02
26 September
Daun keoranyean bergerak pelan, berguguran satu persatu. Suhu mulai menurun sedikit demi sedikit, tetapi rasa hangat masih terasa di indra perasa tiap makhluk hidup.
Di sebuah halaman belakang rumah, nampaklah interaksi antara pemilik dengan hewan peliharaan. Mereka tengah bermain, sang pemilik mengusap bulu putih sang hewan dengan lembut, mengembangkan senyuman tipis di wajah cantiknya.
Ia adalah seorang gadis berambut panjang dan silver sebagai warna rambut serta matanya yang baru saja pulang setelah 4 tahun menyelesaikan studi di negara Inggris, meskipun negara tempat dirinya berpulang bukanlah negara kelahiran.
"Kau masih menggemaskan," lirihnya dengan senyuman tipis masih terpatri di sana. "Seperti 8 tahun lalu saat aku membeli dan merawatmu, Nao."
Gadis itu berbicara sendiri di hadapan kelinci peliharaannya, seolah sedang mengajak kelinci itu berbincang dengan dirinya.
"Apa kabar, Nao?" tanya ia dengan tangan tak henti mengusap bulu lembutnya.
"Kau tampak bugar, ya. Sepertinya mereka merawatmu dengan baik," tuturnya sembari mengangkat Nao, kelincinya lalu diturunkan di atas pangkuan.
Nao merespon setiap perkataan sang pemilik dengan mengendus pakaian yang dikenakan maupun tangan, hidung merah mudanya bergerak lucu, telinga panjang sebagai pelengkap Nao.
Sedangkan pemiliknya terkekeh pelan, merasa senang sekaligus gemas dengan tingkah laku Nao. Lalu tak lupa juga rasa rindu membuncah terhadap hewan peliharaannya, yang sudah ia tinggalkan selama 6 tahun terakhir untuk melanjutkan pendidikan.
Di tengah sibuknya berbincang santai dengan Nao, berdirilah seseorang sekitar 4 meter darinya dengan jaket cream melekat di tubuhnya. Seseorang tersebut diam-diam mengulas senyuman hangat, tatapannya pun juga sama tetapi tercampur dengan rasa rindu.
Dia kembali melangkah ke arah gadis itu lalu berhenti beberapa langkah di belakangnya, berjongkok dengan tubuh agak condong ke depan. Kemudian kedua tangan terulur, melingkari pinggang, memeluknya dengan dagu berada di bahu kanan gadis. Yang dipeluk tersentak, menoleh ke arah kanan dan bersitatap dengan jarak sejengkal.
Mereka masih bersitatap sampai gadis itu bersemu tipis, salah satu tangan bergerak, menyentuh kening seseorang yang memeluknya lalu mendorong pelan.
Yang didorong hanya tersenyum tipis, menatapnya beberapa jarak usai didorong menjauh dengan pelukan tak dilepas olehnya.
"Sudah lama tiba di sini, Delle?" tanyanya membuka obrolan.
Nathalia Adelle, gadis yang dipeluk mengangguk pelan. Kelinci yang berada di pangkuannya mulai berpindah tempat, melompat-lompat ringan menjauhi sepasang Adam dan Hawa yang sedang berbincang-bincang.
"Kurang lebih 3 jam aku sudah berada di sini." Nathalia menjawab pelan, pandangannya masih tidak lepas ke arah seorang pria dengan helai rambut cream. "Bagaimana denganmu, Nami?"
"Hm ... aku baru tiba, sekitar 10 menit lalu kurasa." Natsume Minami membalas pertanyaan tersebut, tatapan lembut dan teduhnya tidak luntur dari mata cream tua.
Nathalia mengalihkan atensi menuju Nao yang melompat-lompat ringan, bermain sendiri.
"Duduklah di sebelahku, Nami."
Nathalia meminta Minami untuk duduk di sebelahnya, tangan putihnya menepuk-nepuk rumput sebagai kode untuk duduk di sana. Sedangkan yang diminta, menurut. Ia melepaskan pelukannya, beranjak ke sebelah Nathalia lalu duduk.
Mereka saling terdiam, menatap ke atensi berbeda. Jika Nathalia menatap Nao, maka Minami menatap hamparan daun berguguran di halaman rumahnya.
"Kau sedang berlibur, Nami?"
Minami menoleh, sesaat kemudian menggeleng pelan. "Aku sedang offday hari ini, makanya bisa pulang ke rumah."
"I see ...."
Anggukan samar sebagai balasan darinya, "Apa kau akan langsung bekerja, Delle?"
"Bekerja, ya." Nathalia bergumam, mengadahkan kepala, menatap gumpalan lembut beterbangan di sana. "Kurasa ... tidak, aku ingin istirahat dulu sejenak. Kau tahu bukan, jika aku ini seorang manusia?" lanjutnya dibalas kekehan ringan.
"Tentu aku tahu."
"Dan kau juga seorang manusia, Nami." Nathalia menyudahi mengadah, membalas tatapan Minami dengan pengertian. "Kau tidak letih bekerja selama itu?"
"Hm ... tentu aku merasa letih, hanya saja ...." Minami mengulurkan tangan, mengelus puncak kepala gadis Inggris lembut. "Aku menyukai pekerjaanku, sama seperti menyukaimu."
Gadis itu tertegun, perkataannya membuat dia kembali ke masa lampau di mana pria di sampingnya mengatakan hal yang sama sebelum mereka berpisah, mengejar apa yang sudah seharusnya mereka kejar.
"Nami ... kau masih ingat bukan perjanjian kita dulu?" Nathalia berkata pelan, mencoba mengingatkan pria di depannya hati-hati.
"Fufufu~ tentu aku masih ingat, aku tidak akan mengingkarinya." Minami tertawa pelan, tangannya tak berhenti mengelus kepala Nathalia. "Begitu juga denganmu, 'kan?"
"Hum," deham Nathalia dengan anggukan kecil.
Elusan di kepala berhenti disertai Minami menarik kembali tangannya sendiri, ia menatap gadis di hadapannya dengan penuh sayang. Lalu bangun dari duduk, membersihkan pakaiannya yang sekira ada debu maupun tanah di sana. Tangannya kembali terulur, menunggu Nathalia menerima ulurannya.
"Hari mulai gelap, mari masuk ke dalam, tuan Putri."
Nathalia menahan senyum, menerima uluran tangan lalu berdiri. "Thank you," ucapnya berterima kasih.
"Ayo ...."
"Kau saja duluan, aku ingin memasukkan Nao ke kandangnya." Nathalia mulai melepaskan genggaman, berbalik dan menghampiri Nao yang tengah berdiam di sudut halaman rumah.
Minami masih berada di tempatnya, tidak pergi masuk ke dalam seperti yang dikatakan oleh Nathalia. Ia menunggu sang gadis memasukkan Nao ke dalam kandang, iris cream tua masih menatap penuh kasih terhadapnya.
Di sisi lain, gadis itu sudah memasukkan hewan peliharaannya ke dalam kandang. Ia memutarkan tubuh ke arah pintu masuk belakang dan menemukan pria yang selalu menemaninya bahkan tak segan menyuruh dirinya tinggal bersama mereka.
Nathalia berlari-lari kecil, rok panjang yang dikenakan olehnya beterbangan pelan, mengikuti arah mata angin serta akibat dari dirinya berlari kecil.
"Bahkan aku sudah menyuruhmu untuk masuk terlebih dahulu," komentarnya seusai berada di depan Minami.
"Kau tidak suka aku menunggumu, hn?"
"Bukan begitu ...."
Nathalia melirihkan jawabannya, menggelengkan kepala pelan sebagai respon.
Pria di depannya hanya mengulum senyum tipis, matanya melirik ke kepala Nathalia dan menemukan beberapa daun gugur di sana. Ia menggerakkan tangannya, mengambil daun-daun itu lalu membuangnya.
"Ya baiklah," respon Minami singkat. "Ayo masuk."
Anggukan akur sebagai respon Nathalia, mereka melangkah menuju pintu belakang secara beriringan. Angin lembut sebagai pengantar, begitupun dengan daun keoranyean berguguran. Mereka saling melempar sunyi, mulut membisu. Mata mereka tertuju pada satu atensi yang sama.
Meski sunyi menyelimuti mereka berdua, itu hanya bersifat sementara. Dikarenakan, salah seorang dari mereka membuka obrolan kala sudah mencapai pintu belakang rumah.
"Omong-omong, kau selama di sini tidak pergi kemana-mana?" Minami bertanya, tangan kanan meraih kenop pintu tanpa membuka pintu.
"Tidak." Nathalia menggeleng pelan. "Aku sepertinya berada di rumah saja, mengerjakan pekerjaan rumah. Kalaupun keluar hanya ke toko buku atau supermarket," tuturnya.
"Souka ne ...."
"Ada apa?" tanya Nathalia berbalik ke arahnya.
Minami terdiam, memutar kenop pintu lalu membukanya. Menyuruh gadis di sebelahnya untuk masuk terlebih dahulu, seusai itu, ia menyusul sembari menutup kembali.
"Aku hanya ingin mengajakmu pergi bersamaku ...."
Nathalia mengernyitkan dahi, sedikit bingung akan penuturannya.
"Maksudmu, aku menemanimu bekerja?" tebak ia dibalas anggukan kecil.
"Kurang lebih, lagipula tidakkah kau merindukan mereka, Delle?"
"Yah ... aku merindukan mereka." Gadis itu terdiam, jemari lentiknya menyingkirkan beberapa helai rambut dari pandangan ke belakang telinga. "Tapi apa tidak masalah? Kau tahu, Nami. Kalian 'kan idol, kalau idol berjalan bersama perempuan lain bukankah itu menjadi berita menggemparkan bagi khalayak umum?"
Sekali lagi, Minami tersenyum, tersenyum geli padanya. Penuturan dia memang tepat, seakan dia sudah terjun ke dalam industri hiburan dan paham akan masalah tersebut. Minami mengacak rambutnya pelan, lalu menangkup wajah cantik Nathalia.
"Jangan khawatir, bilang saja ke mereka kalau kau adalah manajer pribadiku." Ia berkata demikian membuat Nathalia menahan tawanya.
"Oh, jadi profesiku sekarang sebagai manajer pribadimu begitu?" canda Nathalia dibalas kekehan ringan Minami.
"Lalu, kau mau beralasan apa? Kekasihku, hn?" ledek Minami dibalas delikan sebal dan semu tipis darinya.
"Nami!!"
To Be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro