memakai baju putih yang dilapisi jas berwarna hitam. Yah, itu kesannya seperti bos atau orang kaya, tetapi dia memutuskan untuk memakainya. Dia tidak memakai kerudung, bros, gelang, maupun jam tangan. Dia memakai celana hitam dan sepatu coklat. Simple.

Aku sendiri yang kelihatan lebih mewah, tetapi Insyaa Allah syar’i. Aku memakai gaun berwarna pink dengan kerudung dan bros berwarna sama. Lalu aku memakai jam tangan dan gelang berwarna hitam, serta memakai sepatu yang diberikan oleh Ferdi tadi.

Dan kini kami berempat siap pergi ke pestanya Rinda.

To be Continued.

P.S. Maafkan jika bab ini paling panjang :v

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro