05 [Last!]
12 Oktober
Sebuah danau terletak tak jauh dari pusat kota Tokyo terlihat asri, hamparan pepohonan dengan usia mencapai ratusan bahkan ribuan tahun berjajar, menampilkan warna daun tercantik kala musim gugur tiba dan kinilah saatnya. Dedaunan yang gugur memenuhi tiap jalan bahkan tak jarang di atas riak air pun kerap dijumpai, cahaya matahari khas senja menyorot begitu lembut, pantulannya terlihat begitu jelas di atas danau.
Keindahan tersebut turut dirasakan orang-orang yang tengah sibuk menata properti khas pernikahan di salah satu sudut danau, mereka berbondong-bondong membawa properti serta hilir mudik ke sana kemari. Lampu tirai mulai terpasang dari pohon satu ke pohon lain, meja bundar tersusun rapi lengkap dengan kursi. Meja itu bertaplakan putih dengan renda sederhana menghiasi, di atasnya ada satu buah lentara sederhana. Satu persatu sudah lengkap disusun, tinggal menunggu pelaksanaan pernikahan.
"Tenn-nii!"
Panggilan terkesan kekanakan menggema di sana, seorang pria berambut crimson berlari untuk menemui kakak kembar berbeda marga. Jas berwarna merah dengan pakaian putih terbalut di tubuhnya, rambut yang telah disisir bergerak mengikuti arah angin dan pergerakan sang pemilik.
"Nanase-san, jangan lari-lari!"
Seruan panik sembari mengejar pria berambut crimson yang dikenal sebagai Nanase Riku dilakukan oleh manajer bayangan IDOLiSH7.
"Tenn-nii!"
Sayangnya teguran untuk tidak lari-lari sama sekali diabaikan oleh Riku, ia terus berlari dan memanggil hingga muncul seorang pria mengenakan jas peach dengan wajah terkejut.
"Riku! Berhenti berlari!" teriaknya bertepatan Riku berhenti di hadapannya.
"Tehee~ aku sudah berhenti kok!"
"Ya, kau sudah berhenti karena tepat di hadapanku, Riku."
Riku hanya tersengih, mengusap tengkuknya begitu gugup. Ia melakukan itu hanya sebentar, setelahnya kilauan indah muncul di mata senja. Melihat penampilan sang kakak dari atas kepala sampai ujung kaki, penampilan formal terbalut di tubuh kakaknya lengkap sebuah bunga berada di saku jas membuatnya mengeluarkan aura begitu berbeda.
"Tenn-nii terlihat tampan!" puji pria bermarga Nanase.
"Arigatou, kau juga terlihat tampan." Tenn, kakaknya ikut memuji penampilan Riku. Ulasan senyum tipis berada di sana.
Riku hanya tertawa kecil, menatap Tenn bahagia. "Aku penasaran dengan penam-"
"N-nanase-san, hentikan ... kebiasaanmu itu ...."
Ucapan Riku terputus disebabkan oleh datangnya manajer bayangan IDOLiSH7, keadaannya sedikit kacau, rambut navy yang sudah disisir rapi kini sedikit berantakan, peluh keringat turut menghiasi wajahnya. Penampilannya yang sedikit kacau tentu dikarenakan telah mengejar center grup kesayangan untuk memperingati agar tidak berlari-lari.
"Are? Iori, kenapa penampilanmu kacau?" Riku melontarkan pertanyaan penuh keheranan, tidak biasanya siswa sempurna berpenampilan kacau seperti sekarang.
Iori, pria yang secara tak sengaja menjadi korban dari center imutnya hanya melirik sinis, seakan berkata, 'Ini semua karena ulahmu!'
"Karena mengejarmu, Nanase-san."
"Eh? Kenapa kau mengejarku? Apa tadi kita sedang bermain kejar-kejaran?"
Iori tidak menjawab pertanyaannya, dia sibuk mengatur napas akibat mengejar pria berambut crimson. Napasnya seakan habis setelah aksi kejar-kejaran, sedangkan Riku mengambil kertas yang ditemuinya lalu mengipasi partner grup. Tenn hanya melihat dalam diam tanpa melarang adiknya mengipasi Iori, sepertinya dia mulai berubah, kecuali perkataan tajam khasnya itu.
"Makanya jangan lari-lari, Iori." Pria bermata senja memberikan petuah pada member termudanya, tangan kanan sibuk mengipasi member itu. "Kalau terjadi sesuatu jadi repot nantinya," lanjut Riku dibalas lirikan tajam dari Iori.
"Tidak berkaca sama sekali," desisnya kesal.
𖤐
"Kau gugup, Delle?"
Pertanyaan mengalun lembut di telinga pendengar, lebih tepatnya di telinga seorang gadis bergaun glitter tulle in pine berwarna peach.
"Aku gugup, sangat gugup." Gadis itu menyuarakan jawabannya, kedua tangan saling bertaut dan menggenggam erat seolah tengah mengenyahkan rasa gugup yang dimilikinya. "Bisakah ini ditiadakan dan langsung ke pestanya saja, Nami?"
Minami menahan tawanya, menggeleng pelan sembari menepuk bahu sang gadis, Nathalia.
"Tidak bisa, Delle. Kau harus mengikuti serangkaian prosesi pernikahan, kau sudah sering melihatnya bukan?"
"Aku memang sering melihatnya, tetapi tolong aku benar-benar gugup sekarang."
Pernyataan dengan suara sedikit gemetar menandakan bahwa dia berkata jujur, Nathalia merasakan gugup yang sudah lama tidak dirasakan olehnya. Sedangkan pria berambut cream hanya menatap calon pengantin penuh jenaka, kekeh pelan perlahan terdengar, menertawai ekspresi yang ditunjukkan lawan bicaranya.
"Stop laughing, Nami!"
Nathalia merengut kesal karena tertawanya. Dia sedang gugup dengan pernikahan ini, tetapi orang yang selalu menemani dari usia belia menertawai dirinya. Ayolah ini bukan lelucon!
"Gomennasai, Delle ...." Pria berusia 21 tahun itu meminta maaf lengkap dengan kekehannya, tangan terukur ke atas kepala calon pengantin perempuan lalu mengelusnya lembut. "Tatap saja Kujo-san saat kau merasa gugup."
"Menatapnya?" ulang Nathalia dibalas anggukan kecil. "Apa kau yakin, Nami?"
"Aku yakin, tatap saja ia dan kau tidak akan gugup lagi."
Nathalia tampak menimang-nimang saran darinya, menatap Tenn selama janji suci di hadapan tamu demi mengusir rasa gugup. Selang beberapa detik mengangguk.
"Baiklah, aku akan mengikuti saranmu. Terima kasih," putus gadis berambut perak seraya senyum tipis.
Senyuman ia membuat Minami ikut tersenyum, tangan yang sedari tadi berada di kepalanya kini turun dan berhenti di pipi, menangkupnya.
"Ha ... aku jadi tidak rela melepaskanmu," gumamnya sedih.
"Kau takut aku menjauh?"
"Ya."
Tangan mungil menggapai tangan besar yang berada di pipi, memegangnya lantas mengusap lembut.
"Mungkin kita akan terlihat menjauh, menjalani kehidupan berbeda dari sebelumnya." Untaian berisi uraian mulai keluar dari bibir mungil pink-nya, sorot mata begitu lembut untuk lawan bicara. "Tetapi ... hubungan kekeluargaan yang kita jalani selama bertahun-tahun masih tetap ada, kita masih terhubung dengan itu."
"Kita masih bisa berkomunikasi dan aku akan mengunjungi keluargamu tentu seizin suamiku," tutup Nathalia halus.
Tertegun mendengar, halus elusan di tangan telah dirasakan oleh salah satu anggota Zool. Gadis di depannya yang sebentar lagi menjadi milik orang lain berhasil membuatnya tersenyum lembut, perkataan demi perkataan yang telah diucap oleh gadis itu akan selalu diingat oleh dirinya sendiri. Sekilas ulasan balik akan kenangan bersama dari usia belia hingga sekarang, momen demi momen telah dirajut oleh mereka berdua. Secara tiba-tiba, Minami memeluk Nathalia, mengecup puncak kepala lembut. Sedangkan Nathalia amat terkejut, rona tipis mampir di wajah cantiknya.
"Berbahagialah untuk hari ini dan selamanya, aku tidak ingin ada kesedihan di kehidupanmu," bisik Minami berharap, buliran liquid bening perlahan menggenang di pelupuk mata.
"Nami ...."
"Aku tidak ingin kau terpuruk lagi," tambah Minami lantas melepaskan pelukan mereka. "Bicarakan pada suamimu jika kau merasa terpuruk, Delle ...."
Nathalia tak mampu berkata-kata hanya anggukan yang sanggup dilakukan, diam-diam sudah berjanji untuk bahagia, baik sendiri maupun orang tersayang. Minami mengembuskan napas sejenak, diliriknya pergelangan tangan yang tersampir. Seketika mata cream tua terbelalak, terkejut dengan waktu sekarang. Segera merapikan pakaiannya serta rambut Nathalia, membetulkan sebuah tiara kecil di atas kepalanya lalu menarik tangan mungil pelan.
"Prosesinya sebentar lagi akan mulai."
𖤓
Lembayung khas senja terlihat, cahayanya terbiaskan oleh air danau. Semilir angin menenangkan datang bertalu-talu, menggerakkan daun cantik ke kiri dan kanan, menerbangkannya dan membiarkan terjatuh di berbagai tempat.
Salah satu spot danau Okutama, tempat yang disulap sebagai acara pernikahan menampakkan keindahannya. Lampu-lampu yang sudah digantungkan tiap-tiap pohon mulai menyala, lentera di setiap meja turut serta dinyalakan.
Di sebuah altar, berdirilah tiga orang dengan wajah serius bercampur gugup. Dua di antaranya merupakan mempelai dan satu merupakan pendeta yang memegang sebuah buku, mereka tengah menjalani prosesi mengikrarkan janji paling sakral dan sekali seumur hidup. Para tamu undangan turut serta menyaksikan prosesi tersebut, tak ayal ada yang tegang meskipun bukan dirinya yang menikah.
"Sekarang kalian resmi menjadi pasangan suami istri, semoga Tuhan selalu memberkati kalian."
Ucapan itu terdengar lantang, menyatakan jika kedua mempelai sudah sah menjadi suami istri di mata hukum dan Tuhan. Helaan napas lega disusul isak tangis bahagia mengiringi penyematan cincin di masing-masing jari manis. Mempelai laki-laki berambut pink lembut memegang tangan mempelai perempuan, menyematkan sebuah cincin di jari manis. Tatapan lembut terlihat dari netranya, ditangkuplah kedua pipi pasangan sehidup semati lalu mengecup dahinya penuh kasih.
"Aku mencintaimu, Nathalia ...."
Nathalia Adelle atau sekarang menjadi Nathalia Kujo, mempelai sekaligus istrinya memejamkan mata, liquid bening terlihat di pelupuk mata. Senyuman bahagia terbit di paras ayunya dengan isakan kecil keluar dari sana.
"Aku berjanji akan membuatmu bahagia, nikmati momen yang selama ini terjadi di dalam kehidupanmu ...."
Isakan kecil semakin menjadi, ia segera menunduk lalu mengesatkan buliran demi buliran di wajah. Suaminya, Kujo Tenn turut membantunya, Sesudahnya direngkuh tubuh yang selalu terlihat tegar ke dalam dekapannya, memeluk begitu erat di hadapan para tamu.
"Tak apa ... menangislah ...," lirihnya sembari mengusap rambut perak bergaya simple bun lembut. Nathalia hanya mengangguk, membalas dekapan sang suami dengan bibir tak henti mengeluarkan isakan.
"A-aku senang melihat mereka bahagia ...."
Salah satu komentar berasal dari pria dengan julukan 'ero-ero beast', tangan yang menggenggam tisu digerakkan di sekitar matanya, menangis bahagia kala menyaksikan prosesi di depannya. Dalam hati bersyukur jika ini berjalan begitu mulus.
"Tisu mana tisu?!"
Seruan disertai mondar-mandir mencari tisu dilakukan salah seorang leader dari keempat grup, wajahnya yang sudah berantakan akibat menangis sibuk mencari, mengabaikan kacamata sudah merosot di ujung hidungnya.
"Hora! O-ossan, hiks ... tisunya ada di sebelah Nagi!"
"Nagi, berikan tisunya padaku!"
Begitulah keributan kecil mewarnai pernikahan mereka, tak hanya itu suara jepretan dari kamera turut hadir menemani, menangkap setiap momen berkesan untuk dicetak nantinya.
𖠳
Sepasang suami istri berdiri di jalan setapak yang terletak di atas danau, masing-masing tangan memegang lampion besar siap untuk diterbangkan. Gaun glitter in pine yang dikenakan Nathalia mulai bergerak mengikuti semilir angin, terlihat indah bila difoto. Senyuman manis dan bahagia terukir di masing-masing paras mereka.
"Kita panjatkan permohonan dulu, Kujo Tenn?" tanya Nathalia dibalas anggukan kecil.
Mereka mulai memanjatkan permohonan, permohonan manis untuk ke depannya. Seusai itu saling menatap, melemparkan aba-aba lewat tatapan. Perlahan lampion mulai diterbangkan, membiarkan lampion itu melayang jauh bersama permohonan mereka. Penerbangan satu lampion dari atas riak air diikuti oleh banyaknya lampion dari daratan, pelakunya tentu para tamu dari bidang entertainment, bersorak senang sembari menepuk tangan meriah.
Lampion-lampion itu mulai menghiasi langit Tokyo sambil membawa permohonan bagi siapa saja yang memanjatkannya. Cahaya indah dikeluarkan dari benda berasal dari kertas, mewarnai langit malam biru tua di sana.
"Indah, ya ...."
Tenn berkomentar, mengadahkan kepala menatap puluhan lampion di cakrawala.
"Kau benar, ini sungguh indah." Nathalia menyetujui perkataan pria di sampingnya, tangan kanan memegang lengan kiri. "Bahkan aku sendiri tidak sempat membayangkannya ...."
"Sama sepertimu." Tenn berkata sembari mengalihkan atensi menuju istrinya, menatap paras ayunya dengan aura bahagia. Perlahan menarik pinggangnya mendekat dan erat seolah tak ingin melepasnya. "Kau sungguh indah di mataku dan di mata anak-anak kita nanti," lanjutnya membuat istri asal Inggris tersipu malu.
"Tolong temani, dampingi dan dukungku selamanya, Nathalia ...."
Nathalia hanya mengangguk pelan, dia akan melakukannya sepenuh hati, terus mencintai bahkan berkorban demi pendamping hidupnya. Disenderkan kepala di bahu tegap Tenn malu-malu, menatap lampion yang sudah menjauh ditemani suara degup jantung berirama di dalam sana.
"Aku akan melakukannya, Kujo Tenn ...."
The End
Hora!! Malam guyss!!
Maaf banget ya hasilnya malah jadi aneh, pada ooc semua. Soalnya lagi gak mood buat nulis tapi tetep dipaksain karena udah ikut project dan mepet deadline😭🙏
Insya Allah jika aku udah gak ngerasa muak sama gak mood, aku bakal revisi yang sekiranya aneh di mataku.
Makasih banyak yang udah nungguin cerita ini update ya! Maaf belum bisa memberikan yang terbaik seperti sebelumnya 🙏
Tertanda
Natha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro